Setiap kali mendengar nama Ullen Sentalu, bayangan sebuah tempat yang sunyi, misterius, dan penuh teka-teki mendadak menyesaki kepala. Kenyataan bahwa pengunjung tidak diperbolehkan mengambil foto di dalam museum menambah kesan misterius yang sudah melekat sebelumnya. Rasa penasaran semakin tumbuh tak terkira. Kini saatnya untuk membuka tabir misteri tersebut.
Di suatu pagi yang mendung, saya berdiri di depan pintu loket Museum Ullen Sentalu. Pohon besar di kanan dan kiri dengan daun lebat meneduhi jalan menuju loket. Hawa dingin menyeruak karena matahari enggan menampakkan batang hidungnya. Ditambah lagi museum ini terletak di Kaliurang yang hanya berjarak 7 km dari puncak Gunung Merapi.
Suasana pagi itu cukup sepi. Hanya ada saya dan Febbi sebagai pengunjung. Kami berjalan menuju loket ketika seorang petugas menghampiri. Dengan ramah, ia meminta kami memindai sebuah barcode dan mengisi data tamu.
Selesai mengisi data diri, kami dipersilakan menuju ke loket. Sebuah ruang dengan interior minimalis dengan kaca-kaca besar sebagai dindingnya. Ruangan loket ini menghilangkan kesan wingit yang saya dapat di muka.
Ada dua macam tour yang ditawarkan: Adiluhung Mataram dan Vorstenlanden. Dalam tur Adiluhung Mataram para pengunjung akan diajak mengenali kisah para darah biru mataram. Sementara tur Vorstenlanden membawa pengunjung ke masa emas Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Selain itu, pengunjung juga akan diajak melihat koleksi pakaian hasil akulturasi tiga budaya: Jawa-Tionghoa-Eropa.
Setelah menebus tiket tur Vorstenlanden seharga Rp100K, kami diarahkan ke sebuah ruang tunggu yang berada di samping atas. Saya mengedarkan pandang dan mendapati beberapa pengunjung yang juga sedang menunggu. Tur ini hanya bisa dilakukan dengan minimal 10 orang. Karena kami hanya berdua, maka kami harus bergabung dengan rombongan lain agar kuota terpenuhi.
Sekira lima belas menit menunggu, satu persatu nama kami dipanggil seperti seorang guru mengabsen murid-muridnya. Mbak Juni yang menjadi pemandu kami membagikan mantol plastik untuk dikenakan apabila hujan mengguyur di tengah tur.
Sebelum memulai tur, kami dibawa ke sebuah area lapang bernama Pelataran Tawang Turgo. Replika relief candi Borobudur menghiasi salah satu dinding pelataran ini. Di salah satu ujung pelataran terdapat dua patung wanita membawa sesaji. Di belakangnya tersaji kolam air dipenuhi bunga teratai putih. Suara gemericik air terjun buatan menggema di pelataran yang juga digunakan sebagai altar tari.
Suasana Museum Ullen Sentalu yang tenang menimbulkan rasa damai dalam pikiran. Rimbunnya pepohonan dan tanaman seolah menjadi benteng pemisah dengan dunia luar. Bayangan hiruk pikuk kota Jogja seolah menguap begitu saja dari kepala.