Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Toleran, Hargai, dan Suarakan Pesan Damai

10 Juli 2018   22:24 Diperbarui: 10 Juli 2018   22:54 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali untuk merebut simpati publik, sebagian orang menggunakan ayat-ayat suci. Tidak sedikit pula, untuk mendapatkan pendukung dalam kontestasi politik, pendekatan agama juga dilakukan dengan menggunakan ayat-ayat suci.

Bahkan, kelompok radikal dan jaringan teroris sendiri pun, juga sering menggunakan ayat-ayat untuk mempengaruhi orang lain. Salah satunya seperti melakukan jihad yang salah, dan cara melakukan bom bunuh diri. Jika meninggal akan mati syahid dan masuk ke surge. Pandangan yang salah ini terus saja disebarkan ke publik, sampai oleh sebagian orang dimaknai sebagai kebenaran.

Dalam perhelatan politik, sentimen SARA seringkali juga digunakan. Paslon yang tidak seiman dianggap tidak layak. Sementara paslon yang seiman harus dipilih. Padahal, pemimpin yang bertanggungjawab, jujur dan adil, tidak bisa dilihat melalui seiman dengan kita atau tidak.

Kondisi ini semakin runyam, ketika provokasi yang bernuansa SARA juga terus merebak di dunia maya. Dengan ditangkapnya organisasi penyebar kebencian seperti Saracen dan MCA, menjadi bukti bahwa masih saja ada orang-orang yang menggunakan pesan provokatif dan pesan kebencian, untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Bayangkan, jika setiap peristiwa apapun selalu dilandasi dengan pesan damai. Dalam setiap perhelatan politik dan demokrasi, tak jarang pasangan calon atau elit politik berbicara tentang perdamaian, tapi dibalik itu saling seteru. Tak jarang elit politik bicara tentang saling menghormati dan menghargai, tapi tak berapa lama mereka justru saling caci antar sesama.

Sementara masyarakat yang dibawah tidak lagi saling menjelekkan, bahkan ada yang menjadi korban persekusi ataupun korban kekerasan. Hal semacam ini banyak sekali terjadi di negeri yang katanya sangat mengedepankan toleransi antar umat ini.

Untuk itulah, mari kita bersihkan negeri dengan terus menyebarkan pesan-pesan damai. Indonesia yang kaya akan adat dan budaya ini, dari dulu sangat menghargai yang namanya keberagaman. Budaya saling menghormati, saling membantu antar sesama sudah diajarkan oleh nenek moyang sejak dulu. Karena itulah muncul budaya gotong royong, yang diakui oleh seluruh orang di Indonesia. Bahkan, dunia internasional pun juga mengakui, bahwa masyarakat Indonesia sangat ramah kepada saja. Arti keramahan ini adalah sangat terbuka kepada siapa saja.

Sayangnya nilai-nilai luhur tersebut, bisa berpotensi menurun atau hilang, jika masyarakatnya menjadi radikal. Jika toleransi berganti intoleran. Jika keramahan berganti dengan kemarahan. Tidak lagi ada dialog, yang ada perasaan paling benar sendiri. JIka hal semacam ini terus terjadi, bukan mustahil Indonesia yang penuh dengan keramahan ini akan berubah menjadi negara yang penuh amarah. Jika amarah ini terus membabi buta, maka potensi konflik akan terus terbuka.

Jika memang tidak suka, janganlah saling mencaci. Jika memang ada perbedaan pandangan, hargailah pandangan yang berbeda tersebut. Dan jika memang terjadi perselisihan, maka berdialoglah untuk mendapatkan solusi yang tepat bagi semua pihak. Ingat, Indonesia adalah toleran. Indonesia adalah negara damai, bukan negara konflik. Terus suarakan pesan damai dimana saja, kapan saja dan kepada siapa saja. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun