Mohon tunggu...
Fatkhul Muin kabarseputarmuria
Fatkhul Muin kabarseputarmuria Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Warga,Wiraswasta,YouTuber

Sepuluh tahun lalu berkecimpung memburu dan menulis berita namun saat ini berwiraswasta dan mengembangkan ekonomi kerakyatan di pedesaan. Tetapi hasrat untuk menulis masih menggebu-ngebu kanal kompasiana inilah sebagai ajang pelampiasaan untuk menulis. " Menulis tidak bisa mati " aku tuangkan kreasiku juga di blog pribadiku www.kabarseputarmuria.com selamat membaca dan berbagi informasi No HP : 085290238476 semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengamen untuk Membiayai Anak Kuliah di Perguruan Tinggi

22 Juni 2011   23:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_118294" align="aligncenter" width="680" caption="Mengamen untuk biayai anak kuliah"][/caption]

Pengantar : Bagi sebagian orang pekerjaan mengamen adalah pekerjaan yang paling buruk dibandingkan pekerjaan lainnya, meski halal namun banyak orang yang memandang sebelah mata . Bahkan banyak pula yang mengatakan bahwa pekerjaan mengamen identik dengan mengemis atau meminta-minta. Namun siapa sangka dari hasil mengamen ini ada sepasang suami istri yang mampu membiayai kuliah anaknya di perguruan tinggi swasta dan juga sekolah lanjutan pertama. Anehnya sampai saat ini kedua anaknya tidak tahu jika biaya kuliah dan sekolah itu hasil mengamen kedua orang tuanya. Sepasang suami istri yang karena privasi tidak mau menyebutkan namanya , sebut saja Edi ( bukan nama sebenarnya ) dan Dewi ( juga bukan nama sebenarnya) yang mengaku berasal dari sebuah kota di Jawa Timur dan sejak tahun 1990 mulai bekerja sebagai pengamen . Sebelum terjun menjadi pengamen Edi mempunyai dua kios pasar yang berbeda yang menjua berbagai barang elektonik dari , Televisi , Tape, Kipas angin sampai dengan Kulkas . Namun pada suatu saat salah satu kiosnya terkena musibah kebakaran sehingga semua barang-barangnya ludes dimakan si jago merah. Tidak berlangsung lama kios yang satunya juga mengalami musibah yang sama juga terbakar habis tidak tersisa. dua puluh tahun mengamen berdua ” Melihat kondisi itu saya down sekali , saya tidak menyangka tuhan memberikan musibah secara beruntun . Namun akhirnya kami sadar mungkin itu sudah kehendak Tuhan kami menerima dengan lapang dada. Untung pada waktu itu anak saya baru satu dan masih kecil sehingga beban keluarga belum begitu berat ”, cerita Edi pada FATKHUL MU’IN Setelah semua modalnya habis maka iapun berencana untuk merantau mencari kehidupan baru dan melupakan musibah yang terjadi , sehingga anaknyapun dititipkan kepada saudaranya . Di tempat baru iapun mencoba berusaha karena mempunyai ketrampilan servis electronik iapun membuka usaha ditempat baru . Karena dia orang baru pelanggannyapun tidak begitu banyak apalagi sudah banyak saingan sehingga setiap hari tidak mesti memdapatkan penghasilan . Ditengah kegalauannya itu iapun membuat alat pengeras suara yang dapat dibawa-bawa dan bisa dibuat karaoke , karena dia dan istrinya mempunyai hobi menyanyi maka mencobalah ia menjual suaranya dengan diiringi musik karaoke. ” Pertama memang agak grogi namun lama-lama hal itu terbiasa, apalagi saya dan istri menguasai lagu-lagu ndangdhut nostalgia Rhoma Irama dan Evi Sukaisih . Mereka cukup terhibur dengan lagu-lagu persembahan saya , dengan suka rela mereka mau memberikan uang ”, ujar Edi yang ditemui saat ngamen di Pasar Kedungmutih Demak . Edi yang sudah dua tahun ini mengontrak rumah di Jepara mengatakan , agar pendapatannya banyak ia hanya ngamen di pasar- pasar dimanapun ia singgah . Seperti saat ini ia tinggal di Jepara maka iapun hanya ngamen di pasar-pasar seputaran kota Jepara dan sekitarnya . Dari rumah ia berangkat jam 8 pagi dengan naik angkot dan menuju pasar dan pulangnya jika uang sudah didapat yaitu Rp 100.000,- an karena selain untuk kirim kedua anaknya di Jawa Timur , iapun perlu uang untuk makan dan bayar sewa rumah di Jepara. Setiap tanggal 20 dia pasti mentrasfer uang sekitar Rp 1.500.000,- untuk biaya kuliah dan biaya hidup kedua anaknya . Selama lebih 20 tahun mengamen ia mengaku pendapatnnya cukup untuk biaya hidup dan juga kuliah dan sekolah kedua anaknya. ” Ahamdulillah meski hanya mengamen di pasar , pendapatan saya cukup untuk makan sehari-hari juga biaya hidup dan kuliah anak saya . Sampai saat ini saya tetap merahasiakan profesi saya pada anak-anak saya , yang penting saya bisa mencukupi kebutuhan mereka berdua ”, tambah Edi yang didampingi istrinya yang selalu menyertai kemana saja. Karena kecintaannya dengan profesi ngamen itulah hampir semua kota-kota di Jawa ia singgahi , bahkan dia pernah merantau sampai ke pulau Sulawesi dan Kalimantan . Justru di luar Jawa profesi sebagai pengamen jika suaranya bagus kita akan dihargai , bahkan jika waktu-waktu tertentu ia mendapatkan job menyanyi berdua mengiringi electone atau organ tunggal . Jika mendapatkan order atau panggilan ia memasang tarip Rp 350.000,- sekali manggung berdua bersama istrinya . Oleh karena itu jika diam di suatu tempat iapun menghubungi pemilik electone organ tunggal menawarkan jasa menyanyi , dengan cara meninggalkan nomor HP yang setiap waktu bisa dihubungi. ” Namun undangan manggung tidak setiap hari saya dapatkan paling jika bulan banyak orang punya gawe , oleh karena itu agar penghasilan selalu ada saya berduapun terus mengamen keliling pasar ”, ujar Dewi istri Edi menambahkan. Pengeras suara buatan sendiri yang menemani mengamen Ketika ditanya apa ia terus mengamen dan meninggalkan kedua anaknya , Edi maupun Dewi menjawab tidak . Mereka berdua ingin kembali bergabung dengan anak-anaknya , namun jika keduanya telah menggondol gelar Sarjana seperti yang ia dambakan . Pada awalnya ia mengharapkan anak yang pertama kuliah di fakultas kedokteran , namun putrinya lebih tahu kondisi kedua orangtuanya akhirnya ia masuk di Jurusan Administrasi Negara . Untuk anak yang kedua iapun berusaha agar dia juga bisa kuliah seperti kakaknya yang pertama meski keduanya harus berkeliling pasar untuk mengamen. ” Ya nanti kalau anak-anak sudah lulus sarjana semua , saya berniat kembali ke kampung berusaha seadanya utamanya ya kembali ke servis eloktronik dan jual beli seperti dulu. Sebelum keduanya jadi Sarjana saya tidak malu untuk keliling pasar menjual suara bersama istri saya ”, ujar Edi menutup sua. (FM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun