Bursa karbon di Indonesia akan diluncurkan pada tanggal 26 September 2023. Perdagangan karbon adalah jual beli kredit karbon, dimana perusahaan yang menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas harus membeli kredit karbon milik perusahaan lain.
Dua produk yang diperdagangkan dalam bursa karbon di Indonesia adalah Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). Kedua produk tersebut diperdagangkan dalam bentuk sekuritas, seperti saham.
Berinvestasi di perusahaan-perusahaan energi terbarukan seperti $PGEO, $KEEN, $ARKO, dan $BREN dapat menjadi langkah cerdas bagi para investor yang ingin mengambil untung dari permintaan energi bersih yang terus meningkat di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini dapat menjual kredit karbon mereka, yang diharapkan akan berdampak positif pada harga saham mereka. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut hanya dapat memperdagangkan kredit karbon mereka setelah memverifikasi aset-aset mereka untuk mendapatkan nilai total unit karbon yang dapat dijual.
Sejauh tahun Ini (YtD), saham PGEO (+57,71%), KEEN (+29,69%), ARKO (+12,00%) dan BREN (315,38%) mengalami kenaikan harga.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara - seperti PLN - dapat mengalami dampak negatif karena mereka diharuskan membeli kredit karbon. Namun, jumlah kewajiban pembelian kredit karbon akan tergantung pada total batas emisi. Nantinya, batas emisi total akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Duel Saham EBT Terbesar, Manakah yang harus dipilih PGEO atau BREN?
Barito Renewables Energy ($BREN) dan Pertamina Geothermal Energy ($PGEO) adalah dua emiten panas bumi di Indonesia. BREN akan melantai di BEI pada bulan Oktober 2023, menandai emiten panas bumi kedua yang melantai di bursa setelah PGEO.
Operasi
BREN memiliki kapasitas terpasang yang lebih besar dari PGEO, dengan 886 MW dibandingkan dengan 672 MW. Hal ini memberikan BREN keuntungan dalam hal pendapatan dan laba operasi, karena dapat menghasilkan lebih banyak listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi. Pada tahun 2022, pendapatan BREN sebesar US$569,8 juta dan laba usaha sebesar US$202,6 juta, sedangkan pendapatan PGEO sebesar US$386,1 juta dan laba usaha sebesar US$125,9 juta.
Barito Renewables Energy ($BREN) memiliki kapasitas PLTP terpasang sebesar 886 MW, lebih besar dari kapasitas Pertamina Geothermal Energy ($PGEO) sebesar 672 MW. Seluruh PLTP BREN terkonsentrasi di 3 wilayah yang relatif dekat di Jawa Barat, sedangkan PLTP PGEO tersebar di 5 provinsi berbeda di Indonesia. Perbedaan lokasi ini dapat berdampak pada tarif listrik dan juga biaya operasional - seperti biaya gaji teknisi dan karyawan - yang akan berdampak pada marjin laba operasi masing-masing wilayah operasi PLTP.