Mohon tunggu...
Humaniora

Suarakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa di KLHK, For Bali Desak Presiden untuk Lindungi Keanekaragaman Hayati Perairan Teluk Benoa

10 Januari 2016   18:35 Diperbarui: 15 Juli 2016   14:52 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden RI dalam pidatonya di sidang konvensi perubahan iklim (UNFCCC) mengatakan bahwa 60% masyarakat Indonesia hidup di wilayah pesisir dan memiliki kerentanan dari dampak perubahan iklim. Untuk mengatasinya, Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29% dibawah business as usual pada tahun 2030, atau 41% dengan bantuan internasional. Di dalam pidatonya, Presiden Jokowi juga menyatakan penurunan emisi dilakukan dengan mengambil berbagai langkah termasuk dengan cara melakukan perlindungan keanekaragaman hayati laut.

   

 

Saat Presiden menyampaikan pidato, kawasan perairan Teluk Benoa, Bali sedang menghadapi ancaman dari rencana reklamasi seluas 700 hektar. Teluk Benoa sendiri merupakan kawasan perairan dengan ekosistem pesisir yang sempurna yakni terdapat mangrove, padang lamun dan disisi luar teluknya terdapat terumbu karang. Di dalam jejaring konservasi perairan di Bali, ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan sekitarnya seperti Sanur, Serangan, Nusa Dua memiliki keterkaitan yang erat dengan kantong-kantong keanekaragaman hayati perairan pesisir Kawasan Candidasa dan Kawasan Nusa Penida. Konservasi ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan sekitarnya akan semakin memperkuat ketahanan dan kelentingan (resistance and resilience) ekosistem pesisir Pulau Bali secara keseluruhan.

 

 

 

Kawasan perairan pasang surut Teluk Benoa juga merupakan wilayah penting bagi burung-burung lintas benua yang melintas di sepanjang timur Asia dan Australia serta Pasific (EAAF) karena Teluk Benoa merupakan tempat untuk beristirahat dan makan bagi burung-burung tersebut. Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), burung dan habitat dari EAAF adalah warisan alam bersama bagi 22 negara, dan masing-masing negara memiliki hak untuk berbagi tanggung jawab dalam upaya pelestarian atau menerima kerugian apabila populasi burung migran menjadi hilang sebagai akibat dari kerusakan permanen situs EAAF ini di Teluk Benoa, Bali.

ForBALI
ForBALI
 

 

“Fakta-fakta tersebut menunjukan secara jelas bahwa Teluk Benoa kaya dengan keanekaragaman hayati. Hal tersebut harus diketahui oleh masyarakat dan juga pemerintah karena selama ini investor selalu menyatakan Teluk Benoa tidak memiliki keanekaragaman hayati. Jika reklamasi Teluk Benoa dipaksakan maka Negara akan mengalami kerugian besar karena harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan tentu saja komitmen Indonesia untuk melindungi keanekaragaman hayati gagal terwujud jika mendukung praktik pembangunan yang merusak seperti rencana reklamasi Teluk Benoa”, ujar Koordinator ForBALI, Wayan Gendo Suardana.

 

 

Dengan situasi tersebut, Presiden Joko Widodo, menurut Wayan Gendo Suardana, harus segera mencabut Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 yang dijadikan dasar untuk mereklamasi Teluk Benoa, karena Perpres tersebut bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam upaya perlindungan kawasan lautnya. “Pencabutan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 adalah langkah cepat menghentikan reklamasi Teluk Benoa untuk menghindarkan penghancuran keanekaragaman hayati ekosistem pesisir Teluk Benoa”, desak Gendo.

 

 

Disela-sela climate art yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Iklim Global, Suriadi Darmoko, Direktur Eksekutif WALHI Bali menyatakan kebijakan reklamasi Teluk Benoa yang dipaksakan dengan mengubah status Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi non-konservasi. Hasil penelitian WALHI menunjukkan kebijakan reklamasi Teluk Benoa tersebut berpotensi menghambat komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon. “Rencana reklamasi Teluk Benoa juga akan menghambat pencapaian Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29% dibawah business as usual pada tahun 2030, atau 41% dengan bantuan internasional, harapan tersebut pasti gagal tercapai jika reklamasi di Teluk Benoa di paksakan. Salah satu solusi untuk mencapai komitmen Indonesia tersebut adalah membatalkan rencana reklamasi Teluk Benoa”, ujar Suriadi Darmoko.

 

Climate Art dengan tema “dari Indonesia untuk Dunia” yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang selama ini memiliki perhatian dalam penyelamatan hutan dan iklim global tersebut, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan sosial yang disuarakan oleh seluruh masyarakat internasional yang memperjuangkan keadilan iklim demi generasi hari ini dan generasi yang akan datang. Ini merupakan bagian dari peran yang diambil oleh masyarakat sipil di Indonesia dalam upaya penyelamatan hutan dan iklim global, yang tentulah diharapkan bagian dari solusi Indonesia terhadap persoalan perubahan iklim dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun