Mohon tunggu...
Fatkhul Muin kabarseputarmuria
Fatkhul Muin kabarseputarmuria Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Warga,Wiraswasta,YouTuber

Sepuluh tahun lalu berkecimpung memburu dan menulis berita namun saat ini berwiraswasta dan mengembangkan ekonomi kerakyatan di pedesaan. Tetapi hasrat untuk menulis masih menggebu-ngebu kanal kompasiana inilah sebagai ajang pelampiasaan untuk menulis. " Menulis tidak bisa mati " aku tuangkan kreasiku juga di blog pribadiku www.kabarseputarmuria.com selamat membaca dan berbagi informasi No HP : 085290238476 semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasihan , Tak Ada Jembatan Permanen Petani Kesulitan Angkut Hasil Panen

18 Maret 2015   20:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_356178" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan Bambu untuk angkut hasil panen"][/caption]

Jepara – Petani di desa Tedunan kecamatan Kedung saat ini kesulitan membawa gabah hasil panen mereka. Pasalnya sawah mereka terpisah oleh saluran air yang cukup lebar. Akibatnya pengangkutan gabah dilakukan dengan cara manual dipanggul oleh tenaga manusia.

Jembatan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen itu hanyalah jembatan bamboo yang kondisinya tidak layak untuk angkutan panen. Jembatan hasil swadaya petani itu terbuat dari beberapa batang bamboo yang dipasang membujur. Sedangkan tiang dan juga pegangan jembatan semua terbuat dari bamboo.

“ Ya gimana lagi adanya hanya jembatan bamboo ini , tenaga angkut hasil panen harus hati-hati jika melewati jembatan ini. Inipun hasil swadaya para petani disini “, ujar Sanwar petani dari desa Tedunan pada kabarseputarmuria.com

Jembatan bamboo ini usianya paling lama dua tahun. Oleh karena itu jika jembatan ini rusak para petanipun  kembali “urunan” untuk membuat jembatan darurat baru. Jika tidak ada jembatan darurat itu petani harus memutar jalan hampir satu kilometer jauhnya.

Minimnya infrastruktur pertanian ini membuat harga jual gabah lebih rendah dibandingkan dengan pemanenan di lahan lain. Jauhnya lokasi pemanen dengan jalan raya membuat biaya operasional panen lebih tinggi. Akibatnya harga gabah dihitung setelah dikurangi ongkos panen dan transportasi.

[caption id="attachment_356182" align="aligncenter" width="300" caption="Petani angkut hasil panen dari sawahnya"]

14266857711015808437
14266857711015808437
[/caption]

“ Kalau dihitung setiap kwintal gabah basah ada perbedaan harga sampai Rp 50 ribu . Selain itu jika mencari tenaga untuk panen juga susah kalau ada upahnya juga minta yang tinggi”, ujar tambah Sanwar.

Sanwar berharap ada bantuan infrastruktur pertanian untuk desa Tedunan kecamatan Kedung ini. Selain jalan pertanian yang membelah persawahan juga dibangunnya jembatan permanen diatas saluran air. Dengan lancarnya angkutan hasil pertanian tentunya akan meningkatkan harga jual gabah.

Selain itu petani yang akan menuju ke lahan persawahan tidak ada kesulitan meskipun kondisi musim hujan. Saat ini jika musim hujan tiba petani yang akan menggarap sawahnya harus memutar jalan mencari jalan alternative menuju ke lahannya masing-masing.

“ Saya iri lihat di televise jalan pertanian sudah bagus-bagus sehingga petani ke sawahnya bisa naik sepeda atau sepeda motor . Jika panen tiba gabah bisa diangkut menggunakan mobil “, harap Sanwar . (Muin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun