Ekstrakurikuler Paskibra merupakan salah satu ekstrakurikuler yang banyak diminati di SMP saya dulu. Pada awalnya saya tidak memiliki basic di dunia baris berbaris, namun kala itu Paskibra membuat saya seolah jatuh cinta pada pandangan pertama. Demo ekstrakurikuler adalah awal perkenalan saya dengan Paskibra, kala itu ekstrakurikuler Paskibra tampil sangat nyentrik di lapangan menampilkan gerakan baris berbaris juga variasi formasi yang sangat kreatif dan kompak sekali. Selain itu kostumnya yang gagah dan penuh aksesoris menambah daya tarik dari penampilan mereka. Bagi saya—murid yang baru saja meninggalkan seragam merah putih—tentu saja sangat terpukau dengan penampilan mereka karena belum pernah saya temukan sebelumnya ketika SD dulu. Saya juga penasaran bagaimana gerakan mereka bisa kompak dengan berbagai gerakan yang banyak dan cukup rumit. Juga riuh rendah tepukan tangan dan seruan para penonton saat itu, menambah keinginan saya untuk tergabung dalam ekstrakurikuler Paskibra agar bisa juga merasakan apresiasi penonton yang tampak sangat terpukau.
Mungkin sudah banyak dari kita yang sering mendengar kata “Paskibra”. Dalam benak orang awam mungkin akan terlintas barisan para petugas pengibar bendera dengan pakaian putih-putih, scraf merah putih di leher, bersepatu pantovel hitam mengkilat, perempuan dengan rambut pendek di bawah telinga sedangkan laki laki dengan rambut cepak khas para tentara serta mengenakan peci hitam dengan pin garuda sebagai pemanisnya. Bayangan yang demikian tidaklah salah, namun dewasa ini Paskibra telah berkembang dengan pesat. Di sekolah-sekolah Paskibra telah diadakan menjadi ekstrakurikuler sebagai salah satu upaya pembinaan bela negara siswa.
Paskibra adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera. Paskibra merupakan organisasi atau ekstrakurikuler yang terdapat di hampir seluruh sekolah di Indonesia saat ini. Kegiatan yang dilakukan oleh Paskibra meliputi kegiatan baris berbaris, pelatihan kedisiplinan, dan pelatihan kepemimpinan. Selain itu, Paskibra juga bertugas untuk mengibarkan bendera merah putih pada upacara bendera di sekolah pada setiap hari Senin. Paskibra juga terdapat pada tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, dan nasional. Banyak dari masyarakat yang menyamakan Paskibra dan Paskibraka, sebenarnya keduanya berada pada level berbeda. Paskibraka adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang bertugas pada upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Sehingga bendera yang dikibarkan ialah bendera pusaka/bendera replika yang khusus hanya dikibarkan di istana negara pada saat 17 Agustus.
Pada awalnya saya memandang Paskibra hanya sebatas sebagai petugas pengibar bendera. Setelah saya masuk ekstra Paskibra barulah saya mengetahui bahwa anggapan saya tersebut salah. Ekstra ini mempertemukan saya dengan berbagai macam kegiatan yang tentunya mengasah softskill dan hardskill saya yang berguna ketika menghadapi kehidupan sosial. Selain kegiatan pelatihan baris berbaris sebagai agenda utama kami, kami juga mengikuti kegiatan Komba Keterampilan Baris Berbaris (LKBB) sebagai implementasi dan ajang unjuk diri.
Mengikuti Paskibra tentu saja membuat saya sangat akrab dengan terik matahari di siang bolong, panasnya lapangan semen sekolah saya yang seolah ingin melepuhkan telapak tangan saya ketika Push Up, juga keringat yang selalu mengucur sesekali membuat mata saya perih karena tidak boleh membuat gerakan tambahan ketika dalam sikap siap. Kulit tangan dan wajah yang belang seolah menjadi ciri kami sebagai anak Paskibra. Di lapangan, kami dididik selayaknya pada latihan militer. Mulai dari Push Up, Sit Up, Back Up, Pull Up, hingga lari keliling lapangan sambil menyanyikan yel-yel penyemangat.
Menyengat, seru sekaligus melelahkan mungkin yang dapat saya gambarkan pada saat itu. Pembinaan fisik seorang Paskibra sangatlah diperhatikan, baik anggota laki-laki maupun perempuan. Bahkan saat mendekati perlombaan, kami yang tergabung pada pasukan lomba tidak diperkenankan untuk minum es dan makan makanan pedas untuk menjaga stamina kami saat di lapangan. Apabila ketahuan maka kami akan mendapatkan hukuman. Pelatih saya saat itu berpesan bahwa es dan pedas dapat mengurangi performa kita karena dapat membuat nafas menjadi lebih pendek, mudah berkeringat, dan mudah capek. Menahan godaan untuk menghindari 2 hal kesukaan saya itu tentu menjadi tantangan tersendiri. Tak jarang, saya kerap sembunyi-sembunyi membeli es dan jajanan pedas di sekolah. Biasanya saya lancarkan aksi saya tersebut dengan menitip jajan pada teman saya supaya tidak ketahuan jika saya pergi ke kantin. Namun, hal tersebut ketahuan juga ketika di lapangan. Entah ada yang sengaja diam-diam melaporkan pada pelatih saya atau efek yang saya rasakan seperti mudah berkeringat dan nafas saya mudah sekali habis setelah lari keliling lapangan.
Bagi anggota yang tergabung dalam pasukan lomba membuat frekuensi latihan kami turut bertambah yang semula 1x dalam seminggu bisa bertambah 3x dalam seminggu, atau bahkan bisa setiap hari jika sudah mendekati H-lomba. Hal tersebut tentu bertujuan agar latihan kami lebih intens untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pulang sore bahkan kadang hingga malam sudah menjadi ritual harian. Bahkan kadang penjaga sekolah yang bertugas mengunci pagar sering kali meneriaki kami agar segera membubarkan diri untuk pulang karena sudah petang.
Setelah mengikuti Paskibra saya baru tahu, bahwa PBB tidak hanya sekedar gerakan tegap dan kompak semata. Namun ada peraturannya tersendiri, yang bahkan termuat dalam buku peraturan baris berbaris yang dikeluarkan oleh Panglima TNI sebagai pedoman gerakan PBB di seluruh Indonesia. Peraturan tersebut juga terus mengalami perubahan/revisi beberapa tahun terakhir dari Peraturan PBB Skep Pangab tahun 1985, Peraturan Panglima (Perpang) TNI No.46 tahun 2014 hingga yang berlaku saat ini Peraturan Panglima (Perpang) TNI No.58 tahun 2018. Semua gerakan PBB memiliki ketentuannya masing-masing, seperti lebar langkah kaki, tinggi lambaian tangan, derajat tolehan kepala, tempo jalan di tempat, posisi barisan, posisi tangan yang benar saat hormat dan masih banyak lagi. Semuanya ada deskripsi yang mendetail dari setiap gerakan tersebut. Sehingga perlu pemahaman yang mendalam khususnya bagi para pelatih Paskibra. PBB menjadi unsur utama penilaian perlombaan. Sehingga tidak heran para juri sangat teliti dalam menilai gerakan PBB kami. Hingga mereka biasanya masuk arena lomba untuk melihat lebih dekat apakah gerakan kami sudah sesuai peraturan. Para juri biasanya didatangkan langsung dari Kodiklatad Bandung. Dengan jam terbang mereka yang sering keliling pada event LKBB di Jawa Timur tentu tidak perlu dipertanyakan lagi profesionalitasnya.
Selain PBB sebagai nilai utama, ada juga Variasi dan Formasi. Mungkin masih terdengar asing ditelinga orang awam. Gerakan Variasi Formasi merupakan gerakan PBB yang dikreasikan dengan kreatifitas sehingga menghasilkan gerakan yang lebih dinamis. Variasi Formasi biasanya yang selalu ditunggu tunggu para penonton, karena hal tersebut menjadi daya tarik penampilan Paskibra. Variasi biasanya berisi yel-yel atau jargon. Dahulu, Variasi banyak bertema semangat kebangsaan dan kepahlawanan, hingga kini Variasi berkembang dengan mengangkat isu-isu sosial seperti isu korupsi, perundungan, narkoba, kemiskinan hingga isu feminisme. Tentu hal tersebut menjadi wadah anak Paskibra untuk menyalurkan aspirasinya sebagai amak muda. Formasi biasanya berupa perubahan pola barisan yang dibarengi dengan deklamasi dari danton, dari barisan yang utuh kemudian terpencar menjadi pola barisan tertentu hingga membentuk barisan yang utuh lagi.
