Nilai filosofis Kejawen/Jawa adalah perjalanan empat tahap menuju manusia sempurna oleh sang bima (Werkudara).
Etnis Jawa Kuna memiliki kearifan memandang nilai filosofis perjalanan empat tahap menuju manusia sempurna oleh sang Bima (Werkudara).
Kisah tokoh Werkudara dalam menuju manusia sempurna dalam cerita Dewaruci dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa disebut: laku raga, laku budi, laku manah, dan laku rasa. Atau menurut ajaran Mangkunegara IV seperti disebutkan dalam Wedhatama (1979:19-23), empat tahap laku ini disebut: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa, merupakan metafora dari ajaran tauhid tasawuf.
Mandor klungsu & Joko Pring
Metafora :Mandor klungsu (manusia al-hikmah)
Pemikiran Sosrokartono : Para pangeran Ingkang sami rawuh perlu Manggihi pun "klungsu"
Makna Pemikiran Sosrokartono : Perilaku menghargai, mengayomi dan waspada. Menghargai merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Menghargai atas hal-hal kecil dalam hidup dan menghargai kepada sesama. Optimis bentuk dari rasa tunduk kepada takdir Tuhan, jika melakukan kebaikan akan mendapatkan balasan kebaikan. Mengayomi yang bertujuan melindungi, melayani, mendampingi, serta memberi arahan untuk menuju hidup yang lebih baik. Waspada adalah tindakan berhati-hati dalam semua kegiatan yang dilakukan baik dalam
mengerjakan sesuatu ataupun menjalani kehidupan
Metafora : Joko Pring (manusia as-shiddiq)
Pemikiran Sosrokartono : Joko Pring, Pring padha pring, Weruh padha weruh, Eling padha eling, Pring padha pring, Weruh padha weruh, Eling tanpa nyandhing.