Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negara Islam dan Ketidakrelevanan dengan Indonesia

15 Juli 2023   12:22 Diperbarui: 15 Juli 2023   12:25 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu atau dua dekade ini, banyak keluarga yang dikejutkan oleh kehilangan anaknya atau perubahan perilaku oleh anaknya. Perubahan perilaku itu seringkali meliputi sikap acuh tak acuh kepada orangtuanya. Sering mengomentari tata laksana ibadah yang biasa dilakukan oleh keluarganya sendiri, sampai perilaku menyendiri yang kerap dilakukan mereka. Semakin lama mereka semakin asing dengan keluarga  mereka sendiri dan semakin banyak perbantahan antara sang anak dengan orangtua dan saudara yang lain tentang berbagai hal terutama soal agama.

Pada beberapa kasus, sang orangtua biasanya harus "merelakan " mereka terseret pada ideologi tertentu yang sering berkedok agama. Anak mereka mengecam kegiatan bersosialisasi keluarga mereka dengan masyarakat. Anak mereka juga berusaha mempengaruhi keluarga untuk tidak berhubungan dengan bank karena berhubungan dengan riba.

Kita bisa melihat fenomena ini ketika bom di gereja Katedral Makassar yang diledakkan oleh pasangan suami istri yang kemudian diletahui memiliki jaringan eksklusif yang memungkinkan pasangan ini mendapat ideologi melenceng. Ideologi melenceng ini terkait dengan agama.

Hal ini juga terjadi pada seorang wanita yang menyerang Mabes Polri seorang diri. Diketahui kemudian melalui surat wasiatnya bahwa dia tidak setuju ibunya aktif di kegiatan sosial (dama) di lingkungan tempat tinggalnya. Dia juga tidak menyetujui keluarganya berhubungan dengan bank, termasuk ketidak setujuannya soal falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Ini juga ditunjukkan oleh wanita penerobos istana yang mengaku ingin bertemu dengan Joko Widodo sebagai presiden karena menurut dia, Pancasila tidak cocok dengan Indonesia. Seharusnya, menurut mereka, syariat Islamlah yang cocok dengan Indonesia.

Berbagai ilustrasi yang saya sebutkan di atas adalah fenomena yang memang terjadi pada satu atau dua dekade ini. Keinginan untuk mengganti falsafah negara itu umumnya karena mereka melihat bahwa agama Islam adalah agama mayoritas.

Dengan keinginan mengganti falsafah Pancasila sama halnya dengan menginginkan negara kita menjadi negara Islam. Ini tak lepas dari kemunculan Negara Islam Indonesia (NII) yang pernah muncul di daerah Jawa Barat, kemudian merembet ke beberapa daerah lain seperti Aceh , Sulawesi dll.

Sampai sekarang NII banyak menginspirasi oang untuk berjuang mewujudkannya. Diantaranya dengan munculnya Al Zaytun sebagai salah satu faksi dari simpatisan NII. Meski dengan caranya yang nyleneh soal penafsiran agama, Al Zaytun tetap menjadi sesuatu yang seharusnya sudah dilarang pengajaan soal citacita mewujudkan negara Islam Indonesia. Dengan pembatasan atau bahkan pelarangan Al Zaytun, kita bisa mewujudkan negara Indonesia yang maju dan berakhlak. Karena bagaimanapun cita-cita negara Islam tidal lagi relevan untuk Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun