Keuangan
BREN memiliki marjin laba usaha (OPM) yang lebih tinggi dibandingkan PGEO, dengan OPM sebesar 35,8% dibandingkan 32,6% di tahun 2022. Namun, PGEO memiliki marjin laba bersih (NPM) yang lebih tinggi dibandingkan BREN, dengan NPM sebesar 33,0% dibandingkan 16,4% di tahun 2022. Perbedaan NPM ini disebabkan oleh beban utang BREN yang lebih tinggi, yang berdampak negatif pada laba bersihnya. Rasio utang terhadap ekuitas (DER) BREN sebesar 3,99x, sedangkan DER PGEO sebesar 1,84x.
Valuasi
BREN memiliki valuasi yang lebih tinggi dibandingkan PGEO, dengan rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (price to earnings ratio/PER) sebesar 60,2-70,1x, sedangkan PGEO sebesar 28,3x. Valuasi premium BREN dapat dijustifikasi jika dibandingkan dengan valuasi emiten Grup Barito lainnya di BEI, seperti BRPT (P/E 546,6x) dan TPIA (P/E -112x).
Ekspansi
Baik BREN maupun PGEO berencana untuk melakukan ekspansi di masa depan. BREN berencana untuk menggunakan sebagian dana hasil IPO untuk meningkatkan kepemilikannya di PLTP Salak dan Darajat. PGEO dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menjadi perusahaan induk bagi perusahaan-perusahaan panas bumi milik negara dan mengakuisisi pembangkit listrik tenaga panas bumi Sorik Marapi dengan nilai US$1 miliar.
Hutang
Beban keuangan dan valuasi premium bagi BREN, penambahan utang berbunga dan pergantian personel manajemen bagi PGEO – Beberapa risiko yang meliputi BREN antara lain adalah beban keuangan yang besar serta valuasi yang jauh lebih premium dibandingkan PGEO. Selain itu, BREN juga memiliki risiko pelepasan aset karena PLTP perseroan berada di atas wilayah kerja milik PGEO. Di sisi lain, PGEO juga memiliki sejumlah risiko seperti penambahan utang berbunga akibat ekspansi, risiko tenggat waktu penyelesain proyek baru, serta risiko pergantian personel manajemen ke depan.