Problematika pendidikan di Indonesia kerap kali menjadi sorotan, salah satunya adalah menurunnya tingkat literasi masyarakat. Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan minat baca, kenyataannya angka literasi di Indonesia masih rendah. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari kurangnya fasilitas dan akses terhadap bahan bacaan berkualitas, rendahnya minat baca di kalangan masyarakat, hingga metode pengajaran di sekolah yang belum efektif mendorong kecintaan terhadap literasi.Â
elain itu, perkembangan teknologi dan media sosial juga berkontribusi dalam mengalihkan perhatian masyarakat dari aktivitas membaca. Dampak dari rendahnya literasi ini sangat serius, mengingat literasi merupakan fondasi penting bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan individu yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional. Upaya peningkatan literasi memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan kerjasama antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk menciptakan budaya membaca yang lebih kuat dan berkelanjutan
Hasil Asesemen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2022 masih menunjukkan fakta mencengangkan dimana 1 dari 2 anak Indonesia masih belum mampu mencapai kompetisi minimum literasi dan 3 dari 4 anak Indonesia belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Bahkan yang lebih menyedihkan, skor hasil PISA Indonesia tahun 2022 terus merosot tajam. Di aspek numerasi, skor Matematika Indonesia yakni 366, sama dengan Palestina yang negaranya masih masuk dalam kondisi tidak stabil karena infrastruktur dan akses pendidikan yang sulit akibat perang dengan Israel. Sejarah juga mencatat, bahwa skor numerasi Indonesia terendah sejak tahun 2006.
Lebih lanjut, skor Literasi Membaca Indonesia pada tahun 2022 lalu, juga menjadi pencapaian skor terendah di antara skor PISA tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar 359. Pada 2009 Indonesia pernah mencatat skor PISA terendah namun hanya di angka 402. Â Jika kita mengintip sejenak data dari OECD tentang peringkat PISA negara-negara di dunia. Â Skor tertinggi masih dipegang oleh negara Singapura dengan skor 575 poin, Macau di peringkat kedua dengan 552 poin, dan China Taipei di peringkat ketiga dengan raihan skor pisa yakni 547 poin. Setelahnya diikuti oleh negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, Jepang, hingga Irlandia.
Berdasarkan paparan di atas, muncul pertanyaan mendasar yakni Bagaimana cara memperbaikinya? Apakah Pemerintah maupun pihak terkait tak ada usaha memperbaiki citra buruk kompetensi literasi Indonesia di mata dunia?
Memperbaiki literasi dan numerasi masyarakat Indonesia, terutama di kalangan pelajar, memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa hal utama yang dapat dilakukan:
1) Peningkatan Akses terhadap Bahan Bacaan Berkualitas:
Menyediakan lebih banyak perpustakaan, terutama di daerah terpencil, serta memastikan ketersediaan buku-buku yang menarik dan bervariasi.
Mengembangkan perpustakaan digital yang mudah diakses oleh siswa melalui perangkat elektronik.
2) Penguatan Kurikulum dan Metode Pengajaran:
Memperbaiki kurikulum agar lebih menekankan pentingnya literasi dan numerasi sejak dini.
Menggunakan metode pengajaran yang lebih interaktif dan menarik untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan berhitung siswa.
3) Pelatihan dan Pengembangan Guru: