Sejarah yang disembunyikan seringkali merujuk pada fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang tidak banyak dibicarakan atau dipelajari secara umum dalam pendidikan formal atau dalam narasi resmi suatu negara atau masyarakat.Â
Beberapa alasan mengapa sejarah tertentu disembunyikan atau diabaikan adalah karena politik, ideologi, atau karena fakta-fakta tersebut mungkin mengekspos tindakan yang kontroversial, kelam, atau memalukan dari masa lalu.Â
Namun, dengan perkembangan akses informasi dan kajian sejarah yang lebih mendalam, banyak dari sejarah ini telah mulai ditemukan kembali dan diberikan perhatian lebih.
Memelajari sejarah berarti mengulas dan menggali serta mengurai kembali segala peristiwa yang terjadi di masa lampau. Jika kita mengerucutkan pembahasan ini tentang membahas sejarah Indonesia saja mungkin hasilnya hanya dapat dipahami dan dinarasikan oleh kebanyakan orang-orang Indonesia itu sendiri.Â
Namun, jika kita membahas lebih luas lagi kita akan mendapatkan banyak pemaparan tentang ragam peristiwa bersejarah yang terjadi di masa lampau yang banyak terjadi di berbagai negara di belahan dunia. Lantas, peristiwa apa sajakah itu? Benarkah ada konspirasi di dalamnya sehingga ada sebagian alur peristiwa yang disembunyikan?
1. Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan
Salah satu kejahatan genosida terbesar dalam sejarah adalah Holocaust yang terjadi selama Perang Dunia II di bawah rezim Nazi Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler.
Holocaust adalah tindakan sistematis untuk memusnahkan seluruh komunitas Yahudi di Eropa, serta kelompok-kelompok lainnya yang dianggap tidak sesuai dengan ideologi Nazi. Ini adalah salah satu contoh paling tragis dan mengerikan dari pelanggaran hak asasi manusia dan genosida.
Selama Holocaust, sekitar enam juta orang Yahudi tewas dalam kamp konsentrasi, kamp kerja paksa, dan pembantaian massal yang dilakukan oleh rezim Nazi dan sekutu-sekutunya.Â
Selain Yahudi, kelompok-kelompok lain seperti Romani, penyandang cacat, dan orang-orang yang dianggap politikus atau etnis tidak diinginkan juga menjadi sasaran pembunuhan sistematis.
Puncak dari genosida ini adalah pembantaian massal yang dijalankan oleh rezim Nazi dalam kamp-kamp kematian seperti Auschwitz, Sobibor, Treblinka, dan lain-lain. Korban diberangus melalui berbagai cara, termasuk pembunuhan langsung dengan senjata api, keracunan gas, dan eksekusi massal.
Holocaust telah meninggalkan trauma yang mendalam dan menjadi peringatan yang mengerikan tentang bahaya ideologi ekstrem, intoleransi, dan kebijakan rasialis yang dapat mengakibatkan penderitaan manusia yang tak terbayangkan. Karena pentingnya menghormati dan mengenang korban serta mencegah pengulangan tragedi serupa, Holocaust diakui secara luas dalam literatur sejarah, pendidikan, dan peringatan internasional
2. Penghancuran Budaya dan Warisan
Salah satu peristiwa penghancuran situs budaya dan warisan terbesar di dunia adalah Penghancuran Kuil Bamiyan di Afghanistan oleh rezim Taliban pada tahun 2001. Kuil Bamiyan adalah sepasang patung Buddha raksasa yang terletak di Lembah Bamiyan di Afghanistan tengah. Patung-patung ini adalah salah satu ikon budaya dan arkeologi yang paling penting di dunia.
Patung Buddha Bamiyan memiliki sejarah panjang dan berumur lebih dari 1.500 tahun. Patung yang lebih tinggi mencapai ketinggian sekitar 53 meter, sedangkan yang lebih pendek memiliki ketinggian sekitar 35 meter. Patung-patung ini merupakan contoh arsitektur dan seni Buddha yang sangat bersejarah.
Namun, pada tahun 2001, rezim Taliban yang pada saat itu menguasai Afghanistan, secara sistematis menghancurkan patung-patung Buddha Bamiyan sebagai bagian dari kampanye mereka untuk menghilangkan ikonografi dan simbolisme budaya non-Islam. Meskipun terjadi protes dan kecaman internasional yang luas, patung-patung ini akhirnya dihancurkan menggunakan bahan peledak pada bulan Maret 2001.
Penghancuran ini menyebabkan kehilangan yang sangat besar bagi warisan budaya dan sejarah dunia. Ini juga menjadi simbol dari destruksi budaya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstremis dalam usaha untuk memaksakan pandangan mereka atas kebudayaan dan agama. Meskipun patung-patung Buddha Bamiyan tidak dapat dipulihkan, peristiwa ini telah memperkuat kesadaran tentang perlunya melindungi warisan budaya dunia dari kerusakan dan kehancuran yang tidak perlu
3. Peristiwa Politik dan Pelanggaran HAM
Peristiwa-peristiwa politik yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia atau penindasan politik seringkali disembunyikan atau direvisi dalam narasi resmi untuk menghindari pertanggungjawaban.
Salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia terbesar dan paling kontroversial dalam sejarah modern adalah Genosida Rwanda pada tahun 1994. Peristiwa ini melibatkan pembantaian massal dan penganiayaan etnis Tutsi oleh kelompok etnis Hutu di Rwanda.
Pada bulan April 1994, setelah pembunuhan Presiden Rwanda yang merupakan etnis Hutu, kelompok ekstremis Hutu memulai serangan yang diarahkan terhadap etnis Tutsi dan Hutu moderat yang menentang rezim tersebut. Selama periode sekitar 100 hari, diperkirakan antara 800.000 hingga 1 juta orang tewas dalam peristiwa genosida yang mengerikan ini.
Pembunuhan dan penganiayaan massal dilakukan dengan kejam, termasuk dengan menggunakan senjata tajam, senjata api, serta kekerasan seksual. Orang-orang Hutu yang menolak untuk berpartisipasi dalam pembunuhan juga menjadi sasaran.
Pembantaian ini memiliki dampak yang mendalam terhadap masyarakat Rwanda dan dunia internasional. Fakta bahwa dunia internasional tidak melakukan campur tangan secara efektif untuk menghentikan pembantaian ini mengundang kritik terhadap tanggapan internasional terhadap peristiwa tersebut.
Genosida Rwanda adalah peringatan nyata tentang bahaya dari kebencian etnis dan fanatisme yang dapat memicu tindakan ekstrem dan kejam. Peristiwa ini juga telah menjadi titik fokus untuk upaya rekonsiliasi dan pembangunan kembali di Rwanda, serta menjadi pelajaran penting tentang pentingnya melindungi hak asasi manusia dan mencegah tindakan serupa di masa depan.
4. Peran Wanita dan Kelompok Marginal
Minimnya peran dan perlakuan tidak adil terhadap wanita dan kelompok-kelompok marginal adalah isu serius dalam banyak masyarakat di seluruh dunia. Ini mencerminkan ketidaksetaraan sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan diskriminasi berdasarkan gender, etnis, agama, orientasi seksual, atau faktor lainnya. Berikut adalah beberapa contoh minimnya peran wanita dan kelompok marginal:
a. Wanita:
Ketidaksetaraan gender terlihat dalam banyak bidang, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan keterwakilan politik.
Wanita sering menghadapi pembatasan dalam akses ke pendidikan berkualitas, pelatihan, dan kesempatan pekerjaan yang setara.
Kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia, merupakan masalah serius di banyak masyarakat.
b. Minoritas Etnis:
Minoritas etnis sering mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan akses ke layanan kesehatan.
Mereka mungkin diabaikan dalam proses pembuatan kebijakan dan keputusan politik yang memengaruhi kehidupan mereka.
c. Penyandang Disabilitas:
Orang dengan disabilitas dapat menghadapi hambatan fisik dan sosial dalam akses ke fasilitas umum, pendidikan, pekerjaan, dan masyarakat.
Mereka juga mungkin mengalami diskriminasi dalam kebijakan dan praktik yang tidak memperhatikan kebutuhan mereka.
d. Orang Miskin:
Orang miskin dan kelompok yang kurang beruntung sering kali diabaikan dalam hal akses ke layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang layak.
Penyelesaian dari masalah minimnya peran wanita dan kelompok marginal memerlukan upaya bersama melalui pendidikan, kesadaran, pemberian suara, dan perubahan kebijakan yang mendorong kesetaraan, penghargaan terhadap keragaman, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia bagi semua individu, tanpa memandang latar belakang atau identitas mereka.
5. Pembantaian Sipil
Salah satu peristiwa pembantaian sipil terbesar dalam sejarah adalah Pembantaian Nanking (Nanjing) yang terjadi selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua pada tahun 1937-1938. Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan "Pembantaian Nanking" atau "Pembantaian Rape of Nanking".Â
Pada saat itu, pasukan Jepang merebut kota Nanking (sekarang dikenal sebagai Nanjing), ibu kota Tiongkok, dan dilaporkan melakukan serangkaian kekejaman massal terhadap penduduk sipil dan militer Tiongkok yang tidak bersenjata.
Pembantaian Nanking terkenal karena tingkat brutalitas dan kekejamannya. Selama periode beberapa bulan, diperkirakan bahwa antara 100.000 hingga 300.000 orang tewas, dan banyak dari mereka mengalami penganiayaan, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan yang mengerikan. Pasukan Jepang melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan massal, dan perlakuan yang sangat kasar terhadap penduduk kota, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia.
Pembantaian Nanking telah menjadi perdebatan kontroversial antara Tiongkok dan Jepang dan masih memiliki dampak psikologis yang mendalam pada masyarakat Tiongkok dan dunia internasional. Ini juga telah menjadi peringatan tentang bahaya perang, pelanggaran hak asasi manusia, dan kekejaman yang dapat terjadi dalam konflik bersenjata.
Peristiwa ini juga menekankan pentingnya menghormati dan melindungi hak asasi manusia, serta menghindari tindakan kekerasan dan penganiayaan dalam situasi konflik.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI