Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa terkecuali. Hal ini telah diatur dalam perundang-undangan di Indonesia. Pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat belajar bersama-sama terlepas dari segala perbedaan yang mereka punya. Dalam artikel ini, kita akan membahas membahas pendidikan inklusif secara mendalam, mulai dari pengertian pendidikan inklusif, tujuan pendidikan inklusif, sejarah perkembangan pendidikan inklusif di dunia dan Indonesia, hingga aspek-aspek penting dalam pendidikan inklusif.
Pengertian Pendidikan Inklusif dan Tujuan Pendidikan Inklusif
Menurut Sunanto (dalam Mansur, 2019) menjelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang diberikan kepada setiap anak, tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK). Pelayanan yang diberikan tidak memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, maupun kondisi lainnya. Semua anak belajar bersama-sama, baik dikelas sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Sapon-Sevin, yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem pelayanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama teman seusianya.
Secara yuridis, yakni dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pun dijelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif yaitu untuk memberikan kesempatan bagi seluruh peserta didik berkebutuhan khusus untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang berkualitas dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sekaligus juga mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif.
Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif di dunia dan Indonesia
Dalam perkembangannya di dunia, konsep pendidikan inklusif mulai diperkenalkan di Inggris pada tahun 1991 yang ditandai dengan adanya pergeseran model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke integratif. Sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi education for all yang artinya pendidikan untuk semua, tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata. Implikasi dari pernyataan tersebut yakni semua anak tanpa terkecuali, anak berkebutuhan khusus berhak untuk mendapat layanan pendidikan yang layak. Selanjutnya, konvensi pendidikan diselenggarakan di Salamanca Spanyol pada tahun 1994 yang mana tujuannya untuk mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan the Salamanca statement on inclusive education yang berbunyi:
a. Semua anak sebaiknya belajar bersama
b. Pendidikan didasarkan kebutuhan siswa
c. ABK diberi layanan khusus
Sementara itu, dalam perkembangannya di Indonesia, sejak tahun 1960-an beberapa lulusan SLB Tunanetra di Bandung keterima masuk di sekolah umum meskipun ada upaya penolakan dari pihak sekolah. Selanjutnya, akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap pentingnya pendidikan integrasi. Berikutnya, awal tahun 2000 pemerintah Indonesia mulai mengembangkan program pendidikan inklusif yang kemudian disusul dengan Deklarasi Bandung dan komitmen Indonesia pada pendidikan inklusif yang merupakan hasil dari diselenggarakannya konvensi nasional pada tahun 2004.
Aspek-aspek penting dalam Pendidikan Inklusif
- Peserta didik
Di dalam sekolah inklusi, peserta didik dikelompokkan menjadi 2 macam yakni peserta didik reguler atau “normal” dan peserta didik berkebutuhan khusus atau disingkat PDBK. PDBK adalah peserta didik yang mengalami hambatan atau disabilitas pada perkembangan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
- Tenaga Pendidik
Ada 3 jenis tenaga pendidik dalam pendidikan inklusif. Setiap guru memiliki perannya masing-masing. Ketiga jenis guru tersebut diantaranya:
- Guru kelas (Wali kelas)
Tugas dari guru kelas ialah berkoordinasi dengan Guru Pendamping Khusus dalam penyusunan Program Pembelajaran Individual khusus untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang tergabung pada kelas tersebut. Guru kelas memiliki kewajiban menyediakan kegiatan pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik reguler. Beban materi belajar untuk peserta didik berkebutuhan khusus harus disediakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
- Guru mata pelajaran (Guru Mapel)
Guru mata pelajaran memiliki tugas dan kewajiban yang hampir sama dengan guru kelas.
- Guru pendamping khusus (GPK)
Selain berkoordinasi dengan guru kelas atau guru mata pelajaran dalam penyusunan program individual, guru pendamping khusus memiliki tugas lain diantaranya mengidentifikasi dan mengasesmen kemampuan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus serta memberikan intervensi berupa layanan kompensatorid untuk membantu perkembangan lain seperti kemampuan kounikasi, sosial, emosional, dan perilaku.
- Asesmen
Asesemen merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini karena asesmen adalah tahap awal menemukan dan mengenali kondisi peserta didik. Aspek-aspek yang dilihat meliputi; potensi, kemampuan, kebutuhan, dan karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Proses identifikasi ini melibatkan beberapa komponen yaitu pihak sekolah (kepala sekolah, guru pendamping khusus, guru bk, dan guru kelas) dan tenaga ahli (psikolog, psikiater, terapis, dokter).
- Kurikulum
Terdapat 3 jenis kurikulum yang diterapkan pada sistem pendidikan inklusif di Indonesia yaitu Kurikulum Standar Nasional, Kurikulum Akomodatif Dibawah Standar Nasional, dan Kurikulum Akomodatif Diatas Standar Nasional. Kurikulum standar nasional merupakan kurikulum yang diterapkan secara nasional di seluruh sekolah. Sedangkan kurikulum akomodatif merupakan kurikulum standar nasional yang telah disesuaikan dengan bakat, minat, potensi, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus.
- Pengelolaan Kelas
Sistem pengelolaan kelas di sekolah inklusif ada 3 macam, yaitu Kelas Reguler Penuh, Kelas Reguler dengan GPK, dan Kelas Khusus. Kelas reguler penuh ditujukan untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang mampu menyesuaikan diri di kelas. Pada kelas reguler dengan GPK, peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama dengan peserta didik namun memperoleh layanan khusus dari GPK dikarenakan masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri di kelas. Sedangkan di kelas khusus, kegiatan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dipisahkan dengan peserta didik reguler. Di kelas ini juga disediakan Ruang Sumber yang berfungsi sebagai fasilitas penunjang (kompensatoris).
- Aksesibilitas
Sesuai dengan Kepmen PU No.30 tahun 2006 bahwa setiap bangunan fasilitas umum harus memenuhi standar aksesibilitas untuk anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu, pihak sekolah inklusif berkewajiban untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi peserta didik berkebutuhan khusus di setiap sudut gedung sekolah. Adapun empat unsur aksesibilitas yang harus dimiliki sebuah gedung yaitu, keselamatan, kemudahan, kegunaan, dan kemandirian.