by Ardiana
Bucin bukan lagi hal aneh. Serba-serbi kehidupan kita saat ini sering mengadaptasi kebiasaan tersebut untuk menunjukkan perasaan sayang pada pasangan.
Tentu itu bukan masalah. Jika pasangan kamu memberi perhatian seperti; membawakan martabak setiap malam minggu, memberikan hadiah saat kamu ulang tahun; menjemput setiap pulang kerja; menyenangkan dan membuat kamu bahagia; dst.
Jika bucin yang terjadi masih dalam konteks menyanyangi dan saling memberi perhatian itu malah akan menjadi kebutuhan psikologis kamu. Tapi yang menjadi masalah adalah ketika bucin merangkak jauh dan terlalu parah sehingga menjadi toxic.
Saya setuju jika ”toxic” akan merubah kamu secara fisik dan psikis. Bukan lagi relationship yang penuh dengan janji muluk-muluk dan akhirnya tidak terealisasi. Lebih parah dari itu hubungan ber-toxic akan memberi dampak negative yang berkepanjangan.
Setidaknya ada 3 kategori suatu hubungan dikatakan toxic
1. Pembunuhan Karakter
Pasangan kamu akan menggiring cara kamu bersikap dan berpendapat. Dia ingin mengintrepetasikan ideologinya (sikap-sikapnya) pada kamu. Kesan yang ditangkap bukanlah mendidik tapi lebih ke membatasi. Bisa jadi dia memberi alasan-alasan masuk akal. Tanpa disadari kamu menyetujuinya karena terpaksa, takut merasa bersalah, atau takut menyinggung perasaannya.
Misal situasinya seperti ini:
“Sebagai cewek kamu harus hati-hati. Gak baik loh terlalu membuka diri ke orang asing.” Ini adalah aksi mengerdilkan kepercayaan diri kamu secara halus jika kemudian terdapat paksaan-paksaan. Padahal kamu sendiri juga sudah mempunyai etika dan batasan dalam bergaul.
Atau yang lebih mudah begini:
“Kamu lebih cantik kalau nggak pakek kerudung tahu. Lebih enak dipandang.” Jelaskan pembunuhan karakternya? Bagi perempuan berhijab yang terjebak dalam kalimat itu. Tidak usah pikir panjang. Langsung tinggalkan saja orang macam itu!
2. Mengendalikan Tanpa Diketahui
“Aku bersikap begini. Karena aku sayang sama kamu.” Kalimat tersebut masih relevan dengan point pertama. Lanjaran yang sering digunakan adalah “sayang” atau “demi kebaikan kamu.” Alih-alih melakukan ini itu “demi kebaikan kamu” yang terjadi adalah dia sedang mengendalikan keinginan dan tujuanmu. Misi ini akan sangat sukses jika kemudian kamu mencintainya secara melankolis bukan realistis.
3. Cemburu dan Agresif dalam Berperilaku
Cemburu adalah hal yang lumrah dalam suatu hubungan. Tapi cemburu berlebihan yang dibarengi dengan perilaku agresif, itu dia hal yang parah.
Dari cemburu seseorang bisa sangat sensitive. Dari sensitive seseorang bisa bersikap agresif. Dari agresif kamu akan menjadi objek kekerasan.
Dunia kita yang luar biasa mengenal istilah KDP (Kekerasan Dalam Pacaran) jadi sekarang bukan hanya KDRT saja yang hits.
Menurut data yang dirilis oleh Komnas Perempuan, kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), di tahun ini (2019) KDP meningkat menjadi dari 2.073 kasus dibandingkan tahun 2017 sebesar 1.873 kasus. Angka kekerasan dalam pacaran yang terus konsisten tinggi patut menjadi perhatian.
Dalam konteks KDP ini bisa jadi dia menyalahkan kamu untuk dirinya. Agar dia merasa aman. Egois? Iya, namanya juga toxcid.
Meski KDP adalah hal yang mutlak salah dan harus segera ditinggal. Bahkan mesti ditindaklanjuti secara hukum. Kita tidak bisa serta merta membodohkan seseorang yang tetap bertahan ketika mendapat kekerasan dari pasangannya. Bisa jadi dia memiliki pertimbangan dan latar belakang yang rumit. Misal alasannya bertahan karena si pasangan adalah satu-satunya orang yang dia punya. Jika dia melawan ada kekhawatiran ditinggalkan sehingga dia akan hidup sendiri. Dan itu membuatnya lebih sengsara.
“Dia cuma kebetulan lagi marah aja. Biasanya nggak kayak gitu kok.” Sedih kan kalau mendengar orang berdalih seperti itu padahal dia sudah kesakitan.
Jadi untuk kamu yang masih disayangi banyak orang. Punya ayah, ibu, saudara, temen, dsb. Jangan kekeh mempertahankan pasangan macam itu. Jangan bodoh!
Racun tidak akan pernah menyembuhkan. Mengantisipasi tentu hal terbaik yang bisa dilakukan. Untuk itu saya punya beberapa saran untuk dipertimbangkan.
Jika kamu masih di bawah 17 tahun saya rasa belum waktunya untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Fokus saja pada sekolah, hobi, atau apapun untuk mengembangkan diri.
Jika kamu di usia 17 tahun ke atas dan mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis. Jangan menjadi orang yang tergesa-gesa. Tidak memiliki pacar juga bukan masalah besar untuk kamu.
Jika kamu sudah berusia 21 tahun ke atas dan sudah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Jangan takut untuk menentukan kriteria idealmu. Jangan takut untuk bilang “Tidak”. Dan yang lebih penting jangan takut menanyakan keseriusannya. Mendapatkan pasangan secara tepat bukan secara cepat. Kamu bertanggung jawab untuk kebahagiaan kamu sendiri.
Yuk sebarkan artikel ini ke temen-temen kamu. Grup whatsapp keluarga, grup kelas, grup hangout, atau apapun terserah. Semoga isinya bisa menginspirasi!
Follow akun kompasiana penulis yuk dan jangan lupa juga instagramya di @astrianap4
Terimakasih:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H