Iran menjadi salah satu negara Asia Barat yang  mengalami pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat setelah naiknya produksi dan harga minyak yang akan dijual di pasaran. Terlebih lagi di masa embargo tahun 1973 yang dilakukan Arab Saudi kepada AS. Membuat Raja Iran, Mohammad Reza, menaikkan harga minyak yang dijual ke pasaran. Hasil penjualan tersebut juga digunakan untuk melanjutkan modernisasi Iran yang telah lama digalakkan oleh Reza Shah (Raja Iran sebelumnya) sejak dekade 1930an yang terinspirasi dari Ataturk. Namun dalam modernisasi tersebut, tidak sedikit tercemari oleh praktik KKN di dalam pemerintahan. Di sisi lain, kemajuan modernisasi membuat Iran menjadi satu-satunya negara terkuat di Asia Barat. Arab Saudi saat itu bahkan cenderung menghormati negara Iran, walaupun beda sekte. Pada pidato tahun 1977, Presiden AS Jimmy Carter, memuji Iran sebagai Island of Stability. Namun kepuasan tersebut hanya bertahan sebentar saja setelah gabungan masyarakat Iran dengan berbagai ideologi yang dipimpin oleh Khomeini dari Paris memulai sebuah revolusi pada tahun 1978 dan puncaknya pada Januari 1979 ketika Shah melarikan diri ke AS dan Khomeini selanjutnya pulang ke Iran dari pengasingannya di Prancis pada Maret 1979. Selain Raja Mohammad, Perdana Menteri, barisan Jenderal tentara Iran, menteri-menteri, intelektual, pengusaha keluarga kerajaan dan ratusan ribu pegawai negeri melarikan diri ke negara-negara Eropa Barat, Kanada, dan AS karena takut diamuk massa yang mana mereka telah dianggap melawan Islam. Lalu, mantan Perdana Menteri Iran, Hoveyda dan kepala angkatan udara Iran, Jahanbani ditembak mati melalui pengadilan dengan alasan yang tidak jelas. Revolusi menciptakan kekacauan dimana-mana. Kemudian Khomeini mendeklarasikan diri sebagai satu-satunya pemimpin Iran. Dan peraturan sistem teokrasi diberlakukan sejak saat itu juga. Perempuan disuruh wajib berjilbab termasuk yang non muslim sekalipun, laki-laki dipaksa berjenggot, pelajaran agama diperbanyak daripada pelajaran ilmu yang lain, bioskop ditutup, musik Barat dilarang, dsb. Revolusi tersebut dirayakan, tetapi revolusi tersebut sangat mengerikan dan menciptakan brain-drain massal yakni kaburnya ribuan massa intelektual dari suatu negara akibat sebuah tragedi. Revolusi ini bisa dikatakan melenceng dari ajaran substansial Islam yang mengajarkan agar bersabar dan taat.
Pada tahun 1970an,Revolusi Iran sendiri sebenarnya jika ditelisik lebih awal, akarnya berasal dari tahun 1963 ketika Raja Mohammad meluncurkan paket kebijakan reformasi yang bernama Revolusi Putih. Serangkaian kebijakan tersebut terdiri dari pembagian buku-buku ke berbagai kampung untuk meningkatkan literasi, dibolehkannya perempuan untuk ikut memilih dalam pemilu, dan yang terakhir pembagian tanah beberapa tuan tanah seperti ulama Iran untuk rakyat miskin. Dan kebijakan tersebut membuat serangkaian ulama Iran dan pengikutnya marah dan terjadilah pemberontakan 15 Khordad pada tahun 1963 yang menewaskan puluhan orang oleh provokasi seorang ulama yaitu Imam Khomeini. Imam Khomeini lalu ditangkap, sempat akan dihukum mati namun ditolak demi kemanusiaan, dan dibuang ke Irak lalu akhirnya pindah ke Prancis setelah diusir Saddam pada tahun 1975. Dari luar tersebut, Khomeini memprovokasi rakyat Iran untuk memberontak melawan Raja Mohammad dan mendapatkan momennya pada tahun 1979. Amerika Serikat juga ternyata diam-diam mendukung Khomeini dan menusuk Raja Mohammad dari belakang.
Akibat dari kekacauan tersebut, Iran mengalami kemunduran hebat. Pertama, karena brain-drain ribuan intelektual penggerak sumber daya manusia dan pengusaha penggerak ekonomi yang kabur ke luar menyebabkan Iran jatuh menjadi negara miskin. Dan mau tidak mau segalanya harus dibangun dari ulang. Yang kedua, Iran mengalami kehilangan kedaulatan yang membuat rival Iran seperti Irak pimpinan Saddam Hussein yang sebelumnya menghormati Iran di zaman Raja Mohammad kemudian terang-terangan menyerang Iran untuk memperluas Irak dan memenangkan hati masyarakat suku Arab yang rindu akan kejayaan Arab di masa lalu. Yang ketiga, ketiadaan Raja Mohammad membuat separatis Kurdistan dan Balochistan semakin leluasa menciptakan teror dengan tujuan melepaskan diri dari Iran. Yang keempat Iran menjadi terisolasi secara internasional dan dianggap menjadi negara pariah. Pembangunan di era Raja Mohammad tidak dilanjutkan dan akhirnya Iran terpuruk sampai sekarang. Ditambah lagi dengan permusuhan dengan Arab Saudi setelah Khomeini mengalami ketegangan dengan Arab Saudi. Rakyat Iran semakin susah untuk naik haji. Generasi muda terbaru Iran yang mengalami nostalgia akan kejayaan Iran di zaman Raja Mohammad dan secerah kebebasan naluriah di dalamnya mulai menuntut dibubarkannya pemerintahan teokrasi Islam Iran. Sempat ada reformasi kebijakan agar lebih luwes dan bebas pada dekade 1990-2000an, tetapi hal tersebut tidak benar-benar berarti.
Kesimpulannya, Islam tidak lah mengajarkan untuk memulai keributan atau menantang jika hal tersebut lebih jelas terlihat dampak buruknya daripada dampak baiknya meskipun terlihat ideal. Bahkan Nabi Muhammad saw mendahulukan sikap diplomatis dalam menentang kekolotan tetua kafir Quraisy sebelum menyatakan perang kepada mereka dan menguasai Mekkah setelahnya. Iran sendiri saat di masa Raja Mohammad tidak jauh berbeda dengan Indonesia di era Orde Baru. Pada akhirnya, yang penting substansinya. Menang jadi arang, kalah jadi abu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H