Mohon tunggu...
Ardian Kusuma
Ardian Kusuma Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Travel blogger yang aktif menulis di www.ardiankusuma.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Review Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody

13 Juli 2017   10:37 Diperbarui: 13 Juli 2017   11:09 9373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Review Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody| Dokumentasi Filosofi Kopi

"Ada satu filosofi yang tidak pernah ditulis, tapi selalu ada dalam setiap cangkir yang ada di kedai ini. Setiap hal yang punya rasa, selalu punya nyawa."

Sebelum menonton kelanjutan film Filosofi Kopi (2015) arahan sutradara yang sama Angga Dwimas Sasongko, pada gala premier minggu lalu. Boleh dibilang juga, bahkan jauh sebelum saya duduk di kursi studio bioskop menyaksikan kelanjutan film ini. Pikiran saya selalu beranggapan bahwa alur cerita film kedua ini pasti hanya soal cerita petualangan kedua sahabat dengan Volkswagen Combi yang dibeli untuk menggantikan kedai mereka yang ditutup. Ternyata saya salah.

Masih selalu teringat ending dari kisah pertama mereka. Ben (Chicco Jericko) yang "kembali" dari kampung halaman. Kembalinya Ben tersebut adalah atas dorongan ayahnya agar kembali mencintai profesinya. Sampai di Jakarta Ben terkejut dengan sudah ditutupnya kedai Filosofi Kopi. Ben semakin terkejut dengan Jody (Rio Dewanto) yang datang dengan mobil yang dimodifikasi menjadi kedai kopi berjalan. Ya, Jody ingin mewujudkan mimpinya untuk berpetualangan keliling Indonesia untuk menyebarkan kenikmatan biji kopi Perfecto, Tiwus dan bahkan Lestari yang ia sebut sebagai "Kopi Terbaik".

Ending itulah yang menjadi pakem saya menghakimi film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody. Seakan saya lupa, dari judulnya saja sudah ada embel-embel "Ben & Jody" bukan "Keliling Indonesia", "Kopi Nusantara", "Kopi Petualangan" dan lain sebagainya. Kata Ben & Jody ini ternyata begitu penting. Film ini lebih ditujukan kepada kehidupan kedua sahabat ini. Yang lebih intensakan kita dapatkan pada film kedua.

Angga Dwimas Sasongko ternyata memang begitu cerdik memainkan peran sebagai sutradara yang tidak dapat diragukan lagi kualitasnya. Menurut kabar dari dia, dia membuat sayembara mengenai alur cerita Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini. Terpilihlah dua pencerita yang dianggap layak. Perpaduan cerita dengan Angga Dwimas Sasongko sebagai peracik akhirnya menghasilkan sekuel yang ciamik. Perpaduan kisah yang enak dinikmati, penuh humor, emosional dan memberi kesan di hati bahkan sampai lampu studio menyala kembali menandakan film ini telah usai.

Kita akan mendapatkan keasikan petualangan kedua sahabat ini di awal-awal film dengan Volkswagen Combi mereka. Kalau kalian seorang traveler, awal film adalah deretan destinasi yang mungkin menjadi destinasi impian yang ingin kalian singgahi. Beberapa daerah di Indonesia akan mereka jelajahi. Tempat-tempat dimana beberapa biji kopi terbaik hadir. Kalau boleh saya membocorkan satu daerah tersebut. Alasannya adalah karena sepertinya tempat tersebut bukan rahasia lagi. Daerah tersebut adalah Jogja, tempat dimana salah satu cabang Filosofi Kopi mereka berdiri. Boleh kalian baca kisahnya disini Kedai Filosofi Kopi Jogja.

Namun bukan kisah petualangan mereka dengan Combi yang memberi kesan mendalam setelah menyaksikan film ini. Seperti yang saya tulis sejak awal. Kisah kedua sahabat inilah yang justru sangat harus kalian simak lebih. Awal mulanya persoalan di film ini adalah gagasan dari Ben yang ia sampaikan kepada Jody soal keinginannya membuka kedai kembali. Jody kemudian teringat kembali kedai "kepala naga" mereka di Melawai, Jakarta yang ternyata harga buyback-nya tidak masuk nalar. Lalu munculah Tarra (Luna Maya) yang secara tiba-tiba menjadi penolong. Lalu Brie (Nadine Alexandra) juga muncul dengan memberi cerita baru yang menguji persahabatan Ben dan Jody.

Intrik penuh intrik bergantian muncul diantara Ben dan Jody, semuanya menguji persahabatan mereka. Bahkan intrik tersebut semakin bertambah saat pemilik baru Filosofi Kopi ingin mengekspansi kedai mereka di beberapa daerah di Indonesia. Intrik semakin ruwet dan seperti benang kusut yang saya sendiripun gemas dengan cara berpikir kedua orang keras kepala ini. Rasa-rasanya ingin saya menonjok salah satu atau kedua orang ini.

Sisi lain menariknya film ini adalah bermunculannya biji kopi terbaik baru selain Perfecto, Tiwus dan Lestari yang sudah biasa dinikmati di kedai asli mereka. Edukasi tentang kopi juga diselipkan dengan cara sederhana di film ini sehingga orang awam seperti saya dengan mudah paham. Akan ada juga sederet musisi yang menyumbangkan lagunya menjadi pengiring sepanjang film, kalian dipastikan akan mengalami eargasm.

Menurut saya, Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini adalah film semi-musikal. Standing Applauseuntuk Angga Dwimas Sasongko yang menghadirkan sebuah film yang sangat komplit ini. Hanya satu hal yang ingin saya lakukan setelah menyaksikan film ini. Ngopilalu memahami filosofinya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun