Mohon tunggu...
Ardhita Yuliana
Ardhita Yuliana Mohon Tunggu... -

semangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PENGEMIS, PILIHAN ATAU PROFESI

21 Mei 2014   03:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 28A Undang-undang Dasar 1945, menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”, sedangkan dalam Pasal 28D ayat (2) menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Dalam Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Lalu, bagaimana dengan pengemis yang ada di sekitar kita?

Dalam permasalahan mengenai pengemis, pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi jumlah pengemis yang ada. Dari melakukan razia di lokasi yang sering di di jadikan tempat “mangkal” sampai memasang plang himbauan untuk tidak memberi uang kepada para pengemis. Bahkan masyarakat terancam mendapat denda jika ketahuan memberikan uang kepada pengemis di jalan. Memang terlihat keterlaluan dengan adanya larangan memberi uang pada pengemis. Hal ini tentu membuat masyarakat menjadi bimbang, ingin berbagi tetapi dilarang. Walaupun tujuan dari untuk tidak memberikan uang pada pengemis supaya jumlah pengemis yang ada berkurang. Namun, kenyataannya masih saja banyak pengemis yang berkeliaran yang menjamur di tempat-tempat umum bahkan sampai di instansi pendidikan seperti sekolah dan kampus-kampus.

Saat ini, mengemis bukan sebagai pilihan terakhir karena susahnya mencari kerja tapi mengemis sudah di jadikan sebagai profesi. Beberapa tahun silam, saya pernah bertanya kepada salah satu pengemis yang ada di Pasar Bringharjo. Pengemis tersebut sudah ada sejak saya belum sekolah sampai saat ini. Suatu ketika saya secara tidak langsung bertanya kepada penjaga toko yang berjualan di sana tentang pengemis tersebut. Kenapa sekian lama bertahan sebagai pengemis dan pendapatnya perhari. Sungguh mengejutkan ketika mengetahui bahwa untuk pendapatanya saja bisa mencapai Rp300.000,- sampai Rp500,000,- tergantung ramai tidaknya. Walaupun demikian, pengemis tidak bekerja sendirian karena pengemis tersebut bekerja secara terorganisir. Tentu setiap wilayah ada pemimpinya. Untuk pendapatan entah berapa persen uang bersih yang mereka terima.

Menjelang bulan puasa yang di perkirakan jatuh pada bulan Juli, jumlah pengemis akan meningkat seperti tahun-tahun sebelumnya. Tentu keberadaan pengemis cukup meresahkan dan mengganggu kenyamanan. Pemerintah perlu usaha keras untuk mengatur pengemis yang jumlahnya membludak pada saat bulan puasa. Lalu, langkah apa yang aka di ambil pemerintah guna menyikapi hal tersebut? Masyarakat juga perlu ikut berperan, dengan tidak memberi sedekah pada pengemis. Kalaupun ingin memberi sedekah dapat dilakukan pada pihak yang memang terjuan dalam penyaluran uang sedekag tersebut, seperti dompet duafa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun