"Setiap anak pasti punya kehebatannya yang terpendam. Tugas guru adalah menggali kehebatan itu dan mengantar anak itu ke cita-cita sesuai dengan kemampuan yang didapatkan. Tidak ada siswa bodoh. Semua adalah anak yang cerdas, anak yang pintar. Apakah bisa digali kecerdasannya atau kepintarannya, itu tergantung guru."
Itulah kutipan pernyaatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, saat meninjau langsung pelaksanaan hari pertama masuk sekolah di SD Muhammadiyah 5 Kebayoran Baru, Jaksel, pada hari senin (15/07/2019).
Sebuah kisah di zaman Nabi Muhammad, saat kedatangan beliau di kota Madinah. Ia mendengar dari penduduk kota bahwa ada seorang anak yang usianya dibawah 12 tahun sudah hapal 16 surah Al-Qur'an, dalam riwayat lain 17 surah.
Nabipun memanggil anak tersebut lalu mengujinya. Ternyata  benar apa yang dikatakan oleh penduduk kota. Ia mampu membaca hapalannya dengan tajwid yang benar dan kefasihan huruf yang diucapkannya. Nabi melihat anak tersebut mempunyai potensi yang sangat baik. Nabi lalu menyuruh anak itu untuk mempelajari bahasa yahudi, karena akan ada surat menyurat yang dilakukan.
Iapun mampu mempelajarinya dalam waktu kurang dari sebulan. Lalu Nabi menyuruhnya lagi untuk mempelajari bahasa negeri yang lain. Sama dengan sebelumnya, ia mampu menguasainya dalam tempo yang singkat. Hingga ia dewasa, Nabi mengangkatnya sebagai sekretarisnya. Â Sampai ia menjadi ketua kelompok dalam penyusunan mushaf, selepas Nabi wafat. Anak itu bernama Zaid bin Tsabit.
Nah, apa pelajaran yang dapat dipetik dari secuil kisah ini? Pertama, bahwa Nabi tidak menyia-nyiakan potensi atau bakat yang dimiliki anak tersebut. Ia mengarahkan bakat anak itu hingga anak itu menjadi  seorang yang bermanfaat bagi orang banyak.
Kedua, Nabi seorang yang mengerti psikologi anak. Selayaknyalah seorang pendidik menguasai psikologi anak didiknya. Mendidik bukanlah pekerjaan mentransfer ilmu pengetahuan belaka. Namun mendidik adalah mengarahkan anak didiknya menemukan jati dirinya dalam mengembangkan potensi diri yang ada.
Maka, seorang guru harus bisa fleksibel dalam mendidik. Menemukan minat dan bakat sang anak, lalu mengembangkannya. Sekolah perlu membuat divisi pengembangan diri yang khusus mengarahkan anak didik mengembangkan bakatnya. Inilah cikal bakal aset negara yang membanggakan.
*Berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H