Hari ini adalah peringatan Waisak yang merupakan hari besar bagi umat Buddha. Budha adalah agama yang besar di Nusantara (Indonesia) di masa lalu. Bisa dikatakan begitu karena pada masa lalu, umat Budha dan pemimpinnya waktu itu mampu membangun pemujaan yang sedemikian besar yaitu candi Borobudur yang amat megah, bahkan bisa dikatakan termegah seasia tenggara.
Setiap tahun ada rombongan bhiksu yang berasal dari Thailand dan beberapa negara tetangga  di Asia tenggara yang datang ke Borobudur untuk merayakan waisak bersama dengan umat Budha Indonesia. Mereka berjalan kaki dari negara asal (biksu thudong), memakai sarana transportasi, jika menyeberangi lautan. Mereka melakukan itu berminggu-minggu dan beristirahat di beberapa tempat. Seringkali ada bhiksu yang terhenti di tengah jalan karena secara fisik tidak memungkinkan.
Di Indonesia, rombongan bhiksu itu beristirahat di beberapa tempat di Indonesia. Salah satu tempat yang dituju adalah serambi Masjid Baiturrohmah di desa Bengkal, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, Minggu, 19 Mei 2024. Â Desa Bengkal adalah wilayah Temanggung yang berbatasan dengan Secang di Magelang yang tak jauh dari Candi Borobudur.
Awalnya, pihak bhiksu hanya meminta izin untuk mampir sebentar untuk beristirahat, membasuh diri dan sebagainya. Namun pihak masjid menyediakan makan dan minum secukupnya. Yang diterima dengan rasa terimakasih dari para bhiksu. Mereka lalu melakukan Paritta, yaitu doa keselamatan bagi masjid dan umatnya yang sudah menjamu mereka di Bengkal. Parrita atau jaya parrita adalah harapan semoga semua kebaikan warga sekitar dilimpahkan berkah dan kejayaan oleh Tuhan YME. Mereka melakukan Jaya Parrita diu halaman masjid, bukan di dalam masjid.
Kisah para bhiksu thudong ini mungkin bisa kita baca berkali-kali di media online. Peringatan waisak yang indah (penuh dengan lampion) di candi Borobudur pada malam hari dan fenomena bhiksu thudong adalah  hal yang menarik dan baik bagi rasa kebangsaan kita. Kebangkitan Nasional , lebih dari seratus tahun lalu menunjukkan bahwa keinginan bersatu sebagai bangsa dan berjuang bersama -sama  di atas segala perbedaan (etnis, bahasa, keyakinan dll) yang ada adalah sesuatu yang monumental.
Kini kita berada di era berbeda dan menantang. Semangat Kebangkitan Nasional yang tahun ini berhimpitan dengan peringatan hari Waisak, seharusnya menjadi momentum untuk mengingatkan kita kembali soal arti persatuan dan perjuangan. Bhudha yang pernah besar di Nusantara bersikap toleran terhadap keyakinan yang kemudian datang ke  Nusantara. Kini bila agama Islam menjadi agama terbesar di Nusantara, selayaknya kita juga masih menjunjung semangat persatuan dan perjuangan itu.
Selamat hari Waisak .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H