Mohon tunggu...
Ardian Nugroho
Ardian Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis dan memotret menjadi cara saya untuk berbagi kesenangan dan keindahan alam dan budaya negeri.

Blog: www.ardiannugroho.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Bahasa Isyarat Bersama Sahabat Tuli Salatiga

27 April 2016   07:34 Diperbarui: 28 April 2016   01:40 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sala-34-5721077f0d97739c0b9f6cb8.jpeg
sala-34-5721077f0d97739c0b9f6cb8.jpeg
Dewi sedang mengajarkan alfabet dalam bahasa isyarat kepada pengunjung

Indonesia mempunyai tiga macam gerakan yang digunakan untuk bahasa isyarat. Ada Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI), Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) atau disebut juga bahasa dua tangan dan American Sign Language (ASL). Yang terakhir adalah bahasa internasional - mereka menyebutnya bahasa satu tangan.

Pada prakteknya, BISINDO lebih banyak digunakan oleh orang tuli dibandingkan SIBI, walaupun SIBI ditetapkan oleh pemerintah untuk diajarkan di SLB Negeri. Kemudahan untuk dipahami menjadi alasan utama. Puhan menerangkan jika pembuat bahasa isyaratdari kedua jenis bahasa tersebut yang menjadi salah satu penyebabnya. SIBI dibuat oleh orang yang bisa mendengar, sedangkan BISINDO dibuat dari gerak tubuh penyandang tuli. Selain itu, gerakan dalam BISINDO mempunyai kemiripan dengan penggambaran dalam kata sehingga lebih mudah untuk dipelajari. Mengacu pada alasan tersebut, Kelas Bahasa Isyarat di Sarang Lebah juga memilih untuk mengajarkan BISINDO daripada SIBI.

Sama seperti bahasa verbal, bahasa isyarat juga selalu berkembang. Ada gerakan isyarat baru yang selalu muncul dalam setiap perkembangannya. Gerakan isyarat yang baru ini disebut dengan bahasa budaya karena gerakannya berbeda-beda untuk setiap wilayah. Sebagai contoh, untuk isyarat kata nenek, Adi menggunakan gerakan menyentuhkan punggung jari telunjuk kanan ke pipi kanan. Sedangkan Sudi menggunakan gerakan jari telunjuk dan ibu jari yang ditempelkan di dekat bibir bagian bawah.

Memang jumlah mereka sedikit, tapi bukan berarti mereka tidak berhak mendapatkan layanan yang sama bukan? Beruntung bagi mereka yang walau tuli tapi masih bisa membaca dan menulis. Namun jangan tanya soal tata bahasa mereka. Saya ingat cerita Puhan tentang betapa bingungnya dia saat menerima SMS dari orang tuli. Pesan yang diterimanya seperti sebuah sandi rahasia yang harus dipecahkan untuk mengetahui isi dan maksudnya. Biasanya kata-kata tersebut tidak berada dalam susunan yang tepat. Ditambah lagi orang tuli tidak mengenal kata imbuhan.

Saya belajar banyak hal dari Sahabat Tuli Salatiga. Selain bahasa isyarat, mereka juga mengajarkan saya betapa bisa mendengar merupakan sebuah nikmat dari Tuhan. Betapa tidak? Kita bisa mengenali berbagai macam suara yang berbeda-beda, entah suara yang indah atau menjengkelkan. Bahkan, kita juga bisa mengenali sesuatu, dan juga seseorang, hanya melalui suaranya saja. Ambil contoh saja suara binatang. Kita bisa mengenalinya hanya dengan mendengar suaranya saja. Sungguh luar biasa kan?

Melihat antusiasme saya, Dewi kembali menawari saya belajar bahasa isyarat sesi kedua. Kali ini dia akan mengajarkan frasa dan kalimat sederhana. Berbeda dengan sesi pertama, di sesi kedua ini saya butuh waktu lebih lama untuk merekam gerakan yang dibuat oleh Dewi sebelum memeragakannya sendiri. Kepala saya mendadak pusing menerima begitu banyak bahasa isyarat yang diajarkan dalam waktu singkat. Namun saya tetap menikmati pelajaran bahasa isyarat yang diberikan. Mereka juga terlihat bersemangat dan senang manakala bisa mengajarkan bahasa isyarat kepada pengunjung yang datang. Karena bagi mereka bisa mengajarkan bahasa isyarat adalah sebuah bentuk penghargaan. Tanda bahwa mereka diterima oleh publik.

Tertarik untuk belajar bahasa isyarat bersama Sahabat Tuli Salatiga? Datang saja ke Sarang Lebah setiap hari Sabtu jam 3-6 sore! Kalian bisa belajar bahasa isyarat sambil ngeteh di sini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun