Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Swasta Mengabdi 12 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Anak Pedagang

26 April 2023   21:41 Diperbarui: 26 April 2023   21:42 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: Pixabay/ andryhariana

Peringatan sebelum dilakukan eksekusi juga sudah disampaikan sebelum hari dilaksanakannya razia rambut di kelas. Ia masih asyik menjelaskan materi di depan anak-anak. Bapak si anak masuk tanpa salam tanpa tanya. Menjambak rambutnya dan membawanya turun ke lantai bawah.

Sontak peristiwa itu mengundang semua siswa tiap kelas untuk melongok keluar. Sampai di bawah, tanpa ba-bi-bu Bapak si anak memotong rambutnya dengan alat cukur listrik.

Tak ada yang berani melerai atau membelanya. Mereka tahu apa akibatnya jika menjadi 'sok pahlawan'. Alamat kehilangan pekerjaan. Ia baru menjabat di bidang kesiswaan bulan lalu, dan tidak tahu anak siapa yang ia pangkas saat merazia siswa. Hukum pandang bulu masih berlaku ternyata.

Suara klakson motor mengusik diamnya. Pemilik toko telah kembali dan akan masuk ke area teras toko. Kebetulan hujan sudah berganti gerimis ringan. Gelapnya hari juga mulai terarsir cerah sedikit demi sedikit. Ia melanjutkan perjalanannya.

Trauma itu masih menggelayut di pundak. Ia memutuskan untuk tidak dulu bekerja sebagai pengajar. Namun bukan berarti total tidak ingin membagikan ilmunya. Pinomat, ia bisa menjadi guru bagi keluarganya di rumah. Bukankah itu memang suatu keharusan?

Mencoba berdikari. Membuka usaha dagang. Entah apa pun itu. Memang sudah lama ia ingin mempunyai usaha sendiri, tapi sudah lama juga belum terealisasi. Benar juga kata orang, tunggu masalah muncul dulu baru badan ini mau bergerak.

Ya, mungkin selama ini sudah terlena dengan kerja menerima gaji. Mungkin ini yang dikatakan dengan zona nyaman. Ketika seseorang masuk dalam zona nyaman, tubuhpun enggan untuk bereksplorasi. Bisa jadi ini jawaban atas harapannya dalam hati selama ini yang ingin untuk bisa memulai usaha dagang.

Dimana ada kesempatan, disitu ia ambil. Menitip jajan ke warung, menitip kue sarapan, menjual jajanan musiman, terima ketikan, dan lain-lain. Pokoknya selagi masih bisa dikerjakan, kenapa tidak. Tak ada lagi gengsi diri. Kalau gengsi maka tak makan. Itulah kalimat pelecut yang selalu ia ngiangkan dalam diri.

Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun