Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Jadi Buzzer Pemersatu, Bukan Pemecah

12 Oktober 2019   03:12 Diperbarui: 12 Oktober 2019   03:20 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
knowledge Droid (sumber: knowledgedroid.com)

Akhir-akhir ini kita disuguhi oleh populernya kata pendengung  karena demo mahasiswa menentang RUU tempo hari. Saat itu pendengung atau buzzer memberikan informasi di luar kapasistasnya sehingga memperkeruh keadaan. 

Kita tahu bersama pasca demo, kesimpang siuran informasi dimungkinkan karena kondisi yang memang sebagian tidak atau belum terkendali.

Jauh sebelum hal ini terjad, keberadaan buzzer sebetulnya bukan sesuatu yang aneh dan asing. Jauh sebelum itu yaitu pada Pilpres 2014 ribuan buzzer dipakai untuk mempengaruhi pilihan orang untuk memilih presiden dan wakil presiden. 

Kadang yang dilakukan oleh buzzer itu tidak pada tempatnya alias fitnah karena mengaburkan fakta dan data. Akibatnya banyak masyarakat terjerembab karena ketidak mampuan mereka memilah informasi.

Setelah 2014 peran buzzer masih berlanjut lagi pada pilkada Jakarta pada 2016 di mana selain permainan buzzer, public juga dipengaruhi oleh ceramah-ceramah di masjid atas usahanya memepengaruhi public untuk memilih sosok di pilkada. Kala itu suasananya memang sangat hiruk pikuk dan cukup menganggu keseharian karena banyak komponen yang terlibat.

Buzzer dan sejenisnya juga mempengaruhi masyarakat pada pilpres tahun 2019 lalu. Mereka masih sering mempengaruhi orang untuk membangun opini tertentu via medsos. 

Situasinya tidak cukup menyenangkan karena nyaris sama dengan pilpres 2014 tetapi karena kampanye yang sangat panjang maka situasinya tidak menyenangkan.

Perlu diketahui bahwa cara buzzer mempengaruhi masyarakat dengan membangun opini tertentu tersebut sangat tidak bijak. Karena figure yang maju relative sama dan masa kampanye yang sangat panjang (hampir satu tahun).

Maka sama dengan keadaan waktu Pilkada Jakarta dimana opini yang dibangun sangat mempengaruhi masyarakat sehingga membuat public terbelah. Mereka menjadi saling membenci satu sama lain dan perpecahan antara anggota masyarakat tak terbendung lagi.

Belajar dari hal itu maka harus disadari bahwa sebenarnya media sosial dan buzzer mempunyai kekuatan dahsyat untuk mempengaruhi masyarakat. Karena itu harusnya dialokasikan kepada hal-hal yang bersifat positif sehingga bisa memberi manfaat kepada masyarakat banyak.

Seharusnya buzzer menggunakan media sosial untuk menyebarkan hal-hal yang positif dan membangun dan tidak pemecah. Narasi-narasi yang disampaikan di depan masyarakat haruslah tentang bagaimana persatuan harus dibangun sehingga negara ini kuat.  Pertentangan dan keterbelahan masyarakat hanya membuat masyarat kacau dan tidak mendidik.

Karena itu mungkin dari kita yang melek internet dan mampu memilah mana informasi yang benar dan mana yang tidak, bisa mengambil bagian untuk memberikan informasi positif dan membangun persatuan bagi masyarkat. Seharusnya perbedaan yang kita punyai ini disinergikan untuk persatuan dan kemajuan bangsa.  

Jadilah buzzer pemersatu dan buka  buzzer pemecah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun