Mohon tunggu...
Ardhan Satria
Ardhan Satria Mohon Tunggu... -

belajar untuk bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

kartun asing: pengikis nasionalisme generasi "kecil"

6 Januari 2011   17:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:53 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan Soekarno 65 tahun yang lalu, sudahkah bangsa Indonesia merdeka? Ada yang skeptis: bangsa ini belum merdeka,karena masih terbelenggu kemiskinan dan kebodohan hingga sekarang. Memang, apabila kita bertanya tentang kepuasan hati sampai mati pun Indonesia tidak akan pernah merdeka. Namun Apabila kita melihat lebih obyektif tetap ada perbedaan setelah proklamasi dikumandangkan dengan sebelum proklamasi dibacakan. Indonesia telah terbebas dari penjajah yang dulu bercokol di wilayah tanah air Indonesia. Walaupun harus kita sadari keadaan yang sekarang masih belum sesuai harapan. Yang perlu ditanyakan adalah apakah bangsa kita masih mempunyai idealism untuk mencintai negeri sendiri? Apakah bangsa kita masih menjaga rasa nasionalismenya selayaknya para pejuang terdahulunya?

Nasionalisme tidak hanya sebatas mempertahankan kedaulatan bangsa atau menanamkan rasa cinta tanah air, nasionalisme juga bagaimana kita menghargai dan mengapresiasi produk dalam negeri. Indonesia adalah Negara yang kaya, kaya akan sumber daya alamnya, kaya akan budayanya, juga kaya akan sumber daya manusianya yang kreatif. Sudah selayaknya kekayaan dan produk asli Indonesia unggul di negeri sendiri dan menjadi ujung tombak nasionalisme bangsa Indonesia.

Era globalisasi yang semakin kental terasa diam - diam mengikis rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Mudahnya produk luar negeri membanjiri Indonesia menyebabkan Hilangnya rasa cinta terhadap produk negeri sendiri. Serta kurangnya apresiasi bangsa Indonesia terhadap produk sendiri menyebabkan insan – insan kreatif Indonesia lebih tertarik bekerja di Negara orang.

Kita lihat saja kondisi sekarang. Layar kaca Indonesia akhir-akhir ini menyajikan berbagai macam film kartun untuk anak-anak Indonesia, akan tetapi hampir semua kartun yang tayang di layar kaca tersebut adalah produk asing. Contohnya saja Upin ipin dari Malaysia dan yang paling baru adalah little khrisna dari india. Lalu, bagaimana eksistensi kartun Indonesia sekarang? Kartun Indonesia memang sangat jarang keluar di layar kaca Indonesia, tapi bukan berarti Indonesia tidak punya film kartun buatan sendiri.

Pada tahun 1960an – 1970an ada film kartun benama “Huma” yang sering ditampilkan di televisi. Huma adalah film kartun pertama Indonesia. Walaupun dibuat secara sederhana sekali, Huma pernah tenar di eranya. Hal itu karena saat itu ada dukungan dari pemerintah. Dan saat itu pemerintah menyadari betul akan manfaat film kartun terhadap rasa nasionalisme bangsa. Terutama generasi muda yang notabene sebagai segmentasi pasar untuk film kartun. Ada juga serial kartun “Kabayan liplap”, film kartun yang sarat akan makna dan nilai luhur bangsa Indonesia. kemudian “Punakawan” 4 tokoh pewayangan yang identik dengan budaya Indonesia. ada lagi “si Unyil” yang selalu mengajarkan budi pekerti. lalu Sekitar tahun 2002 Garin Nugroho pernah membuat film animasi layar lebar yang berjudul “Homeland”. Dia berkerja dengan animator dari Yogyakarta. Tetapi waktu itu tidak tembus ke bioskop-bioskop terkenal karena ada kendala di dana distribusi. Tidak adanya dukungan dari pemerintah dan pihak pihak terkait lainnya seperti stasiun televisi swasta yang membuat kartun Indonesia terpuruk seperti sekarang. Padahal stasiun televisilah yang menjadi instrument penting dalam kemajuan kartun Indonesia.

Hal ini harus diperhatikan, film kartun mempunyai pengaruh signfikan dalam penanaman rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Terutama generasi muda yang akan melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia. Dalam film kartun Indonesia seperti Kabayan liplap dan Punakawan tertanam budaya khas Indonesia serta nilai – nilai luhur bangsa Indonesia. Itu yang seharusnya ditanamkan kepada diri bangsa Indonesia sejak kecil. Oleh karena itu film kartun adalah salah satu media yang paling strategis untuk menanamkan nilai - nilai tersebut kepada generasi muda. Bukan film buatan Malaysia atau india yang hampir setiap hari ditayangkan di layar kaca Indonesia. Memang, film – film buatan asing seperti Upin Ipin dan Little Khrisna juga memuat nilai – nilai universal yang bisa diterima oleh semua kalangan dan memberikan efek positif bagi anak – anak. Tapi, disetiap serial upin - ipin ada sisipan adegan atau simbol untuk penontonnya agar mencintai negeri malaysia dari segi sosial dan budaya, hal ini adalah sebuah contoh invansi dari negeri jiran kepada generasi muda untuk mencintai negeri orang dibandingkan negerinya sendiri. Alangkah prihatinnya ketika mendengar mereka menirukan gaya bahasa melayu seperti di film Upin Ipin. Akan lebih baik apabila rangsangan nilai – nilai tersebut diberikan melalui hasil karya anak bangsa Indonesia sendiri yang memang lebih bermutu dari kartun luar negeri.

Sudah saatnya kartun Indonesia unggul di negeri sendiri. Sudah saatnya sineas - sineas animasi Indonesia mengabdikan dirinya untuk negeri sendiri. Dan bangsa Indonesia sudah seharusnya mengapresiasi dan menghargai hasil karya anak indonesia. Siapa sangka dibalik pembuatan kartun Upin – Ipin yang terkenal dari Malaysia, animatornya adalah orang Indonesia bahkan seorang putri Indonesia bernama marsha chikita. Putri dari Ikang Fawzy. Inilah suatu bukti nyata kurangnya nasionalisme dan apresiasi kepada negeri sendiri.

Marilah kita bersama – sama memperkuat rasa nasionalisme generasi muda melalui saran tontonan yang berkualitas untuk Indonesia walaupun itu hanya dalam bentuk film kartun. Apakah tidak ada rasa ketakutan dalam diri kelak anak-anak bangsa yang diharapkan bisa menjadi penerus dan pewaris bangsa yang kaya ini hancur karena film-film kartun produk asing. Kita mulai dari sekarang dengan segala Kemudahan teknologi yang kita punya. Tentu saja dukungan dari pihak – pihak terkait sangat dibutuhkan. Apalagi peran pemerintah yang seharusnya mengarahkan stasiun televisi untuk membatasi penayangan film-film kartun asing, dan memberikan kesempatan kepada generasi bangsa yang kreatif untuk membuat dan menayangkan film-film kartun anak bangsa yang lebih mendidik dan bercorak budaya bangsa.

Karena, Nasionalisme tidak hanya ditanam melalui pengajaran di sekolah, tetapi nasionalisme bisa diperoleh dari layar kaca dengan menghadirkan tontonan yang berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun