Apakah anda mengenal seseorang yang sangat sering berkata kasar dan melakukan cyberbully di media sosial ternyata adalah seseorang yang amat pendiam di kehidupan nyata?. Atau mungkin seseorang yang amat bijak di media sosial ternyata adalah seorang yang sering melakukan tindakan kriminal?. Pernahkah anda membayangkan jika orang yang begitu ramah dan memiliki banyak teman di facebook ternyata adalah seseorang yang dikucilkan oleh lingkungannya?.
Kebanyakan diantara kita pasti pernah bertemu dengan orang-orang dengan kepribadian bertolak belakang antara apa yang dia tunjukkan di dunia maya, dengan sikapnya di kehidupan nyata. Atau mungkin kita sendirilah yang memiliki kepribadian berbeda?. Fenomena ini telah lama diteliti oleh para ilmuwan psikologi dan dikenal dengan sebutan "Online Disinhibition Effect".
John Suller, dalam jurnalnya yang berjudul "The Online Disinhibition Effect" menjelaskan bahwa online disinhibition effect merupakan keadaan ketika seseorang melakukan hal-hal di dunia maya yang biasanya tidak mereka lakukan ketika berinteraksi secara tatap muka. Dunia maya menyebabkan mereka merasa lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya sehingga seseorang menjadi kurang terkendali dan mencurahkan emosinya dengan mudah melalui media sosial.
Menurut Suller, ada 2 jenis online disinhibition effect, yakni benign disinhibition dan toxic disinhibition. Seseorang di media sosial bisa membagikan hal-hal yang sangat personal tentang dirinya. Selain itu, dia juga membagikan perasaan, emosi, dan harapan-harapannya. Seseorang bisa menjadi sangat baik dengan peduli kepada teman-teman medsosnya, padahal di kehidupan nyata dia bukanlah orang yang seperti itu. Inilah yang disebut benign disinhibition.
Namun seseorang juga bisa menjadi kasar, suka memberikan komentar kebencian, menyebarkan ancaman, bahkan mengakses situs-situs pornografi dan kejahatan yang tidak akan pernah mereka tunjukkan di dunia nyata. Fenomena ini disebut toxic disinhibition.
Berdasarkan teori tersebut, berikut ini beberapa uraian mengenai hal-hal yang menyebabkan kita mengalami online disinhibition effect :
1. Media Sosial Memungkinkan Kita Menjadi Sosok Lain
Tak banyak media sosial yang membutuhkan verifikasi data untuk memastikan bahwa akun yang kita buat benar-benar merepresentasikan diri kita. Media sosial seperti facebook, Instagram, dan twitter masih memungkinkan kita untuk membuat akun palsu atau berpura-pura menjadi orang lain. Bahkan muncul situs bernama secreto, sarahah, dan tellonym yang memungkinkan kita untuk memberikan komentar secara anonymous kepada seseorang.Â
Seperti yang kita ketahui, ada banyak penyebab mengapa seseorang membuat akun alter (akun dengan identitas yang berbeda dari pemiliknya) atau berpura-pura menjadi orang lain. Misalnya saja, trend second account untuk stalking gebetan dan kebutuhan untuk membuat akun khusus guna berinteraksi dengan teman-teman terdekat atau mengarsipkan sesuatu yang ingin diketahui seorang diri.
Sebagian orang juga membuat akun alter sebagai bentuk pelarian dari realita kehidupannya atau sebagai sarana menuangkan minat dan hobi. Misalnya seseorang yang pemalu dan menutup diri dari kehidupan sosialnya karena suatu hal, menjadi memiliki banyak teman dengan berlindung di bawah nama "anonim". Selain itu, hobi dan minat dapat mendorong seseorang untuk membuat akun dengan menggunakan foto dan nama idolanya dengan tujuan untuk mendukung idolanya, misalnya dengan adanya akun-akun fanspage pribadi dan roleplayer.