Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Swasta Mengabdi 12 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jodoh Pasti Bertemu

23 Juli 2022   23:58 Diperbarui: 24 Juli 2022   00:05 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mas.. kok senyum-senyum sendiri?" tanya wanita yang sedari tadi menemaniku membuka bungkus-bungkus kado milik kami. Aku tersadar. 

"Oh, enggak! Cuma, emmm.. aku haus. Boleh ambilkan air minum? Jawabku sekenanya, menyembunyikan barang tersebut. Aku malu begitu juga dia. 

*** 

Mesin waktu mengabarkan peralihan masa dini hari yang berganti menjadi pagi. Dan aku masih terjaga. Apakah ini yang dirasakan setiap orang menjelang membuka "lembaran baru" dalam hidupnya? Walau mata ini kupaksa terpejam, pikir ini masih kelayapan. Aku masih tak menyangka bisa sampai pada tahap ini. 

Ya, mungkin karena aku menunggunya begitu lama. Aku sudah jengah dan tak mau lagi berharap. Karena harapan itu selalu berujung kekecewaan. Aku sempat frustasi saat tak ada lagi teman sebayaku yang belum menikah. Aku juga mengatakan pada diri sendiri, asal wanita itu mau denganku. Tak lagi terbesit untuk memilah-milih wanita berdasarkan rupa, harta, nasab dan lainnya. Mungkin ini yang dikatakan putus asa. 

Minder menjadi hal yang tak terelakkan. Apalagi saat lebaran tiba. Aduh, rasanya ingin minggat dari rumah. Tapi tak mungkin. Aku mendampingi Ibu selepas Ayah tiada. Mengantarkannya kesana kemari berkunjung ke rumah sanak keluarga. Yah, mau tak mau aku harus "menutup telinga rapat-rapat." 

Bukannya aku tak berusaha. Aku bahkan sempat pernah menulis di dinding salah satu media sosialku, bahwa aku sedang mencari jodoh. Aku juga tuliskan pekerjaanku, lalu pendidikanku, lalu kendaraan yang aku punya. Terasa konyol, memang. Merendahkan diri sendiri. Atau mungkin, pikiranku sedang buntu kala itu. Kata anak sekarang, "gabut." 

Salah satu komentar tertulis, 'Sabar, kawan. Jodoh itu akan datang pada saatnya.' Tapi umur tak mungkin dipending. Berjalan menua dan mengundang cibiran masyarakat. Stigma negatifpun muncul dikarenakan belum menikah di usia tiga puluh tujuh tahun. Oh, aku sakit hati. 

*** 

Kami saling beradu pandang. Oh indahnya, mengenalnya serasa membuka ladang pahala. Ya, melakukan kegiatan intim bersama pasangan yang sah adalah pahala yang besar. Begitu juga sebaliknya, melakukannya dengan pasangan yang belum halal adalah dosa besar. 

Mungkinpun aku takkan merasakan perasaan yang bercampur aduk ini kalau aku telah lama mengenalnya. Kami hanya bertemu dua kali. Saat aku meminta izin pada orangtuanya, dan saat aku membawa keluargaku untuk mengkhitbahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun