Pelaku wisata yang sebagian besar pasti terdiri atas warga setempat suatu kawasan wisata, justru kehilangan ladang rejekinya. Padahal, mereka itulah yang secara langsung merawat eksistensi kepariwisataan. Namun, ternyata peluhnya justru lebih banyak mengalirkan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan, alih-alih menunjang kemandirian ekonomi masyarakat. Suatu potret yang cukup ironis.
Selain perlu dikaji ulang mengenai dasar perhitungan tarif retribusi wisata, sebaiknya pemerintah segera melakukan evaluasi berbasis penelitian ilmiah mengenai dampak adanya kenaikan tarif wisata. Sehingga, kebijakan retribusi wisata berjalan dengan bijak, dan bukan sekadar strategi untuk meningkatkan pendapatan--pemerintah--suatu daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H