Oposisi dalam politik merujuk pada kelompok atau partai politik yang berada di luar pemerintahan dan memiliki pandangan atau tujuan yang berbeda dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Oposisi berperan sebagai penyeimbang dalam sistem demokrasi, memberikan kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah. Mereka menyediakan alternatif atau kritik konstruktif terhadap keputusan pemerintah, sehingga memastikan bahwa keputusan yang diambil melibatkan pertimbangan yang matang dan mencerminkan kepentingan masyarakat secara luas.
Oposisi juga berfungsi sebagai suara bagi kelompok atau individu yang mungkin tidak sepenuhnya terwakili oleh pemerintah. Dengan menyuarakan berbagai perspektif dan kepentingan, oposisi membantu mewujudkan pluralitas dalam sistem politik. Meskipun perbedaan pandangan antara pemerintah dan oposisi dapat menciptakan ketegangan politik, hal ini sebenarnya merupakan bagian integral dari dinamika demokrasi yang sehat.
Pentingnya peran oposisi tidak hanya terbatas pada fungsi kritik, tetapi juga dalam memastikan akuntabilitas pemerintah. Dengan memantau kinerja pemerintah, oposisi dapat membongkar ketidakberesan atau tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.Â
Oleh karena itu, keberadaan oposisi yang kuat dapat membantu membangun sistem politik yang transparan, responsif, dan berkualitas, menghasilkan kebijakan yang lebih baik demi kesejahteraan masyarakat secara umum.
Ada beberapa faktor yang dapat membuat seseorang atau kelompok menjadi oposisi dalam suatu negara. Beberapa faktor tersebut antara lain:
a) Perbedaan Ideologi: Oposisi dapat muncul ketika terdapat perbedaan mendasar dalam pandangan ideologis antara pemerintah dan kelompok atau individu tertentu. Pandangan yang berbeda tentang tata kelola negara, keadilan sosial, ekonomi, atau nilai-nilai budaya dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk menjadi oposisi.
b) Tidak Puas dengan Kebijakan Pemerintah: Kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat atau kelompok tertentu dapat menjadi pemicu terbentuknya oposisi. Persepsi akan kebijakan yang tidak adil, korupsi, atau ketidakberesan administratif dapat memotivasi seseorang atau kelompok untuk menyampaikan perbedaan pendapatnya.
c) Ketidakpuasan Sosial dan Ekonomi: Faktor ketidakpuasan sosial dan ekonomi, seperti ketidaksetaraan, pengangguran, atau kemiskinan, dapat menjadi sumber ketidakpuasan terhadap pemerintah. Kelompok yang merasa tidak diwakili atau tidak mendapatkan manfaat dari kebijakan pemerintah cenderung menjadi oposisi.
d) Ketidakpuasan terhadap Sistem Politik: Oposisi dapat muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap sistem politik secara keseluruhan. Kepercayaan bahwa sistem politik tidak transparan, tidak inklusif, atau rentan terhadap korupsi dapat memotivasi seseorang atau kelompok untuk menjadi suara oposisi.