Beberapa metode pembelajaran yang banyak melibatkan siswa, diantaranya; Diskusi, Simulasi, Eksperimen, Penugasan, Studi Mandiri, Pemecahan Masalah, dan Studi Kasus. Dalam pembelajarannya, siswa dipacu untuk berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
Berpikir kritis merupakan proses yang mengerahkan segala pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan yang timbul, membuat keputusan, menganalisis semua praduga yang ada dan melakukan penelitian berdasarkan data yang telah di dapatkan sehingga menghasilkan simpulan yang dikehendaki.
Ketiga, tuntutan untuk menciptakan pembelajaran yang interakif. Secara umum, interaktif berarti komunikasi aktif dua arah, antara komunikator dan komunikan tanpa ada yang pasif. Pembelajaran interaktif membuat para guru harus ekstra mengeluarkan segenap tenaga untuk merancang materi tertentu yang cocok dengan metoda pembelajaran interaktif. Diantaranya metode pembelajaran; simulasi, brainstorming, pembelajaran berbasis proyek, diskusi kelompok, studi kasus, dan picture and picture.
Contoh penerapan model pembelajaran picture and picture adalah; pertama, guru menjelaskan kompetensi apa yang akan dicapai peserta didik, lalu guru menyajikan materi pembelajaran sebagai pengantar, selanjutnya guru menyajikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi. Guru menunjuk siswa untuk mengurutkan gambar, memasang dan sebagainya supaya terbentuk gambar baru yang logis.
Lalu guru menanyakan kepada siswa apa yang menjadi dasar pemikiran siswa sehingga mengurutkan gambar seperti itu. Berdasarkan alasan maupun urutan gambar tersebut, guru akan mulai menanamkan suatu konsep berpikir sesuai kompetensi yang ingin dicapai. Terakhir, guru membuat kesimpulan atau rangkuman dari kegiatan pembelajaran.
Keempat, gangguan dan distraksi dari teknologi. Menukil pengertian dari Wikipedia, yang dimaksud dengan distraksi adalah proses mengalihkan perhatian individu atau kelompok dari pandang fokus yang diinginkan dan dengan demikian menghalangi atau mengurangi penerimaan informasi yang diinginkan. Guru harus bisa memastikan bahwa perangkat gawai yang digunakan anak didik bebas dari notifikasi masuk media sosial, dan permainan daring yang dimiliki peserta didik. Hal ini membuat guru lebih intens melihat gawai siswa yang sedang digunakan.
Namun jika guru merasa terganggu dengan keberadaan gawai siswa, maka baiknya guru meminta kepada para siswa untuk mengumpulkan alat komunikasinya ke depan, demi mempertahankan tingkat fokus siswa terhadap materi yang di sampaikan.
Kelima, kesenjangan akses teknologi. Bagi guru yang mengajar di sekolah dengan input siswa ekonomi kelas bawah, mungkin sulit untuk mewujudkan pemerataan penggunakan media digital kepada peserta didik. Namun hal ini dapat disiasati dengan adanya kelas digital, atau laboratorium digital di sekolah. Hal ini kembali kepada manajemen sekolah untuk menanggapi pengadaan kelas tersebut di sekolah.
Tak menutup kemungkinan hal ini juga terjadi pada guru. Beberapa faktor penyebabnya adalah; keterbatasan infrastuktur teknologi, kurangnya pelatihan dan keterampilan digital, ketergantungan pada metode pengajaran tradisional, keterbatasan sumber daya finansial, ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, kebijakan pemerintah dan dukungan institusi.
Lantas solusi yang dapat ditempuh untuk mengurangi kesenjangan akses teknologi tersebut antara lain; meningkatkan infrastruktur teknologi, mengadakan pelatihan dan pengembangan profesional, mendapatkan dukungan dan kebijakan yang lebih baik, kolaborasi antara sektor umum juga swasta, dan peningkatan kesadaran tentang manfaat teknologi.
Disamping itu, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh guru di era digital ini, antara lain: