Mohon tunggu...
ardani ardani
ardani ardani Mohon Tunggu... -

Penyair, Penulis, Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Plagiarisme, Berita Buruk dan Tuba dalam Dunia Kepenulisan

7 Agustus 2016   21:58 Diperbarui: 8 Agustus 2016   08:19 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marak sekali kabar dan laporan tentang tindakan plagiasi yang terjadi, khususnya dalam dunia kepenulisan belakangan ini. Yang sedang hangat-hangatnya adalah kabar tentang plagiasi yang dilakukan oleh Nanda Dyani Amilla.

Sedikit mengulas tentang Nanda. Nanda Dyani Amilla adalah seorang penulis muda yang karya-karya dan tulisannya sudah banyak tersebar di beberapa media. Bukunya yang telah beredar adalah, Goresan Pena Nanda, diterbitkan oleh Pena House tahun 2014. Aktif di komunitas penulis pada Forum Aktif Menulis. 

Nanda juga seorang mahasiswa FKIP pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Seorang akademisi sekaligus penulis yang sedang dalam masa produktif dalam menghasilkan karya. 

Nanda juga telah memenangi lomba-lomba kepenulisan di level daerah. Dengan profil semacam, selayaknya Nanda sudah memiliki kesadaran dan memahami kode etik serta tanggungjawab dalam menghasilkan sebuah karya yang berkualitas.

Penulis atau pengarang bertujuan, salah satunya, untuk berekspresi lewat tulisannya. Ada ide, gagasan atau pemikiran yang bermain di sana. Ada kreatifitas yang dijunjung tinggi. Ada argumen-argumen, perasaan(emosi) dan juga pesan yang ingin ia sampaikan kepada pembaca. Dengan begitu pekerjaan menulis bukanlah hal mudah. 

Perlu pengendapan, perenungan, juga perbaikan berulang-ulang pada karya itu sendiri. Dengan demikian dapat diartikan bahwa menulis membutuhkan waktu yang relatif lama, di samping pengorbanan atas tenaga serta biaya dalam proses menulis. Itu menjelaskan bahwa Profesi menulis bukan hanya untuk tujuan-tujuan yang menyangkut kepentingan diri pribadi, seperti mencari popularitas dan uang.

Berita Buruk

Berita buruknya, plagiarisme dalam dunia literasi adalah sebuah tindak pencurian, kejahatan atas kekayaan intelektual. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Dalam dunia pendidikan, pelaku atau plagiator dapat dikenakan sanksi berat berupa dicabut karya tulisnya, juga dikeluarkannya pelaku dari institusi pendidikannya.

Plagiarisme adalah bentuk tindakan penjiplakan atau peniruan atau pengambilan pendapat, karangan milik pihak lain atau orang lain tanpa seizin pemilik yang sah, dengan maksud seolah-olah sebagai hasil pendapat atau karangannya sendiri.  

Fred Muller berteori dalam kamusnya, Beknopt Latyns Nederlands Woordenboek (hal.75), mengartikan orang yang melakukan plagiat sebagai plagiarus yang berarti mensenrover atau perampok manusia atau zielverkoper atau penjual nyawa manusia. 

J.p. Fockema Andreae dalam bukunya Rechtgeleerd Handwoordenboek, memberikan pengertian kata plagiat sebagai letterdievery yang diartikan sebagai pencurian karya tulis atau pencurian suatu ciptaan karya tulis yang dilindungi Undang-undang Hak Cipta.

Seseorang yang melakukan plagiarisme itu telah melakukan pelanggaran hak cipta. Hak cipta terhadap karya literasi itu merupakan hak eksklusif yang terdiri dari atas hak moral dan hak ekonomi, maka perlu mendapatkan perlindungan/penegakan hukum bagi pemilik, pencipta atau pemegang hak cipta. 

Hak cipta adalah salah satu hak kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan secara otomatis oleh negara. Jadi, tanpa harus melalui prosedur pendaftaran atau permintaan, hak ini akan langsung diberikan oleh negara. Kebijakan demikian semata-mata demi kepentingan praktis, yaitu agar memudahkan setiap pencipta mendapatkan perlindungan, mengingat sedemikian banyak ciptaan dihasilkan setiap hari, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, maupun sastra.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014.

Plagiarisme dirujuk dari segi moral atau etika, jelas melanggar tata kehidupan secara wajar dan normal dan bahkan melanggar hukum (hak cipta) karena mereka mengambil gagasan orang lain tanpa sepengetahuan, tanpa izin yang sah dari pemilik/pencipta asli dan dengan tidak menyebutkan secara tegas dan jelas tentang sumber karya aslinya.

Dengan kata lain plagiarisme dapat dituntut secara hukum jika memiliki alat bukti hukum yang cukup.

Berita buruk lainnya adalah: tulisan-tulisan Nanda yang dimuat di beberapa media adalah hasil jiplakan dari karya-karya penulis lain. Di antaranya: cerpen Nanda Dyani Amilla yang berjudul “Black Hole” yang dimuat di Harian Mimbar Umum Medan pada 23 Juli 2016 adalah penjiplakan atas cerpen berjudul “AL” yang pernah dimuat di Majalah Remaja Story Edisi 25 (September 2011) dengan penulis asli Renny Chrinawaty. 

Begitu juga dengan cerpen karya Antonius Pramono dengan judul “Saint Vision” pada Majalah STORY edisi 42/Th. IV/25 Februari – 24 Maret 2013, yang diubah oleh Nanda Dyani menjadi cerpen yang berjudul “Cerita Sebuah Kertas dan Makhluk Gaib” dan berhasil dimuat di Harian Tribun Bone Sulawasi pada tanggal 18 Februari 2016. 

Karya tulisnya dalam event Lomba Menulis Milad KAMMI Medan ke-16 dengan karya tulis berjudul ”Menguliti Bakal Calon Presiden 2014” yang dipublikasikan Maret 2014 bahkan menjadi pemenang utama yang dijiplak dari artikel “Menguliti Bakal Calon Presiden Indonesia 2014” yang diposkan pada tanggal 12 Maret 2012 dari blog: https://satriwan.wordpress.com/2012/03/12/menguliti-bakal-calon-presiden-indonesia-2014/.

Tuba di Dunia Literasi

Secara tegas dapat diambil kesimpulan bahwa, Nanda Dyani Amilla telah melakukan tindakan plagiarisme secara berulang-ulang. Dan setelah ditelusuri lebih jauh ternyata hampir seluruh tulisan-tulisannya adalah hasil dari menjiplak dan atau copy-paste dari karya milik orang lain, termasuk bukunya yang telah beredar.

Merunut dari bukti-bukti yang telah ada, kasus plagiarisme oleh Nanda ini bukan hanya sekadar polemik, tapi telah menjadi isu umum (nasional) sekaligus telah menjadi tuba dalam dunia kepenulisan. 

Beberapa penulis lain mendapatkan banyak sekali rintangan di awal kepenulisannya, seperti ditolaknya karya penulis oleh media, dll. Sedangkan Nanda malewati semuanya dengan relatif mudah. 

Karena yang Nanda lakukan pada dasarnya bukan mencipta, menuangkan ide-idenya dan pemikirannya ke dalam bentuk tulisan fiksi dan non fiksi. Tetapi lebih kepada memilih dan memilah karya orang lain yang berdasarkan persepsinya bagus, menarik dan baik kemudian menyadurnya, menjiplak, dan menjadikan karya tersebut sebagai karyanya sendiri.

Kasus dalam dunia literasi yang memalukan. Betapa banyak pihak yang telah dirugikan. Pencipta karya asli, media, dan yang paling dirugikan adalah pembaca.
Dan pengaruh negatifnya bukan hanya terhadap pelakunya sendiri, akan tetapi juga lingkungan pendidikannya, lingkungan pergaulannya, juga keluarganya turut merasakannya.

Stop Plagiarisme

Plagiarisme bukan hanya dilakukan oleh Nanda saja. Jika didalami lagi, lingkungan awal pembentuk perilaku pelakulah yang sangat berperan menjadikan seseorang menjadi plagiator. Seperti halnya sangat lemahnya pengawasan terhadap karya-karya pelaku, sikap permisifnya sebuah komunitas menulis terhadap anggotanya dengan kecenderungan meniru karya orang lain. 

Tidak adanya ketegasan dari pihak media yang dikirimi karya oleh pelaku dengan melakukan konfirmasi bahwa karya yang dikirimkan ke media adalah karya asli miliknya dan tidak sedang dikirimkan ke media lain atau diikutsertakan dalam sebuah lomba/even lainnya.

Toh, plagiarisme masih terus merajela. Bagaimana solusinya?

Pemberian sanksi yang berat juga harus diberikan kepada pelaku atau plagiator. Mulai dari sanksi sosial, sanksi akademik sampai kepada sanksi hukum. Permohonan maaf tertulis secara resmi dari pelaku tidak cukup sebagai bentuk tanggungjawab bagi plagiator. 

Nanda perlu diberi semacam shock-therapy, agar dia dapat memahami betapa berharganya proses berkarya dan karya itu sendiri. Pelaku plagiarisme seperti Nanda perlu diberi sanksi agar serta merta dapat menjadi cambuk untuk dia meningkatkan kualitas dirinya.

Ini bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban saja tapi juga sebagai proses pembelajaran bukan hanya bagi pelaku, juga bagi khalayak luas—khususnya dalam kasus Nanda ini—dunia literasi.

Dan akhirnya, ini menjadi tugas kita semua untuk mencegah dan mengawasi terjadinya kembali tindakan penjiplakan, meski pun plagiarisme akan terus ada. Paling tidak ada usaha yang konkrit untuk meminimalisirnya, dengan mengupayakan masyarakat literasi yang kritis, menjaga tanggungjawab dan etika kepenulisan, di dunia literasi ke depan.

Daftar Sumber Tulisan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun