Perkembangan suatu perkotaan di Indonesia seperti saat ini merupakan salah satu faktor dari dari beberapa sektor kegiatan seperti pemerintahan, perdagangan, industri dan sebaginya yang berimbas pada arus urbanisasi dan pertambahan penduduk. Selanjutnya peningkatan pergerakan sebagai salah satu akibat bertambahnya arus urbanisasi dan pertambahan penduduk ini akan berdampak pada permintaan akan kebutuhan transportasi. Sehingga kebutuhan transportasi seolah -- olah telah menggeser kebutuhan pokok utama manusia yang kita ketahui selama ini. Rantai ini seperti jerat yang terus berputar. Bagaimana tidak? Kebutuhan transportasi ini juga belum adanya dukungan berupa perkembangan sarana dan prasarana yang terintegrasi dengan baik. Implikasinya adalah terjadinya kemacetan yang diperparah dengan penurunan keselamatan lalu lintas.
Lalu, kalau sudah seperti ini bagaimana? Konsistensi terhadap kebijakan dan perencanaan memang sangat menentukan kondisi suatu perkotaan. Beberapa kali perkembangan suatu perkotaan memang sedikit menimbulkan kerancuan. Di satu sisi, pemerintah mencoba membatasi kendaraan pribadi dengan meningkatkan kualitas kendaraan umum, namun di sisi lain seolah memberikan prasarana kendaraan pribadi masuk ke tengah kota. Anthony Downs, dalam penelitiannya tahun 1994 menyatakan bahwa pembangunan jalan baru, berapa pun panjangnya, tidak akan menyelesaikan masalah kemacetan di kota -- kota besar. Dengan dibukanya jalan baru, maka kelancaran lalu lintas di jalan tersebut akan menarik pengendara kendaraan lain pindah ke jalan tersebut (spatial convergemce).
Kemudian, dirasa perlu adanya suatu konsep untuk "keluar dari rantai" ini. Salah satu bentuk alternatif penanganannya adalah dengan menggunakan konsep Transport Demand Management (TDM). Transport Demand Management (TDM) atau yang dapat disebut dengan Manajemen Kebutuhan Transportasi adalah penerapan strategi dan kebijakan yang bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi sistem transportasi perkotaan melalui pembatasan penggunaan kendaraan pribadi yang tidak perlu dan mendorong moda transportasi yang lebih efektif, sehat dan ramah lingkungan seperti angkutan umum, berjalan kaki, bersepeda dan sebagainya.
- Meningkatkan Pilihan Mobilitas yang diterapakan oleh pemerintah kota, daerah, nasional, pelaksana pelayanan angkutan umum dan pelayanan bersepeda bersama dengan pihak yang berkepentingan adalah Anak -- anak dan orang dewasa serta individu yang memiliki keterbatasan fisik
- Upaya Ekonomi yang diterapkan oleh Pemerintah kota, daerah, nasional, perusahaan swasta (sebagai pemilik usaha) serta pihak yang berkepentingan adalah Perusahaan besar, pengusaha angkutan barang, individu yang berpenghasilan rendah
- Kebijakan Pembangunan Bijak dan Tata Guna Lahan yang diterapkan oleh Pemerintah kota, daerah, nasional, pengembang, rumah tangga dan bisnis serta pihak yang berkepentingan adala Pengembang, investor, pembeli
Lalu, dalam penerapan Transport Demand Management (TDM) terdapat beberapa usaha dalam penanganan masalah lalu lintas secara menyeluruh :
1. Â Â Level Makro
Pada level makro, penataan ruang perlu dikembangkan ke arah model -- model perencanaan kota yang bersifat compact city, Transit Oriented Development dan kawasan hunian kepadatan tinggi
2. Â Â Level Mezzo
Pada level mezzo, perlu adanya perkembangan angkutan umum masal dan perlakuan keterpaduan transportasi antar moda yang mengarah pada seamless transport sehingga pengguna angkutan umum dapat berpindah -- pindah moda tanpa adanya halangan. Contoh penerapannya berupa park and ride, high occupancy vehicle, ride-sharing dan car pooling
3. Â Â Level Mikro
Kebijakan pada level mikro atau street level  akan diarahkan pada keterpaduan penanganan prasarana dan sarana serta penerapan skema -- skema traffic management. Contohnya adalah road pricing atau jalan berbayar dan Intelligent Transport System (ITS)
Tidak dapat dipungkiri lagi harus adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan skateholder terkait dalam keberhasilan pelaksanaan upaya TDM. Dan konsistensi terhadap kebijakan dan perencanaan harus dapat dilaksanakan secara bersama. Karena awal dari kerumitan masalah tata kota biasanya bermula dari inkonsistensi pada rencana awal.