Mohon tunggu...
Ardalena Romantika
Ardalena Romantika Mohon Tunggu... Penulis - Analyst

Vivamus moriendum est.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mempertanyakan Penggunaan Frasa "Potongan Tubuh" dalam Pemberitaan Korban Bencana

13 Januari 2021   15:32 Diperbarui: 13 Januari 2021   18:43 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Press Release Aliansi Jurnalis Independen mengenai aspek etik dalam liputan dan pemberitaan kecelakaan Sriwijaya Air nampaknya perlu menjadi panduan bagi jurnalis tanah air dalam menulis pemberitaan mengenai korban tragedi bencana. Press release tersebut menyebutkan bahwa media sebaiknya lebih fokus menjalankan fungsi informatif dan kontrol sosial dengan menghindari hal-hal yang jauh relevansinya dari peristiwa tersebut, apalagi jika sampai memberi kesan tidak menghormati perasaan traumatik keluarga korban.

Kita semua tahu bahwa pemberitaan hasil jerih payah para jurnalis adalah sumber informasi yang paling mudah untuk membantu kita mengetahui perkembangan mengenai peristiwa ini.  Penggunaan kata-kata yang tidak ramah publik untuk memberitakan suatu bencana, jelas memberikan kesan tidak menghormati perasaan traumatik keluarga korban. Tak hanya informasi, ada rasa simpati, rasa sedih, rasa trauma, dan rasa takut yang bisa kita dapatkan setelah membaca atau menonton berita. Dalam peristiwa yang sudah sangat traumatis, meminimalkan trauma yang timbul tentu merupakan suatu kewajiban yang mulia, yang selayaknya menjadi prinsip para jurnalis dalam meramu suatu berita.

Mengutip kalimat seorang jurnalis Anne Godlasky dalam artikelnya yang berjudul “What Could Trauma-Informed Journalism Look Like?” barangkali dapat menjadi alasan mengapa pemilihan frasa yang ramah publik amat diperlukan dalam menulis suatu berita:

“Peristiwa traumatis secara inheren memiliki nilai jual sebagai berita, dan jurnalis tidak dapat membuat pembuat berita menjadi baik, dunia damai, atau publik bahagia. Tapi bisakah kita menutupi trauma, besar dan kecil, lebih baik? Bisakah orang tetap menjadi warga negara yang terinformasi tanpa merasa trauma atau mengalami kelelahan karena belas kasih? Saya belum tahu “bagaimana”, tapi jawabannya pasti 'Ya'.” 

Terlepas dari topik yang dibahas dalam tulisan ini, masyarakat amat berterima kasih atas jerih payah para jurnalis dalam menyajikan informasi-informasi aktual. Doa selalu kami panjatkan untuk para korban dan keluarga. Doa keselamatan juga selalu mengalir bagi segenap tim penyelamat, dokter, polri, dan semua pihak yang berpartisipasi dalam pencarian bagian pesawat dan korban tragedi ini. Semoga segalanya segera pulih. Semoga situasi negeri ini kembali membaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun