Assalamualaikum wr.wb, shalom, om swastiastu, oamo buddhaya, dan salam Kebajikan untuk kita semua. Salam sehat untuk kita semua, perkenalkan saya sebagai penulis pada artikel ini yakni Ardiatama Iedha Aradhea dari Universitas Singaperbangsa Karawang, saya mendapat tugas dari Dosen Pengampu Mata Kuliah Cyber Crime yaitu Bapak Dr. Ilyas, S.H., M.H untuk menganalisis suatu kasus dari putusan Pengadilan. Mengangkat tema yang sangat cocok dengan situasi saat ini, yaitu pemanfaatan sosial media secara bijaksana agar terhindar dari pelanggaran hukum. Saya menggunakan sumber dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 249/Pid.Sus/2023/PN Dps. Menurut penulis, mengkaji dari suatu Putusan Pengadilan merupakan hal yang tepat guna mencari kepastian, kebenaran, keadilan, serta kesempurnaan dari suatu permasalahan. Mengingat saat ini banyak sekali pihak yang dengan sengaja menggunakan sosial media untuk menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, penghinaan terhadap orang lain, bahkan penghinaan kepada suatu tokoh yang memiliki jabatan penting dalam negara, bahkan transaksi benda terlarang seperti narkotika dapat terjadi melalui sosial media.
Studi ini sangat cocok bagi semua kalangan terutama kaum remaja. Kata pemanfaatan memiliki arti suatu objek tersebut haruslah memiliki daya guna pasti. Sedangkan Sosial Media sebagai objek penelitian disini tidak boleh lepas dari kata pemanfaatan, sehingga keduanya saling memiliki keterkaitan. Adapun kata bijaksana merupakan bentuk konjungsi kepastian agar subjek yang menggunakan dapat memiliki rasa peduli dan empati tinggi terhadap maraknya kejahatan Internet dan Transaksi Elektronik. Sebagai negara hukum, secara regulasi Undang-Undang ITE telah diperbaharui tepatnya pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Pembaharuan terhadap regulasi sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagai bentuk perhatian khusus terhadap kasus pelanggaran melalui internet. Mengutip dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik bahwa Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Undang-Undang ITE bahkan mengesahkan bahwa sertifikasi elektronik serta tanda tangan elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan secara sah. Hal ini dapat ditemukan pada Pasal 9 j.o Pasal 11 UU ITE. Sebagai masyarakat umum, hendaknya menyadari sosial media itu dapat bermanfaat tinggi apabila digunakan dengan bijaksana. Apabila tidak, pembuat unggahan berita bohong atau perbuatan yang termasuk dalam klasifikasi dalam UU ITE maka dapat secara sah termasuk dalam perbuatan melawan hukum. Tentunya peristiwa ini sejalan dengan bunyi pada Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE. Aspek penyebaran kejahatan siber sangatlah luas, termasuk salah satunya bentuk bullying yang dilakukan oleh tersangka dan disebarkan oleh dirinya maupun kelompoknya dengan disengaja untuk mempermalukan korbannya. Hal ini sangatlah miris, mengingat korban memerlukan perlindungan dan dilindungi oleh LPSK serta Undang-Undang. Tepatnya pada Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menjelaskan bahwa Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuin untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Dalam ranah hukum, apabila pelanggar hukum pelakukan perbuatan yang termasuk delik delik aduan oleh korbannya, maka dapat dikenakan perbarengan tindak pidana (concursus) untuk memberatkan sanksi hukum yang akan dijatuhkan. Selama belum ada putusan hakim maka perbarengan tindak pidana ini merupakan perbuatan yang sah dan bertujuan memberikan hukuman yang sesuai terhadap pelakunya.
Penulis mencoba menganalisis Putusan Nomor 249/Pid.Sus/2023/PN Dps. Menurut penulis, perbuatan ini termasuk ranah ITE yang secara spesifiknya menyebarkan asusila secara disengaja. Dalam Putusan itu dijelaskan bahwa Terdakwa I Wayan Sanjaya Putra, S.P.d yang berprofesi sebagai wiraswasta pada mengunggah konten pornografi dengan nama “Captain Bali”melalui sosial media twitter. Peristiwa ini bermula saat banyaknya informasi masyarakat umum terkait dugaan adanya akun yang menyebarkan konten pornografi melalui sosial media tersebut. Lalu setelah dilakukan penyelidikan oleh Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Bali diketahui bahwa Terdakwa mengunggah konten pornografi dengan spesifikasi hubungan persenggamaan. Berdasarkan pengakuannya, bahwa Terdakwa telah mengunggah konten pornografi dengan klasifikasi hubungan persenggamaan sejak 2019. Terdakwa melakukan aksinya dengan menggunakan ponsel berjenis Iphone 11 berwarna putih. Diketahui pula bahwa Terdakwa dalam melakukan hubungan persenggamaan selain menyebarluaskannya juga mencari partner untuk diajak berhubungan seksual olehnya.
Tentunya hal ini sangat miris karena pengguna sosial media twitter tidak hanya orang yang sudah dewasa, banyak anak-anak dibawah umur yang apabila melihat konten yang diunggah oleh Terdakwa tersebut dapat merubah pola pemikirannya serta kondisi psikisnya. Selain itu bahaya konten pornografi bagi otak selain dapat merusak fungsinya juga dapat mengakibatkan kecanduan yang cenderung negatif. Dalam amar putusan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar memutuskan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan engaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Terdakwa dikenakan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan serta pidana denda sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Masa penahanan Terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Biaya Perkara dalam persidangan yang dibebankan kepada Terdakwa yaitu sebesar Rp5.000,00.
Pada Putusan Nomor 249/Pid.Sus/2023/PN Dps Majelis Hakim menetapkan barang bukti berupa:
1) 1(satu) buah HP merk Iphone 11 warna putih dengan nomor IMEI 353969101949294.
2) Akun Twitter dengan url https://twitter.com/cptn_bali.
3) Print Out data hasil screnshoot tampilan video yang mengandung muatan pornografi pada Akun twitter @cptn_bali sebagaimana alamat url https://twitter.com/cptn_bali
4) 1(satu) buah Flashdisk merk Sandisk warna merah hitam berisi data hasil screnshoot tampilan video yang mengandung muatan pornografi pada Akun twitter @cptn_bali sebagaimana alamat url https://twitter.com/cptn_bali.
Selanjutnya barang bukti tersebut dimusnahkan. Adapun aspek yang membuat tuntutan ringan bahwa Terdakwa belum pernah dipidana, bersifat sopan dipersidangan, serta berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Dengan demikian dapat dijadikan perhatian bagi semua pihak terhadap perkembangan kasus ini dimasa yang akan datang. Penegakan hukum tidak boleh bersifat memihak pada siapapun, serta harus memerhatikan lima asas dalam KUHP yaitu asas 5 asas hukum pidana, yakni asas legalitas, asas teritorial, asas personalitas, asas perlindungan, dan asas persamaan. Sebagai pembelajaran kedepannya bahwa masyarakat hendaknya menggunakan sosial media sebagai alat yang dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Penggunaan game online tidaklah dilarang bagi anak-anak dibawah umur, namun terkadang dijumpai iklan game yang mengandung konten pornografi. Bahaya ini harus diwaspadai oleh orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga, serta guru dalam lingkungan sekolah tidak boleh luput dalam memberikan edukasi tentang pemanfaaatan sosial media secara baik dan bijaksana dalam segala keadaan. Banyak konten yang bersifat negatif dalam internet, peran masyarakat dan pemerintah harus bersatu padu dalam memerangi perbuatan yang melanggar hukum.