Mohon tunggu...
Ardhi Adhary Arbain
Ardhi Adhary Arbain Mohon Tunggu... Ilmuwan - A scientist, pla-modeler and traveler

It's all about the weather, experience, science and technology - http://sketsa-langit.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hal-hal Unik Pada Seleksi Beasiswa Monbukagakusho

15 Agustus 2015   23:25 Diperbarui: 4 April 2017   17:23 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi:Kompas.com

Beasiswa Monbukagakusho alias monbusho atau MEXT merupakan salah satu beasiswa yang paling populer, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Reputasi internasional yang tinggi, jaminan finansial perkuliahan serta tidak adanya ikatan dinas membuat beasiswa ini banyak menjadi incaran pelajar dan mahasiswa yang berminat melanjutkan pendidikannya di Jepang.

Seperti halnya beasiswa-beasiswa luar lainnya, seorang applicant (pelamar beasiswa) harus melewati serangkaian ujian untuk bisa memperoleh beasiswa monbusho. Proses seleksinya kurang lebih sama dengan beasiswa lain, mulai dari seleksi dokumen, ujian tertulis sampai wawancara. Alhamdulillah, hingga tulisan ini dibuat, saya sudah sampai ke tahap Secondary Screening yang merupakan tahap akhir seleksi beasiswa monbusho. Sambil menunggu hasil pengumuman akhir, bolehlah saya share beberapa pengalaman unik yang baru kali ini saya temui ketika melalui seleksi Primary Screening beasiswa monbusho via kedutaan (Embassy Recommended/G-to-G) untuk research student 2016.

Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman yang berminat mendaftar beasiswa ini untuk tahun-tahun berikutnya :-)

Sertifikat TOEFL Kadaluarsa Masih Bisa Digunakan Untuk Seleksi Dokumen

Seleksi dokumen biasanya adalah tahapan paling awal dari suatu aplikasi beasiswa. Umumnya, pihak pemberi beasiswa akan meminta sertifikat TOEFL yang masih berlaku (< 2 tahun) sebagai salah satu syarat aplikasi. Masalahnya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk memperoleh sertifikat TOEFL ini, terutama bila anda mengambil test TOEFL iBT. Untuk iBT, setidaknya butuh waktu minimal 3-4 minggu sejak pendaftaran test, sampai kita bisa memperoleh salinan sertifikat TOEFL dalam format PDF. Belum lagi fisik, mental dan DUIT yang harus terkuras demi selembar sertifikat tersebut.

Tak heran, para applicant yang sertifikat TOEFLnya sudah kadaluarsa (termasuk saya) akan mengalami kegalauan tingkat tinggi karena periode pendaftaran beasiswa umumnya sangat singkat. Untungnya, monbusho tidak mensyaratkan sertifikat TOEFL yang masih berlaku untuk seleksi dokumen. Hal ini memang tidak tercantum di pengumuman. Artinya, anda bisa menggunakan sertifikat yang sudah kadaluarsa untuk mendaftar. Saya sendiri menggunakan sertifikat TOEFL iBT tahun 2012 (expired 2014), tentunya setelah meminta konfirmasi dari pihak kedutaan Jepang via email. Berita baik lainnya, sertifikat kadaluarsa ini masih bisa meluluskan saya ke tahap ujian berikutnya.

Lipat/Bentuk Dokumen Apapun ke Ukuran A4

Salah satu cacatan penting yang selalu ditekankan pihak kedutaan pada pelamar monbusho adalah: mengirimkan seluruh dokuman aplikasi dalam ukuran A4. Tentu tak ada masalah dengan hal ini, kecuali kalau dokumen yang akan anda kirim ukurannya bukan A4, dan saya yakin hal yang sama juga dialami dengan teman-teman lulusan UI.

Untuk transkrip nilai UI, ukurannya lembarannya lebih besar dari A4 karena transkrip ini memang didesain untuk dilipat menjadi 4 halaman kecil. Masalahnya, bila dilipat menjadi 4 halaman, tetap saja ukurannya bukan A4.

Solusinya ? Saya berkonsultasi dengan pihak kedutaan, dan ini balasannya :

Dear Ardhi,

Silahkan anda lipat dengan rapi disesuai dengan ukuran A4.

Regards,

Kalau anda melihat gambar pada awal artikel ini, begitulah rupa transkrip nilai yang saya lipat sebelum dikirimkan ke kedutaan untuk seleksi dokumen.

  

Lembar Jawaban Yang Nyaris Kosong Pada Ujian Bahasa Jepang

Untuk beasiswa monbusho research student, ada dua jenis ujian tertulis yang harus diikuti peserta yang lulus seleksi dokumen : bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Pihak kedutaan sudah menginfokan bahwa nilai tertinggi dari kedua ujian ini yang akan dipertimbangkan untuk bisa lulus ke tahap berikutnya. Artinya, bila nilai bahasa Inggris anda tinggi sedangkan bahasa Jepang jeblok, maka nilai bahasa Inggris-lah yang akan dipertimbangkan. Tentunya peluang lulus akan lebih besar bila nilai bahasa Jepang juga tinggi. Nah, kalo nggak bisa ngerjain test bahasa Jepang sama sekali, apa masih bisa lulus? Untuk kasus saya, hanya 5 (lima) dari sekian puluh soal bahasa yang Jepang yang bisa saya jawab, itupun untuk level SD (elementary), dan saya nggak tau jawaban saya benar atau nggak. Sisanya blank, kecuali untuk kolom nama, nationality dan nomor ujian, lembar jawaban saya nyaris bersih dari tulisan. Hasilnya ? Saya masih bisa lulus tes tertulis.

Jam Dilarang Berbunyi Ketika Tes Tertulis Monbusho

Dilarang membawa HP ketika sedang ujian tertulis? Itu mah biasa. HP dilarang bersuara ketika ujian? Itu juga sudah biasa. Tapi bagaimana bila pengawas ujian mengatakan, sedikit saja terdengar ada bunyi JAM (beep, alarm dlsb), ujian akan langsung dihentikan seketika itu juga? Dihentikan total. Selesai ga selesai dikumpul. 

Jadi, demi masa depan anda dan peserta lainnya, pastikan jam (jam tangan, weker dll) tidak mengeluarkan bunyi sedikitpun sebelum melakukan test tertulis. Kalau anda merasa agak-agak parno, lebih baik matikan saja jam anda dan simpan di dalam tas. Resiko ditanggung sendiri ya.

Wawancara Sebelum Waktunya Wawancara

Ini pengalaman pribadi, dan mungkin bisa bervariasi pada tiap peserta yang 'selamat' sampai ke tahap ujian wawancara. Di hari penting itu, saya datang lebih awal (terlalu awal malah) ke kedutaan Jepang untuk mengikuti ujian wawancara. Kebetulan pada saat yang sama, ada test tertulis untuk monbusho lulusan SMA, jadi banyak peserta (umumnya ABG) antre di depan kedutaan.

Suasananya agak hiruk-pikuk, sampai petugas security perlu mengecek tampang saya beberapa kali sebelum memastikan kalau saya adalah peserta untuk tingkat research student, bukan SMA (Alhamdulillah Yaa Allah, tampang saya masih sulit dibedakan dengan anak SMA). 

Setelah diarahkan petugas ke pintu masuk yang berbeda dengan peserta SMA, saya sampai ke satu ruangan yang mirip ruang tamu. Karena kepagian, saya pun dipersilakan menunggu di ruang bersofa tersebut sebelum wawancara dimulai. Selang beberapa menit kemudian, ada beberapa orang yang juga masuk, kelihatannya tamu kedutaan. Saya mulai celingak-celinguk, ngeliatin apa ada peserta wawancara lainnya.

Tak lama kemudian, seorang pria tampan masuk ke ruangan dan dengan ramah menyapa saya. Karena sama-sama berpakaian batik, kami pun ngobrol santai tentang keperluan masing-masing. Saya sempat ditanya-tanya kenapa ikut beasiswa monbusho, kenapa bisa nggak lulus seleksi sampai 4 kali, lulusan universitas mana, apa tema riset saya dan lain-lain.

Saya baru mulai ngeh ketika pria itu mengaku sebagai dosen ITB dan beliau enggan ditanyai mengenai keperluannya datang ke kedutaan. Benar saja, ketika saya dipanggil wawancara, ternyata bapak tersebut adalah salah satu pewawancara saya. Dan entah, mungkin karena sudah 'diwawancarai' sebelumnya, proses ujian wawancara saya jadi jauh lebih santai dan lancar. 

Pelajaran moralnya: Bila ingin wawancara lancar, datanglah lebih pagi ke lokasi ujian. Jangan lupa pakai batik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun