Mohon tunggu...
Ardiatama Iedha Aradhea
Ardiatama Iedha Aradhea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang Membahas Permasalahan Hukum berdasarkan Putusan Pengadilan maupun doktrin yang akurat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektifitas Berlakunya Hukum Agraria dan Permasalahannya di Indonesia

5 Desember 2023   10:45 Diperbarui: 5 Desember 2023   11:05 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan dalam hukum agraria dibagi menjadi sembilan faktor, yaitu:

  • Peraturan yang belum lengkap;
  • Ketidaksesuaian peraturan;
  • Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia;
  • Data yang kurang akurat dan kurang lengkap;
  • Data tanah yang keliru;
  • Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah;
  • Transaksi tanah yang keliru;
  • Ulah pemohon hak atau; 
  • Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.

Seperti sengketa tanah antar warga, sengketa antara pemerintahan daerah dengan     warga setempat, maupun sengketa berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam pada wilayah tersebut merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat. Permasalahan hukum agraria yang harus diselesaikan yaitu terkait dengan tuan tanah. Tuan tanah sendiri sudah berlangsung sejak lama dan dinilai merugikan masyarakat Dengan adanya hal tersebut dinilai telah melakukan monopoli khususnya dalam bidang agraria di Indonesia. Hal yang kemudian perlu dikaji oleh para penegak hukum yaitu terkait penerbitan domisili oleh pihak Pejabat Desa atau Kelurahan yang berwenang mengeluarkan izin tersebut. Adanya tindakan monopoli kekuasaan tanah dapat menimbulkan konflik dengan berbagai pihak. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria saat ini sudah berjalan cukup baik, namun setelah 50 tahun lebih UUPA telah diberlakukan, permasalahan ketimpangan struktur dan konflik agraria masih terus terjadi. Padahal Presiden Joko Widodo pernah secara khusus membuat Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017, yang bertujuan untuk menempatkan reforma agraria sebagai salah satu prioritas nasional dalam pembangunan Indonesia. 

Tidak hanya sebagai pertimbangan kedepannya, permasalahan tanah di Indonesia harus segera dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya kepada petani. Selain itu masih terdapat beberapa kebijakan seperti salah satunya yaitu land swap yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri LHKI Nomor 40/MENLHK/SETJEN/ KUM. 1/6/2017 tentang Fasilitasi Pemerintah Pada Usaha Hutan Tanaman Industri Dalam Rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Namun, kebijakan itu dikhawatirkan justru membuat konflik lahan makin menjamur, sebab berhubungan langsung dengan pedesaan. Dengan adanya kebijakan tersebut dinilai makin menjauhkan rencana reformasi agraria, yang memfokuskan pada perombakan ketimpangan penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Kebijakan itu makin mempertegas status quo krisis ekologi dan darurat agraria. Aktivis Transformasi untuk Keadilan Indonesia, menurut Edi Sutrisno bahwa kebijakan land swap justru akan menjadi peluang dan keuntungan bagi korporasi hutan tanaman industri untuk memperluas penguasaan ruang. Setelah adanya peraturan tersebut mengartikan tidak lagi ada aturan atau kebijakan yang menghambat investasi. Hutan alam dan ekosistem akan jadi incaran korporasi, baik sebagai perluasan bisnis dan cenderung dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup. 

Permasalahan dalam hukum agraria yang masih ada saat ini sebaiknya tidak boleh luput dari pengawasan para pihak yang terlibat. Pihak yang sangat berperan yaitu pemerintah sebagai pembuat aturan yang harus sesuai dengan masalah maupun perkembangan zaman. Seperti adanya tuan tanah, land swap, sertifikat ganda, maupun permasalahan lainnya dalam ruang lingkup hukum agraria segera dilakukan tindaklanjut. Harapan bagi warga negara Indonesia tentunya permasalahan terkait agraria segera hilang agar tidak terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat. 

Simpulan Penulis

Hukum agraria merupakan cabang dari ilmu hukum yang mempelajari tentang keseluruhan kaidah terkait kajian yang meliputi bumi, air, dan ruang  angkasa. Merujuk terhadap dasar hukumnya yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria saat ini sudah berlaku cukup baik, namun masih terdapat permasalahan yang harus dibenahi bersama-sama. Efektivitas hukum agraria akan berjalan dengan baik apabila seluruh komponen atau isi dalam regulasi tersebut dipatuhi dan memerhatikan kepentingan umum diatas kepentingan lainnya.

Hukum agraria dalam UUPA mengatur secara lengkap mulai dari hak, prinsip, asas, dan aspek lainnya. Regulasi yang saat ini masih berlaku sebelumnya pernah ada yang dicabut baik secara tegas maupun diam-diam. Adanya pencabutan tersebut dinilai oleh pembuat kewenangan  sebagai satu perkembangan yang sah. Hal ini dinilai sudah berjalan cukup lama bahkan selama 50 tahun UUPA telah diberlakukan, sebaiknya dilakukan pengawasan terhadap regulasi ini pada masa-masa yang akan datang berikutnya. Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam UUPA tidak boleh luput dari pengawasan, mengingat tanah itu merupakan benda yang singkat seperti layaknya kendaraan bermotor maupun peralatan elektronik.

Permasalahan dalam hukum agraria yang saat ini terjadi tidaklah sedikit. Berdasarkan kajian diatas seperti contohnya adanya tuan tanah, kemudian land swap,maupun sertifikat palsu atau ganda yang kemudian menjadi PR bagi pemerintah khususnya. Ketegasan para penegak hukum diperlukan dimulai dari perangkat kekuasaan dari tingkat bawah, seperti pada lingkungan sederhana yaitu pada masyarakat sehari-hari bahkan sampai tingkat pusat. Hal ini guna mencegah terjadinya konflik terhadap para phak dan membuat berjalannya hukum agraria secara baik dan benar di Indonesia. Manusia tidak boleh mengabaikan kepentingan umum diatas kepentingan lainnya. Begitupun pada tanah yang rentan sekali dapat menimbulkan konflik pada masyarakat adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun