Politik, Perbedaan itu Indah
Tahun ÂPada bulan November 2024 tepatnya hari  Rabu, 27 November 2024 sebagian besar daerah di Indonesia menghadapi hajatan besar setiap lima tahun sekali, yaitu pemilihan presiden dan DPR Serta kepala Daerah baik itu Gubernur, Walikota,ataupun Bupati. Tahun ini disebut sebagai tahun politik. Atau juga sering dikenal sebaggai pesta rakyat atau pesta demokrasi.
Dalam islam, istilah pesta dikenal dengan ungkapan lain seperti walimatul urssy, walimatul aqiqah, walimatul khitan atau lainya. Yang pada intinya adalah tempat kita untuk saling berbagi untuk Bahagia Bersama atau berbagi kebahagiaan. Saat ini masih sering jadi pertanyaa, bagaimana dengan pesta demokrasi? Apakah kita harus tetap gembira, ceria, atau malah sebaliknya?
Namun kenyataan yang terjadi, pesta demokrasi pada tahun politik malah akan menjadi momen perpecahan dan putusnya hubungan isilaturahim antar saudara, teman, tetangga, bahkan keluarga sendiri jika kita tidak bisa menyikapinya secara moderat. Teman ngopi teman nongkrong bisa berubah menjadi teman debat dan memicu peregangan hubungan. Desa yang tadinya asri dan sejuk berubah menjadi  panas karena tetangga sebelah rumah berbeda dalam menentukan pilihan.
Lantas bagaimana sikap kita dalam menghadapi tahun tahun politik seperti sekaranag ini?
Dikutip dari  pesan Mustasyar  PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus,Â
jangan sampai perbedaan pilihan yang lima tahun sekali merusak pernikahan yang sudah dibangun puluhan tahun. Begitujuga pilkada tidakboleh merenggut persaudaraan dan memutus silaturahim,
 dikutip dari nu.or.id, Minggu 22/12/2024
Gus Muwafiq, pengasuh ponpesMinggir Sleman, menyerukan kerukunan dan peersatuan bangsa usai hajatan pemilu dan pilkada 2024.
Tidak ada lagi nomor satu, nomor dua, dan nomor tiga, yang ada adalah kita  semua anak bangsa yangpunya kewajiban untuk menjaga perdamaian, kedamaian, kelangsungan Sejarah bangsa  indonesiaÂ
Masyarakat harus  mewaspadai segala macam bentuk adu domba yang mungkin timbul sampai saat ini. Ia meminta agar masayarakat tiidak mudah terprovokasi.
Coba kita renungkan, ini semua  adalah sunatullah, dengan adanya perbedaan maka dunia akan tampak lebih berwarna. Bagaimana jadinya jika dunia hanya ada satu warna saja, tentu dunia akan terasa jadul seperti TV dua warna hitam dan putih. Apalagi  sekarang setelah pesta demokrasi, maka harus kita sambut dengan riang gembira dan jangan termakan oleh isu isu yang tidak benar dan memicu konflik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H