Kegiatan Paskibra bukan hanya berkutat pada baris berbaris. Di Paskibra juga ada kegiatan menarik untuk dibahas yaitu Diklat Paskibra. Diklat menjadi kegiatan yang paling berkesan bgai saya di Paskibra. Sesuai namanya—Pendidikan dan Pelatihan—didalamnya kami dibina untuk menjadi kader organisasi yang cakap. Seperti pelatihan kepemimpinan, keorganisasian, kekeluargaan, kebangsaan dan juga pembentukan jiwa Korsa. Korsa merupakan singkatan dari Komando Satu Rasa yang berarti rasa kesetiakawanan, kepedulian, dan rasa saling memiliki satu sama lain. Senior saya sering bilang “Kalian ini keluarga, sakit satu sakit semua, lapar satu lapar semua!”. Kata-kata mutiara tersebut masih tersimpan rapi di otak saya. Penerapan Korsa sangat kentara pada saat sesi makan. Sebelum makan, kami akan dibariskan untuk mengantre makanan dengan rapi, setelah itu duduk dengan sikap siap. Makanan kami harus habis dalam 3-5 menit saja tidak boleh tersisa nasi sebutir pun, jika tidak habis maka sisa makanan akan dibagi satu angkatan untuk dihabiskan. Saat makan tidak boleh ada suara deting sendok ke piring, posisi badan tegap dengan sendok yang mengarah ke mulut. Begitu pun saat minum, kami hanya diberi jatah satu botol air mineral untuk satu angkatan harus terbagi rata dan habis di tegukan anggota terakhir.
Setelah merasakan menjadi junior, saya juga pernah menjadi senior. Di organisasi saya menjabat sebagai Komisi Disiplin (Komdis) yang bertugas mengawasi kedisiplinan para anggota. Selain itu saya juga pernah menjadi panitia penyelenggara Diklat. Sebagai panitia saya belajar bagaimana membuat proposal kegiatan, menyusun anggaran dana, mengonsep jalannya kegiatan, berkomunikasi dengan pihak luar, juga mengatur jalannya kegiatan agar dapat berjalan sesuai rencana. Melalui kegiatan tersebut membuat kemampuan Public Speaking saya juga meningkat.
Dari pengalaman saya mengikuti ekstrakurikuler Paskibra saya merasakan banyak sekali manfaat saya dapatkan yang dapat saya aplikasikan pada kehidupan sehari-hari hingga saat ini, antara lain :
1. Disiplin, baris berbaris mengajarkan saya untuk tidak membuat gerakan lain selain aba-aba dari komandan pasukan.
2. Bela negara, melalui upacara menyadarkan saya bahwa merah putih merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia yang patut kita banggakan dan kita jaga.
3. Konsentrasi, saat melalukan gerakan PBB mengharuskan saya untuk fokus pada aba-aba dari danton dengan tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitar saya.
4. Kreatif, gerakan Variasi Formasi sebagai sarana untuk mengekspresikan kreativitas saya dalam gerakan dan yel-yel.
5. Prestasi, saya banyak mendapatkan juara pada beberapa lomba baris berbaris yang saya ikuti, yang tentunya membanggakan sekolah, orang tua dan saya sendiri.
6. Time Management, saya juga telah belajar mengatur waktu untuk tetap tidak melupakan tugas utama saya sebagai pelajar di sela-sela kesibukan sebagai anak Paskibra.
7. Ilmu Keorganisasian, selain baris berbaris saya juga belajar mengelola organisasi dan mengetahui bagaimana bekerja dalam kelompok.
8. Public Speaking, banyak kegiatan yang mengharuskan saya berbicara di depan banyak orang, juga berbicara dengan orang-orang baru.
Paskibra telah memberikan saya banyak manfaat, baik dalam hal keterampilan pribadi maupun pengalaman sosial, yang dapat saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ekstrakurikuler ini telah membentuk karakter saya dan memberikan pengalaman berharga yang akan membawa manfaat jangka panjang. Saya harap para peminat ekstrakurikuler paskibra dapat terus meningkat karena saya yakin bahwa para Paskibra Muda Indonesia dapat menjadi kader masyarakat di masa depan. Menjadi jembatan terealisasikannya Indonesia Emas 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H