Selain di Kota Jakarta, kota metropolitan lainnya yang akan mencanangkan konsep TOD ini adalah kota Surabaya. Pada koridor AMC di kota Surabaya telah direncanakan terdapat 10 kawasan TOD dengan 4 kawasan pada koridor Utara - Selatan (trem) dan 6 kawasan pada koridor Timur - Barat (monorel).
Mampukah Konsep ini Menata Masa Depan Ruang Perkotaan?
Sebuah pertanyaan untuk mengevaluasi konsep ini. Tidak jarang yang memberikan kritik hingga kontra terhadap penataan ruang berorientasi transit seperti TOD. Banyak perbincangan mengenai konsep TOD merupakan konsep lama, konvensional yang sama saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan transportasi kota. Lalu bagaimana untuk menjawab pertanyaan di atas? Pada intinya, pengadaan konsep ini diberikan untuk memberi alternatif dan pemecahan terhadap permasalahan pertumbuhan yang berhubungan dengan kemacetan.Â
Dengan membuat fungsi campuran (mixed use) yang kompak, diharapkan didapat beberapa manfaat seperti internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran dan fungsi - fungsi lain dalam sebuah distrik yang tersentralisasi. Akumulasi pola ini diharapkan seseorang beralih dari penggunaan kendaraan pribadi menuju kendaraan publik yang dapat meminimalisir permasalahan urban sprawl. Karena pada dasarnya, teori atau konsep baru belum tentu menjadi solusi untuk menata ruang perkotaan. Justru penggunaan konsep baru dianggap merupakan sebuah upaya menghimpun beberapa ide lama dan kesatupaduan seluruh unsur perencanaan kota.
.
Referensi :
1. Hakim, A. (2017). Menjemput Masa Depan Trem Surabaya. Lamongan: Pagan Press.
2. Yuniasih, F. (2007). Master Theses: Perancangan Kawasan Transit Oriented Development Dukuh Atas Berdasarkan Optimalisasi Sirkulasi. Bandung: ITB.
3. "Dongeng Tentang Mengurai Kemacetan Perkotaan" yang dapat diakses di siniÂ
4. "Salah Kaprah Konsep Transit Oriented Development" yang dapat diakses di sini
5. "Transit Oriented Development sebagai Solusi Masalah Perkotaan" yang dapat diakses di sini
6. Â "Transit Oriented Development" yang dapat diakses di sini