Ini termasuk hadats besar, yang diharuskan mandi wajib dulu baru boleh mendirikan salat. Jika dalam keadaan berpuasa, maka ia wajib menggantinya di hari yang lain. Lalu bagaimana dengan pria yang mendapat "mimpi basah" saat tidur dan tengah berpuasa? Maka puasanya tetap sah karena hal itu bukanlah faktor kesengajaan.
Berniat membatalkan puasa.Â
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw. dari Umar bin Khottob, "Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan." HR. Bukhari dan Muslim. Sebagian ulama mengelompokkan hal ini menjadi dua jenis niat, yaitu niat yang kuat dan niat yang ragu-ragu.
Niat yang kuat, misalnya ia dengan yakin akan makan siang, namun ia tidak mendapatkan makanan, maka puasanya telah batal, dan ia wajib menggantinya pada hari yang lain. Selanjutnya niat yang ragu-ragu, misalnya saat memulai puasa ia yakin akan menjalankan ibadah puasa, namun di tengah jalan muncullah niat yang masih ragu-ragu tersebut.
Dalam hal ini, niat yang masih ragu-ragu tersebut tidak membatalkan puasa. Merujuk pada hadis, "Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku atas dosa dari bisikan jiwa, selagi belum dilakukan atau belum diucapkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Berjima' (bersetubuh) di siang hari.Â
Pelaku perbuatan tersebut bukan hanya berkewajiban untuk menggantinya pada hari yang lain, melainkan mereka juga harus membayar kafaroh (denda), yaitu memberi makan 60 orang miskin.
Nah, kiranya pemaparan diatas dapatlah menjadi dasar dalam memahami batas-batas kapan dikatakannya seseorang telah batal puasanya.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H