Bandar Lampung -- Anggota DPD RI Andi Surya kembali membuat onar di Lampung. Senator tersebut kembali menghasut warga agar melawan petugas dari PT. KAI (Persero) saat mereka ingin mengukur, dan mematok lahan milik negara yang pengelolaannya diserahkan kepada BUMN tersebut.
Dalam Kampanyenya untuk pencalonan dirinya menjadi anggota DPD RI tahun 2019, Andi Surya menemui warga yang menapati lahan milik PT. KAI di sekitaran rel kereta api Desa Haduyang, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Jumat (9/11/2018).
Dalam pertemuan dengan warga tersebut, Andi Surya selaku seorang Senator memberikan informasi palsu kepada masyarakat Natar tersebut. Senator asal Lampung tersebut menyampaikan bahwa bantaran kereta api merupakan lahan negara dan bebas yang bisa dimiliki siapa saja sesuai Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960. Padahal jika kita menghasi UUPA No 5 Tahun 1960 tersebut tidak ada peraturan yang menyebutkan bahwa bantaran rel bebas dimiliki siapa saja.
Selain itu Andi Surya selaku akademisi dari UMITRA Lampung tersebut menyampaikan bahwa pegawai kereta api itu hanya bertugas mengoperasionalkan kereta api. Dari situ sama saja menunjukan kualitas diri seorang Senator asal Lampung karena tidak paham aturan namun berani menyampaikan pendapat yang terbilang ngelantur.
Padahal Dalam dalam organisasi perusahaan seperti PT. KAI (Persero) didalamnya ada bagian-bagian yang bertugas di bagian masing-masing, salah satunya dari 9 Direktur yang ada dalam perusahaan tersebut salah satunya adalah Direktur Aset yang mana direktur tersebut di bentuk oleh Kementerian BUMN untuk turut menjaga, mengawasi, dan memberdayakan aset-aset tersebut.
Ditempat yang sama, Wahrul Fauzi Silalahi Caleg dari Partai Nasdem juga gagal memahami peraturan yang ada. Caleg tersebut menyampaikan bahwa tanah milik PT. KAI hanya 6 meter kiri dan kanan rel saja, sesuai dengan Undang-undang Perkeretaapian No 23/2007 dan Peraturan Pemerintah No. 56/2009. Padahal dalam UU Perkereta apian No 23/2007 dan PP No 56 Th 2009 tersebut menyebutkan bahwa 6 meter kiri dan kanan rel kereta api itu digunakan untuk operasional kereta api yang mana semua itu untuk keselamatan perjalanan kereta api. 6 meter kiri dan kanan rel kereta api itu adalah Rumija (Ruang Milik Jalan) dan Rumaja (Ruang Manfaat Jalan) yang mana digunakan untuk menjaga keselamatan kereta api sehingga tidak boleh ada banggunan di dalamnya.
Dari kedua tokoh lampung tersebut membuat Gerakan Masyarakat Peduli Aset Negara Lampung (GEMPAR Lampung) angkat bicara. Diwakili oleh Ardian Saputra selaku angota GEMPAR menyampaikan via telepon bahwa semua yang dikatakan Andi Surya dan Wahrul Fauzi Silalahi adalah salah besar. Beliau juga menyatakan bahwa masyarakat harus cerdas dalam menangapi masalah ini.
Selain itu perwakilan dari Gerakan Masyarakat Peduli Aset Negara Lampung juga menambahkan bahwa petugas PT. KAI (Persero) itu hanya menjalankan tugas pokoknya sebagai karyawan disitu. Karena berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara PT. KAI berhak memanfaatkan aset-aset miliknya untuk komersial.
Alumni Hukum UI tersebut juga menyampaikan bahwa masyarakat harus cerdas dalam menyikapi setiap calon angota dewan yang ingin memanfaatkan suaranya. Apalagi hanya dengan memelesetkan aturan-aturan dengan menjanjikan masyarakat dapat memiliki lahan tersebut tanpa harus membelinya.
Namun faktanya, masyarakat tidak akan pernah bisa menguasai aset milik negara tersebut. Apa lagi hanya dengan senjata Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960 yang selalu di banga-bangakan oleh Andi Surya. Padahal sebelum UUPA tersebut terbentuk status tanah milik PT. KAI tersebut sudah menjadi tanah negara yang penguasaanya diserahkan kepada BUMN tersebut.
Setelah Indonesia Merdeka, semua aset-aset perusahaan kereta api Belanda diambil alih oleh pemerintah indonesia dengan membayarkan ganti rugi terhadap semua aset-aset tersebut. Grondkaart digunakan untuk membedakan antara aset-aset perusahaan kereta api dengan tanah-tanah milik masyarakat.
Dalam FGD yang diselenggarakan di Grand Elty Krakatoa, Lampung Selatan pada Rabu 29 Agustus 2018, M. Noor Marzuki selaku eks Sekjen BPN menyampaikan dengan tegas bahwa Grondkaart sudah final dan menjadi salah satu bukti kepemilikan aset negara. Yang mana pengelolaanya sudah diserahkan kepada masing-masing perusahaan BUMN Seperti PT. KAI.
Beliau juga menanggapi tentang kabar yang beredar mengenai masyarakat yang menepati lahan selama kurun waktu tertentu dapat mengajukan permohonan penerbitan sertipikat, eks Sekjen BPN tersebut menyatakan bahwa permohonan pengajuan sertifikat harus memenuhi dua aspek yakni fisik dan aspek yurudis. Pengajuan sertifikat tidak boleh dilakukan terhadap lahan yang sudah ada pemiliknya atau lahan tersebut milik negara.
Noor Marzuki Menambahkan dengan tegas bahwa Grondkaart itu sudah final dan ini bisa dijasikan sebagai alat bukti kepemilikan lahan, bahkan Grondkaart sensiri bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan sertifikatkan lahan. Karena dalam Grondkaart semua sudah jelas dan memiliki kekuatan hukum materi dan administrasi serta telah ditandatangani oleh para pejabat berwenang pada saat itu.
Legalitas Grondkaart itu semakin kuat dengan putusan Rakernas BPN tahun 1991 di Bandung sehingga dapat dijadikan sebagai yuris prodensi untuk melengkapi aspek yuridis kekuatan hukum Grondkaart bahwa tanah-tanah yang terurai dalam Grondkaart merupakan aktiva tetap Perumka (PT. KAI). Â Diperkuat lagi dengan adanya surat Menteri Keuangan Kepada Kepala BPN No. S-11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995 yang menyebutkan bahwa Grondkaart merupakan alas bukti kepemilikan aset oleh perumka yang mana saat ini telah berubah namanya menjadi PT. KAI (Persero).
Dari peraturan yang termuat di atas sudah jelas bahwa selama ini masyarakat dibodohi oleh oknum tidak bertanggung jawab tersebut, dengan memelesetkan peraturan yang ada tentu itu bukan sosok kesatria dari DPD RI.
Dari kejadian ini di himbau untuk seluruh masyarakat Lampung jangan mau dimanfaatkan untuk kepentingan politik tahun 2019 kelak. Karena Lampung butuh pemimpin yang dapat membawa perekonomian masyarakat lebih baik bukan justru menjual isu tanah negara kepada masyarakat.
Kata Mutiara Najwa Shihab : Segelintir oligarki yang menguasai aset negara, sudah waktunya dihukum keras dengan mosi tidak percaya.
Gerakan Masyarakat Peduli Aset Negara Lampung (GEMPAR Lampung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H