Pembuktian dalam hukum acara perdata sangatlah penting. Secara kenyataannya harus mampu membuktikan peristiwa yang telah terjadi ataupun peristiwa yang dibuktikan dalam persidangan. Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut (ultimate absolute), tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan (probable), tetapi saat mencari kebenaran yang konkret masih sulit dicapai.
Secara yuridis penggugat harus mampu membuktikan pada hakim benar tidaknya gugatan yang diajukan dalam persidangan. Tidak hanya itu, Majelis Hakim pasti punya pertimbangannya setelah dibacakan suatu bukti-bukti dalam persidangan.
Proses pembuktian dalam ranah persidangan perdata bertujuan agar dapat menetapkan peristiwa rill dalam persidangan, dengan fasilitas yang ada serta intelegensi yang sangat tinggi oleh para penegak hukum diharapkan mampu menciptakan keadilan dalam setiap proses pembuktian pada persidangan. Majelis Hakim senantiasa harus bersifat adil dalam proses pembuktian hukum perdata. Dengan demikian, tidak boleh ada kesalahan baik secara subjektif maupun objektif dalam proses pembuktian. Pada persidangan proses ini dianggap sangat penting untuk menemukan suatu fakta hukum kedepannya.
Dalam hukum, acara membuktikan mempunyai arti yuridis, yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Melalui suatu proses pembuktian tidak hanya memberikan kepastian pada Majelis Hakim, tapi juga berarti membuktikan terjadinya suatu peristiwa, yang tidak tergantung pada tindakan para pihak (seperti pada terjadinya persangkaan) dan tidak tergantung pada keyakinan hakim (seperti pada pengakuan dan sumpah).
Proses pembuktian dalam menyelesaikan perkara perdata harus sesuai alurnya. Kebenaran akan terungkap setelah proses persidangan berlangsung dan tercipta putusan yang sifatnya final. Namun pihak yang keberatan dapat mengajukan upaya hukum kepada pihak Penggugat. Diketahui dalam ranah Hukum acara perdata mengenal bermacam-macam alat bukti yang sah.
Sedangkan menurut acara perdata bahwa kewenangan Majelis Hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan saja. Ketentuannya termuat Pasal 164 HIR j.o Pasal 1866 KUHPerdata meliputi yaitu bukti tulisan atau bukti melalui surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Analisis Akta Perdamaian pada Putusan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 81/PDT.G/2022/PN.Kwg
Akta perdamaian menurut Pasal 1 butir (10) PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 merupakan bentuk naskah yang termuat isi naskah pada persidangan serta putusan Majelis Hakim Apabila kedua belah pihak yang bersengketa berdamai kemudian meminta kepada pengadilan agar perdamaian itu dijadikan sebagai putusan, maka bentuk persetujuan perdamaian itu disebut Akta Perdamaian. Putusan atas gugatan wanprestasi dengan nomor perkara 81/PDT.G/2022/PN Kwg di Pengadilan Negeri Karawang ialah putusan perdamaian antara PT. Pupuk Kujang yang diwakili oleh Maryadi selaku Direktur Utama sebagai Penggugat melawan PT. Dinamika Kembar Utama yang diwakili oleh H. Dodi Juherman selaku Direktur sebagai Tergugat. Pada sidang pertama sesuai dengan PERMA RI No. 1 Tahun 2016 maka Penggugat dan Tergugat diwajibkan untuk menempuh jalur mediasi terlebih dahulu sebagai persidangan tahap pertama.
Isi Akta Perdamaian memuat suatu kesepakatan dalam akta perdamaian secara tertulis pada 14 November 2022 yang berisi sebagai berikut:
a. Pihak kedua (tergugat) telah sepakat untuk melunasi dan atau memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya kepada pihak pertama (penguggat) dan keduanya telah sepakat untuk menetapkan cara pembayaran yang dilakukan selama 27 bulan pada setiap minggu pertama yang dimulai tanggal 5 Desember 2022;
b. Apabila pihak kedua lalai atau tidak tepat waktu melakukan kewajiban membayar sesuai jadwal yang sudah ditetapkan, maka pihak pertama dapat mengambil langkah hukum;
c. Penggugat dan tergugat mengikatkan diri untuk tidak saling mengajukan tuntutan hukum apapun satu sama lain dan memberikan pembebasan antara satu sama lain dari segala tuntutan hukum;
d. Masing-masing pihak akan menanggung sendiri segala biaya-biaya dan/atau pajak dan biaya perkara;
Dalam KUHPerdata sendiri telah mengatur dan menentukan syarat sah dari suatu Akta Perdamaian sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 1320 j.o Pasal 1321 j.o Pasal 1851 j.o Pasal 1864 KUHPerdata yang terdiri atas:
a. Dalam akta perdamaian harus dibuat atas dasar persetujuan para pihak kedua belah pihak. Artinya kedua pihak telah menyetujui akta perdamaian dengan isi akta perdamaian yang menyebutkan “setelah isi kesepakatan perdamaian dibacakan kedua belah pihak, masing-masing pihak menerangkan dan menyatakan menyetujui seluruh kesepakatan perdamaian tersebut.”
b. Dalam proses Pembuatan akta perdamaian harus ditujukan untuk mengakhiri sengketa diantara para pihak Dalam isi akta perdamaian menerangkan kedua belah pihak bersedia mengakhiri persengketaan di antara mereka dengan jalan perdamaian di luar. persidangan dan telah mengadakan persetujuan berdasarkan kesepakatan perdamaian.
c. Dalam Akta perdamaian harus dibuat atas dasar keberadaan sengketa yang telah terjadi Pembuatan akta perdamaian antara PT. Pupuk Kujang dengan PT. Dinamika Kembar Utama didasarkan pada sengketa di antara para pihak dan peristiwa tersebut sudah benar terjadi sebagaimana sengketa tersebut telah didaftarkan oleh PT. Pupuk Kujang yang diwakili Direkturnya Maryadi ke Pengadilan Negeri Karawang pada tanggal 6 Juni 2022.
d. Dalam Akta perdamaian harus dibuat secara bentuk tertulis
Sebuah kesepakatan perdamaian itu sah apabila dibuat secara tertulis sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1851 KUHPerdata. Akta perdamaian antara PT. Pupuk Kujang dengan PT. Dinamika Kembar Utama telah dibuat secara tertulis dan dimuat dalam Putusan Perdamaian Pengadilan Negeri Karawang Nomor 81/PDT.G/2022/PN Kwg sebagai tanda bukti bahwa kedua belah pihak sudah sepakat dan menyatakan persetujuannya atas seluruh isi yang tertera dalam kesepakatan perdamaian tersebut.
Akibat Hukum Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi terhadap Akta Perdamaian:
Dalam Pasal 130 butir (2) HIR17 menyatakan Akta Perdamaian memiliki kekuatan yang sama seperti putusan yang berkekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat dilakukan upaya hukum lain baik banding, kasasi, maupun peninjauan kembali dan memiliki kekuatan eksekutorial sehingga apabila salah satu pihak tidak melaksanakan isi dalam Akta Perdamaian maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta pelaksanaan eksekusi secara paksa oleh Pengadilan. Hal ini juga ditegaskan dalam isi pada Akta Perdamaian dalam Putusan Nomor 81/PDT.G/2022/PN Kwg yang menyatakan apabila pihak kedua lalai atau tidak tepat waktu melakukan kewajiban pembayaran sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, maka pihak pertama dapat melakukan langkah hukum baik langkah hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI