Mohon tunggu...
Dani Ardiansyah
Dani Ardiansyah Mohon Tunggu... -

you need to serve in order to lead

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengingat Kematian Sebelum Datang Menjemput

4 April 2012   06:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:03 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan. Bayangkan sebatang dahan penuh duri tajam. Tersangkut di kerongkongan anda. Hingga tiap durinya menancap di semua syaraf yang ada di sana. Lalu dahan itu sekonyong-konyong dicabut paksa. Apa yang ikut tercabut bersama dahan itu?. Dan apa yang akan tersisa?. Begitulah gambaran sakitnya kematian menurut kitab Hilyatul Auliya Abu Nu’aim.

Bahwa setiap yang bernyawa pasti mati semua tahu. Bahwa segala yang memiliki awal pasti berakhir semua tahu. Bahkan “the oracle” di fim Matrix pun tahu itu. Kematian sejatinya adalah awal dari kehidupan baru. Paling tidak saya yang muslim percaya itu. Lalu untuk apa repot membicarakan kematian yang semua orang tahu?.

Berbicara soal kematian berarti berbicara soal hidup. Hiduplah yang mengantar kita pada kematian. Orang bilang tidak penting bagaimana cara kita mati. Bagaimana kita jalani hidup sebelum mati itu yang paling penting. Saya setuju dengan pernyataan yang kedua. Tapi benarkah kita tak perduli tentang bagaimana kematian menjemput kita?

Saya perduli. Saya ingin kematian yang damai. Kematian yang paling tidak menyakitkan. Kematian yang jauh dari tragedi. Kematian yang tidak menyisakan cerita seram setelahnya.

Tapi mungkinkah?. Ketika kematian memang diciptakan datang dengan rasa sakit. Rasa sakit yang melebihi 300 kali sayatan pedang. Rasa sakit yang sering kali terekam dalam wajahjasad yang telah ditinggal sang ruh.

Maka hidup penuh artilah yang dapat menolong. Hidup di jalan kebenaranlah yang dapat membantu. Meski tak mudah lepas dari cengkeraman silau dunia. Meski sulit keluar dari manisnya dosa.

Dan karena tiap saat bsa menjadi saat terakhir kita, so lets make every moment count .

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun