Apa yang perlu dipertimbangkan ketika membeli rumah? Sudah tentu tidak hanya satu atau dua pertimbangan. Kalau bisa sepuluh sampai lima belas! Berikut adalah cerita pendek tentang pengalaman Pokja dan rumah barunya yang dapat menjadi pembelajaran kita ketika akan mencari rumah.
Pokja dan Rumahnya
Pokja memiliki pemikiran bahwa memiliki rumah atas nama pribadi adalah pencapaian tertinggi dalam hidupnya. Pemikiran itu ia pikirkan terus-menerus dan telah menjadi visi-misi pribadinya.
Saat ini Pokja tinggal di sebuah kamar kos ukuran 4 x 3 meter dengan kamar mandi dalam. Kecil, tetapi cukup untuk Pokja. Tinggal di kos bagi Pokja sebenarnya bukan pilihan, tetapi lebih karena terpaksa aja.Â
Terlebih lagi ketika suatu hari ibunya mengultimatum Pokja untuk segera cari rumah untuk masa depannya. Makin bersemangatlah Pokja untuk mencari rumah. Tiap hari ia mantengin OLX dan keliling komplek kos untuk mencari rumah yang dijual, lumayan sambil bantu pak satpam patroli keamanan.
Suatu hari ia melihat iklan rumah yang sesuai dengan daya belinya. Lokasi rumah itu 28 Km dari tempatnya bekerja, cukup jauh memang. Namun ia tidak peduli itu, yang penting punya rumah, rumah pribadi pula.
Segera ia menghubungi Bank untuk mengajukan KPR. Meskipun perawakan Pokja bukan nilai plus, tetapi semangatnya untuk mengajukan KPR menjadi nilai plus di mata Hanny, CS Bank bagian KPR. Entah mengapa ke-ngotot-an Pokja dalam meyakinkan Bank bahwa ia sanggup melunasi KPR terlihat begitu mengharukan di mata Hanny. Singkat kata Bank menyetujui KPR Pokja.Â
Dengan cicilan 45% dari gaji, Pokja mendapatkan rumah idamannya. Perasaan bangga tumbuh menyeruak di hati Pojka. Hatinya berbunga-bunga meskipun ia harus menanggung KPR dengan tenor 25 tahun. Ia pun semakin bangga ketika hendak melamar kekasihnya kelak. Dalam hati, "Dek, abang lamar kamu bukan hanya modal hati, tetapi juga dengan properti".
Masa Bahagia (1)
Satu minggu setelah KPR disetujui menjadi minggu paling bahagia Pokja. Ia merasa visi-misi hidupnya sudah tercapai. Ia merasa berhasil menjadi salah satu manusia tersukses di dunia.
Topik obrolan yang dipilih selalu berhubungan dengan rumah. Setiap ada rekan kerjanya yang membahas rumah, entah dari mana, Pokja tiba-tiba muncul dan ikut meramaikan.
Tiap-tiap hari kerjanya update penampakan rumah barunya melalui story Instagram atau posting sudut favorit kamar mandi. Gara-gara ini juga, Pokja jadi mengetahui apa itu aestetik, minimalis, ruma.ciel, IKEA, dan mulai subscribe kanal Youtube living loving.
Tidak Sebahagia itu
Eh, tidak disangka, Hari kedelapan, Pokja mulai jengah dengan perjalanan kerjanya yang memakan waktu 1 jam 20 menit sekali jalan. Terlebih ketika ia tahu sang kekasih mendapatkan kerja di tempat yang jaraknya dari rumah baru Pokja sekitar 34 Km. Â
"Aduh 34 Km, kasihan nanti calon istriku ini, bisa tua di jalan dia" batin Pokja.
Kebanggaan yang pernah muncul lambat laun terkikis dengan penyesalan. Belum lagi ia harus service motor terus karena Honda Vario 125 cc-nya suka mogok karena tiap hari harus digeber sejauh puluhan kilometer.
Belum lagi ia harus tabah menghadapi kemacetan di jalan yang tiap bulan rasanya tingkat kemacetan meningkat sebanyak 10% macam inflasi.
Belum lagi Pokja harus terbiasa dengan gajinya yang terpotong hampir separuh dengan tenor 25 tahun.
Belum lagi Pokja harus pasang pagar supaya rumahnya aman dan bebas dari kucing tetangga yang suka curi lauk di meja.
Ditambah ketika calon istrinya minta pindah tempat tinggal yang dekat tempat kerja.
"Mas, masa mas tega biarin adek pulang pergi kerja udah kaya dari Sabang pergi ke Merauke" Cuitan sang kekasih.Â
Pokja berpikir, "Benar juga ya, kenapa waktu itu cari rumah tidak bareng doi, aduh!" Â
Problem-problem lainnya mulai bermunculan yang menyebabkan, pindah rumah menjadi solusi yang terbaik. Padahal KPR saja belum lunas. Alamak!
Sudah lengkap penyesalannya. Pokja menyesal mengutamakan perasaan ketika mencari rumah. Ia mengabaikan hal-hal logis dan nalar. Pokja mengkhayal, kalau bisa pergi ke masa lalu, Pokja akan mendatangi dirinya di masa lalu, menabok pipinya dan berkata, "Pikir dulu baik-baik kalau mau beli properti yaaa!"
Pergumulan Mencari Solusi
Namun Pokja sadar bahwa mengkhayal bukanlah solusi, lumayan sebagai pelarian, tetapi bukan solusi. Cukup lama Pokja berpikir bagaimana menemukan solusi yang terbaik dari situasinya saat itu.Â
Setelah merenung selama tiga hari, Pokja sadar bahwa satu-satunya jalan keluar yang dapat ia lakukan adalah menjual rumahnya! Saat ini, ia tidak lagi melihat rumahnya sebagai pencapaian, melainkan sebuah beban.
Alasan Pokja sangat mulia, ia lebih peduli terhadap kondisi fisik dan kekasihnya, dibandingkan dengan kebanggaannya memiliki rumah.
Niatnya sudah bulat. Semangatnya sudah membara, semangat yang sama seperti ketika ia hendak mengajukan KPR rumah.
Lagi-lagi Pokja mulai mantengin OLX tapi kali ini bukan mencari, tetapi menawarkan. Ia menawarkan rumahnya baik lewat media online, melalui mulut ke mulut, di warung kopi, di tempat kerja, di group WA kampung, dan di rapat bapak-bapak komplek. Tanpa sadar Pokja telah menjadi sales properti yang handal.
Pokja perlu cepat, oleh karena itu ia menjual rumahnya dengan harga "BU". Rugi sedikit tidak apa, asal terjual.
Karena dijual dengan konsep BU dan gerilya marketing Pokja yang tiada henti, akhirnya usaha dan doa Pokja berbuah.
Masa Bahagia (2)
Suatu hari bapak RT datang ke rumah Pokja dan tertarik dengan penawaran Pokja. Entah mengapa, tanpa banyak pertimbangan, pak RT bersedia mengambil alih KPR rumah Pokja.
Prosesnya adalah, Pak RT dan Pokja pergi ke Bank untuk memindahkan KPR dari Pokja ke Pak RT. Prosedur pemindahan KPR disebut take over KPR. Pak RT mengganti uang muka rumah kepada Pokja dan melanjutkan cicilan KPR.
Ketika proses pemindahan KPR ke pak RT selesai, badan Pokja tiba-tiba terasa sangat ringan. Dadanya bak disiram air aqua dingin dan sakit kepalanya tiba-tiba sembuh.
Rupanya inilah kebahagiaan level 2.0 yang kembali dirasakan Pokja meskipun ia kehilangan rumah, ia mendapatkan kembali kehidupannya.
Selesai
Melalui pengalaman ini Pokja mendapatkan banyak pelajaran penting dan berharga mengenai rumah. Demikianlah beberapa pengalaman yang Pokja dapatkan:
Belajar dari Pokja
- Beli rumah tidak boleh hanya berdasarkan perasaan atau ego. Hal-hal logis yang bersifat data dan angka lebih dapat menjadi panduan dibandingkan dengan sekadar perasaan dan ego.
- Lokasi adalah pertimbangan utama ketika membeli rumah. Perhatikan jarak antara area aktivitas dan rumah, jangan sampai terlalu jauh sehingga menguras tenaga bahkan emosi.
- Jangan lupa meminta saran orang lain. Terkadang orang lain memiliki pandangan yang tidak kita miliki. Terutama berdiskusilah dengan istri atau calon istri sebelum memilih rumah. Pastikan pilihan rumah adalah keputusan dari hasil diskusi dari beberapa orang.
- Survei, survei, survei. Lakukanlah setidaknya sepuluh kali survei sebelum membeli rumah. Jangan cepat jatuh hati terhadap satu rumah. Setiap survei, Anda akan mendapatkan pengalaman baru yang dapat membantu Anda untuk memilih rumah.
- Bila belum mampu membeli rumah idaman, kontrak adalah solusi yang baik. Kontrak belum tentu rugi, KPR belum tentu untung. Bacalah artikel ini untuk dapat lebih memahami: KPR Rumah atau Kontrak? Mari Berhitung!
Demikianlah cerita pendek tentang Pokja dan pengalamannya dalam mencari rumah. Semoga kita semua dapat belajar lebih bijak dalam membeli rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H