Mohon tunggu...
Ardanik Hatinawati
Ardanik Hatinawati Mohon Tunggu... Lainnya - User Experience Researcher

Civil Engineering ITS '14

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memanusiakan Manusia

1 November 2017   03:58 Diperbarui: 1 November 2017   04:05 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[heartless]

Pernah nggak, ngebayangin bagaimana rasanya menjadi driver ojek online? yang kerjanya-nggak sekedar-scroll-refresh-handphone mencari orderan. Terkadang sebagian besar dari mereka harus berebutan dengan driver lainnya untuk satu orderan. Mungkin ada dari kita yang sempat berpikir, "ah, barang cuma satu orderan aja rebutan! yang lain kan juga ada, orderan jaman now juga kebanyakan via online!"

Tapi bagaimana, kalau ternyata sang driver sangat membutuhkan dana tersebut? Biaya sekolah anaknya, misal.  

"Pak, memangnya rumah bapak dimana?"

"Jauh neng, di kampung. (seingat saya) daerah Jawa Tengah"

"Berarti bapak disini merantau? Atau ada saudara?"

"Saya disini ngekos neng, daerah Rawamangun. Demi anak"

"Memangnya anak bapak kelas berapa?"

"Masih SD, neng"

*yah kurang lebih begitu percakapan saya dengan driver ojek online beberapa bulan yang lalu.

Belum lagi, saat menerima orderan makanan. Rela mengantri dan berebutan dengan pembeli lainnya. Sesaat merasakan was-was luar biasa karena tombol 'cancel' siap - siap ditekan apabila sang pemesan menunggu tertalu lama.

Kemarin, baru saja membaca cerita di timeline line dari pedagang martabak mengenai salah satu driver ojek online yang dicancel orderannya.[1] Singkat cerita, sang driver telat mengantarkan pesanan martabak yang jauh di daerah Gresik sana, sedang martabak berada di daerah Sidoarjo, karena dengan alasan pada saat perjalanan hujan deras sehingga driver memutuskan untuk berteduh dahulu. Hingga sesampai di lokasi tujuan, pemesan menunggu lama yang membuatnya menolak orderan mentah - mentah.

Oh ya! Pernah juga kepikiran nggak, saat order makanan tersebut apakah sang driver juga pernah memakannya? Atau sederhananya saja. Apakah mereka, driver ojek online sudah makan sebelum mengantar pesanan makanan tersebut? Jangan - jangan.. demi memuaskan pemesan, mereka rela menahan lapar sebelum mendapat upah/rating yang dikejar.

"itu kan emang resiko pekerjaannya!"

Baik. baik. Lalu, bagaimana dengan kasus yang pernah ditemui, terlintas di timeline bahkan kalian sendiri melihatnya. Tentang driver ojek online yang mengangkut barang 'titipan' dengan ukuran yang kelewat wajar. Overload, overheight, atau over over yang lain. [2]


image
image

Lagi lagi apakah sebuah resiko yang harus ditanggung sebagai driver ojek online harus menjadi teratas dari apapun termasuk sebuah rasa kemanusiaan?  

Surabaya, 31 Oktober 2017

[1] https://timeline.line.me/post/_dc_XXXJ5hGfwlcMeTwBRe6qusRVKqm4rkPcevN0/1148941225801020369

[2]https://timeline.line.me/post/_dZp8SOCUhoNTLrh60RWnH161X4kt-9yEf_VKBX4/1150926484005044229

[3] https://instagram.com/dramaojol.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun