Seorang pria berkacamata, rambut keriting panjang yang diikat, mengenakan kaos dalam dan tanpa alas kaki melompat keluar dari dalam rumah bergegas menyambut kami.Â
Senyum ramahnya mengembang. Ia lah sang Putra Petir, Ricky Elson, yang sempat menghebohkan nusantara dengan mobil listrik buatannya. Ia lalu menyalami kami satu persatu sembari mengajak duduk di bangku teras. Kami pun mengutarakan alasan kunjungan ke Ciheras.
Nama Ciheras sebelumnya cukup asing di telinga saya. Tak banyak yang saya tahu tentang tempat kecil di pesisir selatan Tasikmalaya ini. Bahkan setelah saya mencari tahu dari internet, tetap saja masih ada tanda tanya besar di benak, "Seperti apa Ciheras dan ada apa di sana?"
Padepokan Para Pembelajar
Setelah perjalanan panjang dan melelahkan selama 18 jam, akhirnya kami tiba di Ciheras. Tempat ini begitu sederhana. Beberapa bangunan dari kayu berdiri berdekatan satu sama lain di atas lahan seluas 1,8 hektar.
Setiap tempat memiliki fungsinya masing-masing, mulai dari tempat untuk berkumpul dan berdiskusi, kamar, dapur, hingga bengkel. Tak lupa di sini terpancang beberapa kincir angin yang sedang ia kembangkan.
Lentera Bumi Nusantara, nama yang ditorehkan untuk padepokan ilmu pengetahuan kecil nan sederhana ini. Dari tepi pesisir selatan Jawa Barat inilah Ricky Elson membangun tempat untuk mewujudkan impiannya membangun negeri. Di Ciheras, siapa saja diterima dengan tangan terbuka.Â
Terlebih bagi mereka yang haus ilmu pengetahuan dan ingin menciptakan sesuatu. Bekal pengalamannya bekerja di negeri Sakura selama empat belas tahun agaknya ingin ia tularkan kepada para pembelajar yang singgah ke tempat ini.
Namun sepertinya keterbatasan itu lah yang ingin ia ajarkan kepada para pembelajar di Ciheras ini. Ia ingin agar mereka tetap berkarya dan mencipta walau dalam keterbatasan.
Hal ini sama seperti sebuah scene dalam film Iron Man di mana Tony Stark menciptakan cikal bakal baju Iron Man di dalam gua hanya dengan alat seadanya. Mungkin semangat pantang menyerah inilah yang berusaha ia tularkan.
"Tidak ada batasan yang diberikan oleh mas Ricky," ungkap Alam, salah satu mahasiswa. Di sini mereka diberikan kebebasan untuk mencipta apa saja yang mereka inginkan. Bahkan mereka sendiri lah yang menentukan jadwal sehari-hari. Mereka hanya diwajibkan untuk menulis laporan harian tentang apa yang mereka lakukan setiap harinya.