Mohon tunggu...
Ardiatama Iedha Aradhea
Ardiatama Iedha Aradhea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang Membahas Permasalahan Hukum berdasarkan Putusan Pengadilan maupun doktrin yang akurat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tinjauan Hukum dan Teori tentang Jaminan Fidusia dalam Hukum Perdata

19 Desember 2023   11:30 Diperbarui: 19 Desember 2023   11:35 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi pada umumnya karena dalam pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan (baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan, yang harus dipenuhi kreditur jika ingin mendapatkan pinjaman/tambahan modal (berupa kredit) tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Bagi pihak debitur bentuk jaminan yang baik adalah bentuk jaminan yang tidak akan melumpuhkan kegiatan usahanya sehari-hari, sedangkan bagi kreditur jaminan yang baik adalah jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum bahwa kredit yang diberikan dapat diperoleh kembali tepat pada waktunya. Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indonesia adalah lembaga jaminan fidusia.

Jaminan fidusia merupakan jaminan kepercayaan yang berasal dari adanya suatu hubungan perasaan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya yang mana mereka merasa aman, sehingga tumbuh rasa percaya terhadap teman interaksinya tersebut, untuk selanjutnya memberikan harta benda mereka sebagai jaminan kepada tempat mereka berhutang. Fidusia jaman romawi disebut juga 2 Fidusia Cum Creditore, artinya adalah penyerahan sebagai jaminan saja bukan peralihan kepemilikan. Fidusia tidak ada diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan lahir dari pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Artinya setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian apa saja baik yang sudah diatur dalam undangundang maupun belum diatur dalam undang-undang, sehingga banyak muncul perjanjian-perjanjian dalam bentuk baru yang menggambarkan maksud dan kehendak masyarakat yang selalu dinamis.

Dalam pendaftaran jaminan fidusia ada suatu keharusan untuk mencantumkan benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena benda-benda tersebutlah yang dapat dijual untuk mendapatkan pembayaran pinjaman. Obyek jaminan perlu dipahami karena hak jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang melekat pada obyek fidusia dan akan tetap mengikuti obyeknya di tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite) selama jaminan fidusia tersebut belum dihapuskan/dicoret. Menafsirkan, bahwa yang harus didaftar adalah benda dan ikatan jaminan sekalian, akan sangat menguntungkan. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi terdaftar dan yang demikian bisa menjadi milik penerima fidusia, sedangkan terhadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat perjanjian jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga.

Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan debitur disepakati janji-janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sesudah didaftarkan dimaksudkan untuk juga mengikat pihak ketiga. Oleh karena itu dapat ditafsirkan disini bahwa pendaftaran meliputi, baik pendaftaran benda maupun ikatan jaminannya, maka semua janji yang termuat dalam akta jaminan fidusia (yang dalam Pasal 13 ayat (2) B dicatat dalam buku daftar Kantor Pendaftaran Fidusia) dan mengikat pihak ketiga. Para pihak dalam perjanjian jaminan fidusia, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia menurut undang-undang jaminan fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum, bagi pemberi perlindungan berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, dan wanprestasi pemberi jaminan tidak akan menyebabkan benda jaminan dengan UUJF adalah diberikannya hak preferent atas piutangnya, dan berlakunya asas droit de suite atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam perjanjian jaminan fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang difidusiakan.

Pengertian dan Sifat Jaminan Fidusia

Dalam ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah "Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda." Fidusia merupakan penyerahan hak milik secara kepercayaan terhadap suatu benda dari debitur kepada kreditur, karena hanya penyerahan hak milik secara kepercayaan, maka hanya kepemilikannya saja diserahkan sedangkan bendanya masih tetap dikuasai debitur atas dasar kepercayaan dari kreditur.  Pemberian jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6-huruf b Undang-undang No. 42 Tahun 1999 dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia. Pasal 11 jo Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 menentukan bahwa benda (yang ada di wilayah negara RI atau di luar negara RI) yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang permohonan pendaftarannya diajukan oleh Penerima Fidusia dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 dan atas dikabulkannya permohonan pendaftaran tersebut, maka kepada, penerima fidusia diberikan sertifikat Jaminan Fidusia yang memakai irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" yang tanggalnya sama dengan tanggal diterimanya permohonan pendaftaran fidusia.

Adapun jaminan fidusia bersifat:

  • Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian accessoir, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang berbunyi "Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikuta dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi; "
  • Selalu mengikuti bendanya (droit de suite);
  • Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan;
  • Apabila debitur wanprestasi maka dalam melaksanakan eksekusi dapat dilakukan melalui lembaga parate executie;
  • Jaminan fidusia memuat hak mendahulu yang disebut juga hak preference, artinya penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lain dalam pelunasan piutangnya, sebagimana diatur dalam pasal 27 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

 Pembebanan Jaminan Fidusia

  • Pembebanan benda dengan jaminan fidusia diatur dalam pasal 5 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
  • Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
  • Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  • Mengacu pasal 1870 KUH perdata, bahwa akta Notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya. Jadi, bentuk akta otentik dapat dianggap paling menjamin kepastian hukum yang berkenaan dengan objek jaminan fidusia. Menurut pasal 14 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka dengan akta jaminan fidusia, lembaga fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia tersebut adalah pada saat didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.

Perlindungan Hukum bagi Kreditur dalam Jaminan Fidusia meliputi:

  • Jaminan Fidusia harus didaftarkan, seperti yang diatur dalam pasal 11 UUJF. Dengan adanya pendaftaran tersebut, UUJF memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu asas utama hukum jaminan kebendaan. Ketentuan tersebut.dibuat dengan tujuan bahwa benda yang, dijadikan obyek benar-benar merupakan barang kepunyaan debitor atau pemberi fidusia sehingga kalau ada pihak lain yang hendak mengklaim benda tersebut, ia dapat mengetahuinya melalui pengumuman tersebut. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dilingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, dimana untuk pertama kalinya, kantor tersebut didirikan dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara RI.
  • Perlindungan hukum dan kepentingan kreditur dalam UUJF dapat dilihat pada Pasal 20 UUJF: "Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda tersebut, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang monjadi objek Jaminan Fidusia". Ketentuan menegaskan bahwa jaminan fidusia mempunyai sifat kebendaan dan berlaku terhadapnya asas droit de suite, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.
  • Perlindungan yang sama juga dapat dilihat dalam Pasal 23 ayat (2) : Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dan Penerima Fidusia".
  • Atas segala tindakan dan kelalaian pemberi fidusia, penerima fidusia berdasarkan karena kelalaian tersebut tidak bertanggung jawab, sebagamana dimaksud dalam Pasal 24 UUJF : "Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia".

Sanksi terhadap ketentuan di atas adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UUJF : "Setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.- (seratus juta rupiah)."

Hak Preferensi Pemegang Fidusia:

  • Hak preferensi dari penerima fidusia telah diatur pada pasal 27 ayat (2) UUJF, yang berbunyi: "Hak preferensi adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia." Sedangkan mengenai kedudukan hak preferensi dari penerima fidusia jika debitur mengalami pailit atau likuidasi, telah diatur dalam pasal 27 ayat (3) UUJF, yang berbunyi: "Hak preferensi dari penerima fidusia tidak hilang dengan pailit atau dilikuidasinya debitur."
  • Dengan demikian jika debitur terkena pailit atau dilikuidasi maka penerima fidusialah yang terlebih dahulu menerima pelunasan hutangnya yang diambil dari penjualan barang obyek fidusia dan jika masih ada sisa, maka akan diberikan kepada kreditur lainnya. Selanjutnya mengenai kemungkinan adanya lebih dari satu fidusia atas satu obyek jaminan fidusia, maka berdasarkan pasal 28 UUJF hak preferensi diberikan kepada hak yang lebih dahulu mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun