Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Abai terhadap Pengaruh Radikal Tersamar

10 Juni 2022   05:36 Diperbarui: 10 Juni 2022   05:46 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Beberapa minggu lalu kita dikejutkan dengan konvoi dari kelompok yang menamakan diri Khilafatul Muslimin. Konvoi yang menyasar daerah Pantura dan kemudian Jakarta ini memang akhirnya menarik perhatian publik sekaligus juga memancing tindakan dari aparat keamanan.

Tak lama setelah itu, aparat memang melakukan berbagai tindakan. Mereka menangkap ketua sekaligus pendirinya yaitu Abdul Qadir Hasan Baraja yang lahir di Taliwang Sumbawa. Aparat juga mencabut papan nama KM di kantor pusat dan beberapa kantor cabang setingkat provinsi dan kabupaten. Aparat juga menangkap beberapa pengurus organisasi itu di beberapa kota.

Pemimpin KM mengklaim bahwa dia mendirikan KM untuk melanjutkan kekhilafahan Islam yang terhenti karena keruntuhan Turki Utsmani. Dia dan pengurusnya menyatakan bahwa mereka bukan tidak setuju dengan Pancasila, namun KM sejatinya menurut mereka sejalan dengan Pancasila. 

Mereka juga menegaskan bahwa tujuan dan prinsip mereka berbeda dengan HTI  karena mereka hanya berambisi mempersatukan umat Islam dalam satu komando -- seperti halnya umat Katolik yang disatukan dan dipimpin oleh Paus di Roma Italia, tanpa bermaksud mengintervensi pemerintah yang sah dan mengubah negara. Alasan itu juga dipakai untuk merekrut simpatisan.

Karena alasan itu, para pengikutnya yang melakukan konvoi menyatakan seharusnya aparat tidak menghentikan itu karena tujuan kelompoknya adalah tidak bertentangan dengan Negara, justru sejalan. Karena itulah mereka berani melakukan konvoi secara terbuka dan menurut mereka sudah dilakukan dalam empat tahun ini.

Namun pengamat terorisme tidak setuju dengan pandangan itu karena itu hanya perubahan strategi alias tersamar. Pengamat Stanislaus Riyanta misalnya mengatakan bahwa prubahan strategi kelompok radikal yang sebelumnya menggunakan cara kekerasan, beralih ke cara yang lebih damai alias non kekerasan justru akan berbahaya. 

Cara itu cenderung akan membangkitkan dan menyuburkan lone wolf (pelaku tunggal) yang lebih membahayakan masyarakat dan Negara.

Kita bisa lihat beberapa pengeboman atau penyerangan tunggal yang dilakukan oleh beberapa orang. Katakanlah bom Surabaya, upaya pengeboman di Kartasura, penyerangan di Mabes TNI dan beberapa bom bunuh diri, umumnya tidak terkait dengan jaringan manapun. 

Mereka bergerak sporadis karena terinspirasi oleh sesuatu. Dan sesuatu itu bisa saja dari mendengar ceramah radikal di youtgube atau mengikuti kelompok seperti Khilafatul Muslimin ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun