Mohon tunggu...
Ardhianto
Ardhianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Maha = amat/paling Siswa = Orang yang berguru/belajar Mahasiswa = Orang yang paling banyak berguru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Diversifikasi Pangan sebagai Pilar Ketahanan Pangan

31 Juli 2021   15:33 Diperbarui: 3 Agustus 2021   17:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang petani sedang menanam padi. Foto: Shutterstock/Weerapon

Dalam UU No. 18/2012 tentang pangan, ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Dosen program studi teknologi pangan sekaligus peneliti dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang memfokuskan kajian terhadap microbiologi dan ketahanan pangan, Vega Yoesepa Pamela, ST., M.Si menyebutkan pentingnya diversifikasi pangan atau konsumsi bahan pangan yang beragam. Vega menyebutkan, diversifikasi pangan merupakan pilar penting demi mewujudkan ketahanan pangan, sesuai dengan UU No. 18/2012.

"Diversifikasi pangan termasuk pada salah satu pilar ketahanan pangan, yakni pilar pemanfaatan pangan. Diversifikasi pangan itu adalah penganekaragaman pangan. Kita harus mengkonsumsi makanan yang beragam untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan," ujarnya saat dihubungi melalui WhatsApp, Senin (21/6).

Ia juga menyebutkan pentingnya keanekaragaman bahan pangan pada tingkat individu agar tidak mengalami kepanikan saat bahan pangan tersebut, terutama beras mengalami kenaikan harga atau kelangkaan.

"Artinya tidak melulu dari satu sumber karbohidrat atau satu sumber protein atau (juga) satu sumber lemak. Misalnya, sumber karbo (karbohidrat) terbanyak kita adalah nasi, tidak hanya nasi yg bisa kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat kita, sumber lain pun bisa, seperti ubi-ubian. Sehingga dengan kita mengerti konsep seperti itu, kita tidak panik saat harga beras naik, kita bisa siapkan menanam ubi-ubian di pekarangan, agar saat harga beras melonjak, ubi-ubian yang kita tanam dapat dimanfaatkan," lanjutnya.

Selain itu, Vega juga mengajak masyarakat untuk mulai mengelola bahan pangan secara mandiri mulai dari pekarangan rumah. Ia menyebutkan, masyarakat tidak perlu menunggu kebijakan pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan.

"Buatlah pekarangan rumah menjadi pekarangan yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Artinya kita bisa menanam apa yang biasa kita pakai untuk makan. Itu akan jauh lebih baik jika kita mulai dari sekarang, dibandingkan menunggu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan." sambung dosen program studi teknologi pangan ini.

Seperti yang disebutkan Vega, masyarakat memiliki banyak pilihan sumber pangan. Selain Umbi-umbian, jika ditotal, sumber karbohidrat yang ada di Indonesia mencapai 77 jenis. Sialnya, puluhan jenis sumber karbohidrat ini jauh kalah pamor dibandingkan dengan beras.

Data menunjukkan bahwa konsumsi sumber karbohidrat selain beras masih sangat rendah. Seperti konsumsi sagu, sepanjang 2013-2018, konsumsi sagu masih di angka 0,4-0,5 kg per kapita setiap tahunnya. Begitu pun dengan singkong, jagung, ubi jalar, ataupun kentang yang tingkat konsumsinya masih puluhan kali lipat di bawah beras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun