Mohon tunggu...
Fatkhul Muin kabarseputarmuria
Fatkhul Muin kabarseputarmuria Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Warga,Wiraswasta,YouTuber

Sepuluh tahun lalu berkecimpung memburu dan menulis berita namun saat ini berwiraswasta dan mengembangkan ekonomi kerakyatan di pedesaan. Tetapi hasrat untuk menulis masih menggebu-ngebu kanal kompasiana inilah sebagai ajang pelampiasaan untuk menulis. " Menulis tidak bisa mati " aku tuangkan kreasiku juga di blog pribadiku www.kabarseputarmuria.com selamat membaca dan berbagi informasi No HP : 085290238476 semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional ( UN ) Dilematis Bagi Sekolah Swasta Pinggiran dan Pedesaan

26 Maret 2010   14:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_103117" align="alignnone" width="500" caption="Wajah-wajah Ceria siswa yang lulus UN "][/caption]

Usai sudah pelaksanaan Ujian Nasional untuk siswa sekolah SMA sederajat dan nanti minggu depan dilanjutkan denganUjian Nasional untuk siswa SMP sederajat . Memang bagi pengelola sekolah dan juga orang tua wali murid UN merupakan momok yang sangat ditakuti , karena UN yang berlangsung hanya beberapa hari saja dapat menyirnakan harapan dan memalukan mereka jika tidak lulus. Oleh karena itu dalam rangka menyukseskanUN tersebut fihak sekolah bekerjasama dengan wali murid mengadakan berbagai macam kegiatan , diantaranya ada yang mengadakan les siang dan malam, ikut bimbingan belajar, do’a bersama sampai dengan menggelar istighosah . Hal ini dimaksudkan agar pelaksaan UN nanti bisa berlangsung lancar dan membuahkan hasil yang baik dengan kelulusan 100 persen dalam arti kata semua lulus.

Bagi sekolah – sekolah di perkotaan ataupun sekolah favoritUN tidak begitu merepotkan karena siswa atau peserta didik merupakan bibit-bibit unggul yang tidak memerlukan perlakukan khusus dalam proses belajar mengajarnya. Selain itu peran orang tua wali dalam hal keberhasilan anak-anaknya lebih dominan , sehingga meskipun dari sekolah sudah mendapatkan materi ajar yang cukup masih ditambah lagi dengan mengikuti les privat atau bimbingan belajar. Sehingga bagi sekolah favorit UN merupakan ulangan biasa yang tidak begitu merepotkan atau membuat nyali kecil para guru atau orang tua wali murid. Namun sebaliknya bagi sekolah pinggiran atau sekolah di pedesaan UN merupakan hal yang cukup memberatkan , oleh karena situasi dan kondisi yang jauh berbeda .Untuk fasilitas sekolah misalnya banyak sekolah pinggiran atau pedesaan berjalan seadanya gedung yang sederhana, perpustakaan, laborat dan tenaga pengajarnyapun seadanya pula. Sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri dalam rangka menghadapi UN yang saat ini masih menjadi polemic , namun pemerintah tetap menjalankannya sekarang dan mungkin untuk waktu yang akan datang.

Seminggu sebelum UN berlangsung saya pernah berbincang-bincang dengan salah seorang guru Madrasah Aliyah yang kebetulan Mata Pelajarannya masuk pada Ujian Nasional, dia mengaku UN merupakan dilema baginya. Oleh karenanya sebelum UN berlangsung , sekolahnya mengadakan try out bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan atau bimbingan belajar , hasilnya jauh dari harapan yaitu banyak siswa yang tidak lulus. Meskipun diulang 2 – 3 kali hasilnyapun masih tidak menggembirakan . Sehingga andaikata UN dijalankan sesuai aturan yang ada seperti Try out yang pernah dilakukan secara mandiri , maka dapat dipastikan siswa dari sekolahnya banyak yang tidak lulus dan ini menjadi masalah tersendiri baginya. Melihat kenyataan itulah maka ada kesepakatan tersendiri ( MOU ) yang tidak tertulis antar kepala sekolah pinggiran atau pedesaan agar UN di masing-masing sekolah tersebut dapat berjalan dengan sukses dan hasil yang tidak mengecewakan sekolah.

Menurut mereka kesepakatan tersebut ditempuh demi kelangsungan sekolah mereka untuk waktu yang akan datang. Sebagai contoh sekolah yang dalam UN siswanya banyak yang tidak lulus , dapat dipastikan akan kesulitan mendapatkan siswa dalam tahun ajaran berikutnya. Selain itu ada pula rasa iba para guru atau pengelola sekolah jika ada siswanya yang tidak lulus UN sehingga harus mengulang setahun, ini akan menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa yang harus mengeluarkan biaya lagi untuk mengulang ujian. Selain itu bagi siswa sekolah pinggiran atau pedesaan banyak yang beranggapan jika belajar di sekolah tersebut hanyalah mencari selembar ijasah saja , setelah itu ya selesai alias tidak melanjutkan. Bila ada siswa yang melanjutkan jumlah sangat minim , hal ini disebabkan terlalu mahalnya biaya di perguruan tinggi yang tidak akan terjangkau oleh kantong mereka yang kebanyakan dari keluarga yang kurang mampu.Hal itulah yang menyebabkan mengapa banyak sekolah pinggiran atau pedesaan yang kelulusan siswanya jauh lebih tinggi dibandingkan sekolah diperkotaan yang notabenenya sekolah pilihan.

Fenomena itu dibenarkan oleh salah seorang guru MA yang kebetulan menjadi pengawas UN di salah satu Madrasah Aliyah swasta pedesaan di Demak. Dia mengaku menjadi pengawas di sekolah pedesaan harus tahu diri kalau ingin banyak teman , sehingga tugas menjadi pengawas ujian di sekolah pedesaan jangan disamakan dengan ditelevisi. Dalam mengawasi murid yang mengerjakan soal harus toleran tidak terus di dalam kelas dengan mata melotot , namun harus tahu diri memberi kesempatan murid mendapat pertolongan dari teman atau sekolah. Selain itu fungsi pemantau UN juga lemah , hal ini disebabkan letak sekolah yang berjauhan dengan jumlah tenaga terbatas menyebabkan soal dengan pemantau tidak dapat datang dan kembali secara bersamaan . Kesempatan inilah yang kemudian digunakan oleh fihak sekolah atau guru untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji , semisal membuka soal terlebih dahulu kemudian membuatkan kunci jawaban pada siswa atau bentuk-bentuk yang lain.

Melihat kenyataan itulah perlu kiranya ada evaluasi terhadap keberlangsungan UN untuk waktu yang akan datang , jika ingin terus dijalankan mestinya harus meminimalisir efek negative dari pelaksanaan UN. Jika tidak dapat lebih baik UN dikembalikan dalam format lama yaitu US ( Ujian Sekolah ) yang dilaksanakan menurut kemampuan masing-masing daerah ataupun sekolah . Sebagai contoh siswa di Papua pinggiran atau pedesaan prestasi belajarnya akan berbeda jauh jika dibandingkan dengan siswa Jakarta kota , jika mereka diberikan soal yang kadar kesulitannya sama hasilnya akan jauh berbeda. Selain itu pula hal-hal teknis dan non teknispun banyak mempengaruhi dari hasil ujian mereka. Lalu akankah UN ini dilanjutkan atau tidak? kita tunggu kebijakan pemerintah untuk waktu yang akan datang. (FM)

Fatkhul Muin

Pengelola Blog : Pusat Informasi Masyarakat Pesisir (http: www.For-Mass.Blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun