Mohon tunggu...
Ardhian Pratama
Ardhian Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Let's Write

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dinamika Generasi Milenial dalam Memiliki Rumah (Hunian)

19 Agustus 2020   14:27 Diperbarui: 19 Agustus 2020   14:41 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saya hanya berkeinginan untuk menambahkan bahwa generasi millenial (yang pada tahun 2020 menginjak usia 23--39 tahun) mengalami dinamika pergeseran nilai dan gaya hidup, sehingga memiliki skala prioritas yang berbeda.

Tanpa menjadikan suatu hal sebagai suatu skala prioritas, dan ditambah dengan kurangnya motivasi, sangatlah sulit dalam mencapai sebuah tujuan.

Namun sebenarnya, apabila generasi millenial berkeinginan mempunyai rumah, bisa-bisa saja kedepan. Namun beberapa teman saya ada juga, yang sudah mampu dan dapat mencicil rumah, namun mereka memilih untuk menyewanya saja. Dikarenakan beberapa alasan diatas itu tadi: skala prioritas.

Jenis kategori produk, jasa, dan, kebutuhan sehari-hari semakin beranekaragam. simbol kestabilan jiwa, dan cara menikmati pola hidup juga ikut berevolusi.

Selain itu,dalam hubungan relationship saja.pada zaman sekarang ini orang lebih berminat yang tidak mempunyai ikatan.Namun sejatinya uang yang tidak digunakan untuk membeli sebuah hunian rumah, dapat juga digunakan untuk membeli dan menikmati pengalaman seru lainnya. Selain itu disisi lain, pada umumnya alasan utama seseorang berkeinginan mempunyai rumah adalah karena ingin berkeluarga secara tentram dan damai. Sedangkan pada zaman ini, semakin ramai-ramai orang yang tidak berkeinginan untuk menikah dan/ataupun mempunyai anak.

Rumahnya untuk si cici dan meong saja, ya?

Contoh kasus : Si AZ mempunyai anak-istri, mempunyai cicilan rumah dan mobil, serta keluarganya harmonis. Si XY masih lajang, sudah berkeliling dunia menggunakan first class dan selalu bersinggah di hotel yang mewah, namun dilain sisi masih menyewa apartment. Walaupun tujuan, prinsip,serta life style mereka berbeda, keduanya sama-sama dapat berbahagia dan merasa puas menjalaninya.

Hal ini bukan selalu mengkaji persoalan gengsi, melainkan sebuah kasus klasik: ada yang menyukai duren, ada yang tidak; ada yang butuh makan nasi, ada yang butuh makan dengan roti.

Lagipula, kepemilikan sebuah rumah bukanlah oksigen yang tidak bisa tergantikan kebutuhannya.

Untuk generasi milenial penggemar mobil merk 3 huruf dari seri ke 7 ---yang seharga dan sepadan dengan deposit cicilan rumah ataupun sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Metropolitan (Jakarta) --- dan pasti akan berusaha keras untuk dapat membelinya. Sama halnya dengan generasi millenial yang memang berniat sekali dalam mempunyai hunian rumah, dipastikan diri mereka akan mencari langkah-langkah untuk mendapatkannya.

Hanya dibutuhkan dorongan dan motivasi ---atau jika tidak: dalam situasi kepepet.

Beberapa rekan kenalan saya di negara Jerman dan Spanyol sangat mampu sekali apabila berkeinginan dalam membeli beberapa hunian rumah (karena preferensi profesi ataupun warisan). Meskipun demikian,mereka lebih memilih untuk menggunakan uangnya untuk traveling, berpetualang (explore), dan menikmati gaya hidup yang nyaman dimata mereka. Apartmentnya juga terbilang cukup biasa-biasa saja, dan perabot rumah tangga juga masuk kategori standar.

 Jawabannya tidak, saya menekankan sekali lagi, ini bukan persoalan gengsi karena mereka memang benar-benar mampu. Sosial media Instagram saja mereka tidak memiliki.

Selanjutnya, apabila dalam kasus saya sendiri, lantas bagaimana?

Kami berkeinginan memiliki rumah tipe permanen dengan tanah yang luas dimana kita dapat bercocok tanam, memelihara banyak jenis spesies hewan. Kemudian, kita akan membuat file dokumentasi tentang self-sufficient and sustainable living.

Meskipun tergolong kategori generasi millenial, saya ingin membeli properti. Kita ingin mempunyai sebidang tanah di perkampungan desa kecil di Spanyol untuk dibangun rumah minimalis yang sekaligus berfungsi sebagai guesthouse.Dalam rencananya, beberapa tahun kemudian --- disaat geliat turisme mulai bangkit kembali--- kami akan membuat paket khusus untuk para turis dari Asia yang sudah mulai bosan dengan Paris, London, dan Barcelona, dan berkinginan pariwisata ke perkampungan Eropa untuk mencoba dan melihat aktifitas warga sekitar seperti: memanen buah anggur dan membuat minuman wine; serta berendam relaksasi di sumber permandian panas yang dikelilingi alam bebas terbuka; dsb. Memiliki hunian sendiri akan menguntungkan dan berguna untuk kita dalam banyak hal terjadi.

Tidak ada yang magis, namun seorang manusia menemui jalan kepepet, ataupun termotivasi, adalah sub-spesies yang paling cerdas dalam mencari jalan untuk mencapai tujuannya.

Keinginan yang saya sebutkan diatas adalah contoh skala prioritas. Ketika kita telah memiliki suatu bentuk motivasi, namun pada kasus nyatanya kita akan sanggup untuk menahan keinginan hasrat dalam berkeliling dunia setiap tahun dengan jalur rute berbeda-beda, dan berfokus ke prioritas awal yang lebih besar dan penting tentunya.

Apabila generasi millenial memang sedang menentukan target  'beli rumah' sebagai skala prioritas hidupnya, dan menginginkan itu secara sungguh-sungguh, bisa dipastikan bisa  akan terwujud.

Saya mempercayai, didalam roda kehidupan ini tidak ada cara mutlak yang BENAR/ SALAH, jadi hukumnya sah-sah saja apabila memilih untuk :

*         Menikah ataupun tidak,

*         Mempunyai 1 anak, punya 5 ataupun tidak sama sekali,

*         Membeli mobil baru bekas(second) ataupun tidak sama sekali,

*         Enggan membeli rumah  ataupun mempunyai 5 rumah untuk berinvestasi,

*         dsb.

Saya mencoba untuk memahami, faktor yang terpenting daripada membeli hunian rumah adalah hidup secara mandiri, mempunyai jaminan kesehatan yang prima, kebutuhan primer (pokok) terpenuhi, dan berbahagia.

Kemudian hidup dengan nyaman dengan tabungan darurat yang melimpah; lalu sederetan kepemilikan investasi,mempunyai dana untuk hobby yang mahal, dan kemudian menjadi kalangan sultan.

Kesimpulannya: Terdapat juga generasi millenial yang mampu membeli hunian rumah, tapi karena makna  trend 'memiliki hunian rumah' sudah bergeser, maka tidak semua melakukannya. Untuk sisanya yang belum mampu memenuhi, otomatis juga tidak akan berusaha secara memaksa karena memang skala prioritas manusia sudah berbeda-beda karena situasi dan kondisi. Terlepas dari hal tersebut, tidak ada patokan tentang langkah-langkah yang benar ataupun salah dalam menjalani dinamika kehidupan di era millennial saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun