Ia bekerja dengan system borongan membuat buffet . Jika dihitung setiap bulannya ia masih mendapatkan uang borong sebulan rata rata Rp 3,6 juta.
"Ya meski tidak begitu tinggi bagi saya sudah lumayan untuk menghidupi keluarga . Upah segitu tidak terpotong transpot dan lainnya . Karena kerja dekat dengan rumah makan siang pulang sebentar . Jadi meski segitu sudah alhamdulillah", kata Heru yang bekerja sebagai tukang lebih 10 tahun.
Heru mengatakan meski ada pekerjaan lain misalnya sebagai nelayan atau bekerja di sektor tambak . Namun ia lebih memilih bekerja sebagai tukang kayu.Â
Salah satu penyebabnya adalah tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan kerja lapangan. Memang jika dilahat upahnya lebih menjanjikan kerja dilapangan.
Heru mengakui memang sekarang tenaga tukang kayu semakin lama semakin berkurang . Anak muda lebih tertarik bekerja di pabrik.Â
Tanpa ketrampilanpun mereka langsung bisa bekerja, Lain kalau terjun ke tukang kayu perlu latihan atau penyesuaian dahulu beberapa bulan.
"Itulah mengapa anak muda jarang yang kerja tukang kayu. Mereka mencoba bekerja di pabrik dahulu nanti kalau mentok baru kerja serabutan diantaranya sebagai tukang kayu. Padahal kalau dihitung upahnya kalau tidak lembur masih tinggian tukang kayu", kilah Heru. ( Pak Muin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H