Mohon tunggu...
Ardalena Romantika
Ardalena Romantika Mohon Tunggu... Penulis - Analyst

Vivamus moriendum est.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Pamali Lebih Banyak Berlaku bagi Perempuan?

20 Januari 2021   11:50 Diperbarui: 20 Januari 2021   12:35 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar orang tua menasihati "Kalo nyapu yang bersih, nanti suaminya brewokan lho!", atau "Ojo lungguh nang ngarep lawang, mengko ndak angel entuk jodho" (Jangan duduk di depan pintu, nanti susah mendapat jodoh). Lantas Anda dengan segenap rasio scientific tanpa ragu membantah dengan ngeyelnya "Lah, memang apa hubungannya nyapu sama fisik suami?", "Ih nggak nyambung banget masa duduk di depan pintu bikin susah dapet jodoh?."

Mau dinalar seperti apapun, ya memang nggak nyambung, nggak sinkron, nggak ada korelasinya. Kalau orang Jawa nyebut sih "ora gathuk". Tapi mengapa orang tua kita sangat mempercayai hal-hal semacam itu?

Nah, barangkali konsepnya begini, dunia boleh saja semakin modern, produsen kendaraan boleh saja menemukan inovasi kendaraan yang kecepatannya menyaingi kilat. 

Pembangunan Gedung-gedung pencakar langit boleh saja merambah hingga ke pelosok negeri. Bahkan oknum open minded jadi-jadian boleh saja mengklaim bahwa budaya tradisional sudah tidak relevan diterapkan di jaman sekarang.

Namun bagi sebagian masyarakat Indonesia, ada begitu banyak hal mistis yang tak akan tergerus zaman. Mau semaju apapun peradaban, ada nilai-nilai bersifat sakral yang sudah meresap ke dalam jiwa mereka, dan dipercaya hingga puluhan generasi. Salah satunya adalah tabu, atau yang lebih akrab disebut pamali.

Pamali merupakan pantangan-pantangan bagi seseorang dalam melakukan aktivitas sosialnya. Pantangan ini dianggap memiliki pesan moral dan akibat, sehingga mampu mencegah seseorang untuk tidak melakukan sesuatu, agar terhindar dari akibat yang diancamkan. 

Pamali masih sangat dipegang erat, utamanya oleh masyarakat pedesaan dan suku-suku primitif. Namun, bukan berarti di kota-kota besar sudah tidak ada pamali. Karena banyaknya jumlah masyarakat desa yang mengadu nasib di perkotaan, beragam pamali pun eksis di perkotaan. 

Contohnya saja, ancaman "Kalo nyapunya nggak bersih nanti suaminya brewokan lho!", sudah menjadi lagu sehari-hari bagi para ibu dalam rangka mengingatkan anak-anak gadisnya agar menyapu dengan bersih.

Padahal apa hubungannya antara menyapu dan brewok suami?, toh kalau benar-benar brewokan kan bisa dicukur sampai bersih? Lagipula kalau brewokannya seperti Zayn Malik bukannya malah ganteng?

Namun nampaknya anak-anak gadis memilih tidak membantah, biarpun ancaman ibunya terdengar tidak masuk akal, lebih baik menyapu dengan bersih daripada kena omel, kan?. Barangkali inilah yang membuat pamali tetap eksis di era modern. Biarpun tidak bisa dicerna logika atau nilai-nilai terselubung dalam pamali tak lagi mampu dimengerti, namun orang memilih mematuhinya, karena si pemberi pamali adalah orang yang lebih berkuasa atau memegang kendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun